بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Zakat dan Kesalehan Sosial
Go Green

Clock Link

Wednesday, July 23, 2014

Zakat dan Kesalehan Sosial


yahoo.com - Ibadah puasa Ramadan selama satu bulan penuh dimaksudkan agar manusia mampu mengangkat harkat kemuliaannya yang asali, yakni berada dalam kesucian. Penyucian diri itu merupakan pencapaian akhir yang diraih lewat upaya evaluasi diri secara terus-menerus dan mengerjakan amal ibadah secara ikhlas.
Selain ibadah yang bersifat individual itu –karena implikasinya pada kesalehan personal– bulan Ramadan juga mensyaratkan ibadah yang berdimensi sosial, yaitu menunaikan zakat.

Zakat merupakan Rukun Islam ketiga yang tak sekadar berdimensi vertikal -hubungan antara hamba dengan Sang Khaliq– namun juga berdimensi keumatan karena memiliki potensi pemberdayaan ekonomi bagi umat Islam. Zakat juga disebut sebagai ibadah kemanusiaan lantaran bisa melahirkan rasa simpati dan empati sekaligus kepada mereka yang kurang beruntung (dhuafa) dan yang dimarginalkan secara ekonomi.

Sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam surat Al-Hajj, yang artinya berbunyi: "Maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong." (Q, 22: 78).
Ayat di atas menekankan setiap muslim untuk membangun kesalehan diri (hubungan vertikal) dan kesalehan sosial (hubungan sosial) serta berkelindan. Dengan begitu, manusia senantiasa berada dalam kemenangan, sebagaimana yang tecermin dalam ruku dan sujud sebagai bentuk pengabdian tertinggi kepada Allah SWT.
Perintah "tunaikanlah zakat" mengandung anjuran agar manusia merasakan kekurangan dan keterbatasan yang dialami sesamanya. Sebagai konsekuensinya, mereka yang tidak melakukan kewajiban ini dianggap telah mendustakan agama atau palsu dalam beragama, sekalipun ia rajin melakukan ibadat formal. Itulah cermin kesalehan sosial dari berzakat.
Hakikat zakat, baik individu (zakat fitrah) maupun zakat harta (zakat mal)adalah sebuah proses penyucian diri yang berdimensi kemanusian atau sosial tadi. Di samping itu, zakat juga merupakan penegasan bahwa dalam agama Islam, setiap ibadah kepada Allah swt, sejatinya selalu memiliki korelasi positif dengan amal saleh yang berdimensi hubungan antarmanusia.
Di sini, seorang beriman diajarkan bahwa ibadah puasa tidak hanya berdimensi sangat pribadi –karena hanya Allah dan hamba-Nya yang tahu– melainkan juga memiliki implikasi sosial. Yakni, dengan menunaikan zakat sebagai penyempurna ibadah puasa.
Dengan membayar zakat, derajat seorang muslim naik menjadi seorang yang bertakwa (muttaqin). Sebagaimana janji Allah dalam surat Al-Baqarah, yang berbunyi: "Mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka." (Q, 2: 3).
Ayat di atas mengingatkan umat muslim bahwa kesalehan spiritual belum dikatakan sempurna, sebelum dibarengi dengan kesalehan sosial. Ringkasnya, puasa juga melatih kepekaan terhadap realitas sosial. Sebab itulah, setelah menjalankan ibadah puasa, di akhir Ramadan seorang beriman diwajibkan menunaikan zakat.
Kewajiban membayar zakat merupakan bentuk solidaritas yang merujuk pada rasa kewajiban memperhatikan kelompok yang lemah kedudukan sosial-ekonominya. Ada kesadaran bahwa kemakmuran lebih yang dinikmati suatu golongan, di dalamnya ada hak untuk orang-orang kurang makmur.
Begitulah Islam memuliakan manusia. Islam tidak hanya mengajarkan umatnya untuk memperbaiki diri sendiri, melainkan juga bagaimana peduli pada keadaan orang lain. Tak hanya meningkatkan kesalehan personal, tetapi juga mempertinggi kesalehan sosial.

No comments:

Post a Comment