بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: 01/22/16
Go Green

Clock Link

Friday, January 22, 2016

4 Fakta bahwa Columbus Bukan Penemu Benua Amerika


Situs Rising Whale (Photo courtesy University of Colorado)


Liputan6.com, Alaska - Status Christopher Columbus sebagai penemu Benua Amerika digugat. Bukti-bukti sejarah justru menunjukkan hal sebaliknya, sudah ada bangsa asing yang menginjakkan kaki di sana sebelum 12 Oktober 1492. 

Baru-baru ini sejumlah artefak dari perunggu ditemukan di sebuah rumah berusia 1.000 tahun di Alaska. Temuan itu menjadi bukti, perdagangan telah terjalin antara Asia Timur dengan wilayah yang disebut Dunia Baru (New World): Amerika. 

Para arkeolog menemukan artefak-artefak tersebut di situs "Rising Whale" dekat Cape Espenberg.

"Dari jauh, situs itu terlihat seperti paus yang muncul ke permukaan," kata Owen Mason, peneliti dari University of Colorado, yang ikut dalam ekskavasi di situs tersebut, seperti dikutip dari situs sains LiveScience, Jumat (17/4/2015). 

Temuan terbaru tersebut dikombinasikan dengan temuan lain yang dihasilkan dalam waktu 100 tahun terakhir menunjukkan bahwa barang-barang dagangan, juga gagasan, sampai di Alaska dari peradaban di Asia Timur -- jauh sebelum Christopher Columbus tiba di Laut Karibia pada 1492.

"Kami melihat adanya bukti interaksi, secara langsung dengan 'peradaban tinggi' seperti China, Korea, atau Yakutia -- sebuah wilayah di Rusia," kata Mason. 

Temuan di Rising Whale termasuk 2 artefak perunggu, salah satunya yang diduga digunakan sebagai gesper atau pengikat -- yang memiliki potongan kulit, yang dari usia karbonnya berasal dari masa sekitar 600 Masehi. Sementara, artefak perunggu lainnya mungkin digunakan sebagai peluit. 

Perunggu belum dikembangkan kala itu di Alaska. Para arkeolog menduga, artefak tersebut dibuat di China, Korea, atau Yakutia, lalu masuk ke Alaska lewat rute perdagangan. 

Di dalam rumah, para peneliti menemukan artefak dari bahan obsidian -- batu hitam mengkilap dari letusan gunung berapi -- yang memiliki jejak kimia yang menunjukkan bahwa itu adalah obsidian dari lembah Sungai Anadyr di Rusia.

Situs Rising Whale mengindikasikan adanya rute perdagangan yang menghubungkan Selat Bering (termasuk sisi Alaska) dengan peradaban yang peradaban berkembang di Asia Timur, sebelum masa Columbus.


Gading 'Unicorn'

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFedTAjWludO_eonjOY9534QptGfhlQPaJ6D-adWbqE8tJmxhX8wb_apMHOwYhRnAptVj8K0_j9PvHYHxJl1Z5oRb9gEa7CifkhLhTTjBmihsNLtdkxfvK-q4oV5ufDYuJb9yavQjzzIU/s1600/

Tak hanya itu. Pada 1913 antropolog Berthold Laufer mempublikasikan analisis teks dan artefak di jurnal T'oung Pao. 

Ia menemukan bukti bahwa masyarakat China di masa lalu punya ketertarikan pada gading narwhal dan walrus yang dimiliki orang-orang yang tinggal di timur laut Tiongkok. 

Narwhal (Monodon monoceros) adalah nama dari sejenis paus yang hanya ditemukan di Samudera Arktik, Kutub Utara. Karena tanduknya, ia dijuluki 'unicorn laut'.

Sementara Walrus (Odobenus rosmarus) adalah mamalia laut yang tersebar di Samudera Arktik dan Laut sub-Arktik di Belahan Utara Bumi. 

Sejumlah gading walrus koleksi mereka saat itu mungkin berasal dari Selat Bering. 

Sejumlah peneliti juga mencatat ada kesamaan mencolok dalam desain pelat baja dipakai oleh orang-orang di Alaska, China, Korea, Jepang, dan Mongolia timur.

Misalnya, pada 1930, arkeolog dari Smithsonian Institution, Henry Collins melakukan ekskavasi di St Lawrence Island, di lepas pantai barat Alaska. 

Dalam bukunya, The Archaeology of St. Lawrence Island (Smithsonian, 1937), ia menyebut pelat baja mulai muncul di pulau itu sekitar 1.000 tahun yang lalu. Berupa piring yang dibuat dari kombinasi gading, tulang, dan terkadang juga besi.

Pelat baja seperti itu mirip dengan yang dikembangkan di beberapa daerah di Asia Timur, termasuk Manchuria, Mongolia timur, dan Jepang.

Collins menulis, penggunaan pelat baja, menyebar ke utara dari daerah aslinya, dan akhirnya diperkenalkan ke Alaska.



Bukti Genetika

Sejumlah penelitian genetika baru-baru ini juga menguak interaksi antara orang-orang dari Asia Timur dengan yang berasal dari Dunia Baru. 

Sejumlah ilmuwan berpendapat, kedatangan manusia pertama ke 'Dunia Baru' bermula sejak 15 ribu tahun lalu, dengan cara menyeberangi jembatan darat Bering (Beringia), yang panjangnya sekitar 1.600 km, yang menghubungkan Alaska sekarang dengan Siberia timur pada berbagai masa di zaman es Pleistosin. 

Jembatan darat itu akhirnya tenggelam sekitar 10.000 tahun yang lalu.


Jembatan Selat Bering (NOAA)


Namun, sebuah penelitian genetika terbaru juga mengindikasikan adanya pergerakan orang-orang dari Asia Timur ke Dunia Baru di masa setelahnya. 

Mereka yang tinggal di Rising Whale mungkin adalah bagian dari apa yang disebut para ilmuwan sebagai kebudayaan "Birnirk", sekelompok manusia di masa lalu yang tinggal di 2 sisi Selat Bering, menggunakan perahu yang dibuat dari kulit kayu. Mereka juga menggunakan tombak untuk berburu paus. 

Studi genetika mengindikasikan bahwa orang-orang dari kebudayaan Burnik adalah nenek moyang dari masyarakat yang disebut 'Thule', yang menyebar di kawasan Arktik di seluruh Amerika Utara hingga Greenland. Thule, pada gilirannya, adalah nenek moyang dari orang Inuit modern. 

Selat Bering bukan satu-satunya lokasi interaksi antara orang-orang dari 'Dunia Lama' dan 'Duni Baru' yang terjadi sebelum kedatangan Columbus. 

Sekitar 1.000 tahun lalu, Bangsa Viking telah mengeksplorasi sebagian wilayah Kanada dan mendirikan pemukiman sementara di L'Anse aux Meadows di Newfoundland.

Para peneliti mengindikasikan, sekitar waktu itu, Bangsa Polinesia telah mencapai Amerika Selatan, membawa pulang ubi jalar. Sebaliknya, mereka membawa ayam-ayam untuk dipertukarkan. 


Laksamana Cheng Ho

Banyak hipotesis lain yang diajukan, yang menentang klaim bahwa Columbus adalah penemu Amerika. 

Salah satu gagasan yang populer adalah, para pelaut dari Tiongkok berlayar langsung ke Dunia Baru. Meski gagasan tersebut tak banyak didukung para ilmuwan.


Laksamana Cheng Ho


Konon, armada megah kapal China yang dipimpin Cheng Ho berlayar di sekitar daratan Amerika Selatan, 100 tahun sebelum Ferdinand Megellan -- orang pertama yang berlayar dari Eropa ke Asia, orang Eropa pertama yang melayari Samudra Pasifik, dan orang pertama yang memimpin ekspedisi yang bertujuan mengelilingi bola dunia.  (Ein/Yus)

Anak Singa 10.000 Tahun Ditemukan Utuh di Sakha

Siberian Times mengungkapkan penemuan bersejarah ini minggu lalu, namun laporan mereka tidak ditanggapi dengan serius karena dikira sebagai hoax. (News.com.au)

Liputan6.com, Siberia - Sepasang anak singa dari zaman es, utuh dengan kulit dan bulu, ditemukan di Siberia. Ini merupakan pertama kali predator kuno ditemukan dalam keadaan yang sangat baik.

Menurut News.com.au, Jumat, (30/10/2015) anak-anak singa ditemukan dalam keadaan beku, dan dalam keadaan utuh.  Perut-perut kecil mereka mungkin saja mengandung zat yang belum pernah diteliti oleh ilmuwan di manapun sebelumnya, yakni asi. Mereka diperkirakan berusia 10.000 tahun.

Siberian Times mengungkapkan penemuan bersejarah ini minggu lalu, namun laporan mereka tidak ditanggapi dengan serius karena dikira sebagai hoax.

"Sejauh yang aku tahu, belum pernah ada penemuan kucing prasejarah dengan tingkat preservasi sebaik ini, jadi ini merupakan penemuan yang luar biasa," ungkap ahli fosil dari Universitas Des Moines, Julie Meachen. 

"Aku tidak percaya ketika melihat untuk pertama kali, namun ketika melihat mereka sungguhan aku sangat kagum."

Singa gua adalah saudara dekat dari singa Afro-Asiatic modern. Mereka hidup dalam pertengahan dan akhir zaman Pleistocene dari Kepulauan Britania hingga ke Chukotka, Rusia-- namun mereka diduga berpetualang hingga ke Alaska serta Barat Laut Kanada.

Sisa-sisa hewan ini telah ditemukan dari yang dulu dikenal sebagai Eurasia (daratan Eropa-Asia) hingga Amerika Utara dari tahun 1800-- namun hingga kini penemuan merupakan fosil, tulang dan jejak.

Anak-anak singa ditemukan pada bagian terdingin di Rusia, Republik Sakha yang juga dikenal sebagai Yakutia.

Wilayah tersebut dikenal sebagai tambang emas bagi paleontologis-- di sana mereka mengungkapkan Yuka, mamoth-berbulu, badak berbulu dan Yukagir bison dan kuda-- awet terimpan  dengan baik dalam permafrost atau tanah di bawah suhu 0 derajat Celcius.


Ilmuwan Rusia akan mengadakan konfrensi pers terhadap kedua anak singa pada 17 November mendatang-- menurut dugaan akan diserang dengan pertanyaan terkait pengkloningan hewan prasejarah tersebut. (Rcy/Rie)

Misteri Legenda 'Kota Putih Dewa Monyet' Ditemukan


Liputan6.com, Honduras - Para arkeolog telah mulai penggalian di sebuah area yang mereka yakini sebagai kota legendaris yang hilang, Ciudad Blanca, atau Kota Putih, di hutan Honduras.

Sejauh ini, mereka telah menemukan puluhan artefak, termasuk sebuah kapal dengan pegangan berbentuk burung bangkai, nampan tanah liat dengan kepala jaguar dan singgasana batu yang diukir dengan jaguar. Kemungkinan artefak itu adalah sisa-sisa kuil seremonial.

Reruntuhan tersebut bertanggal antara 1.000 dan 1.500 AD yang berbeda dari budaya Maya peradaban kuno.

"Ini adalah budaya baru, atau budaya yang berbeda," kata Virgilio Paredes, Direktur Honduras Institut Antropologi dan Colorado, seperti dilansir dari The Independent, Kamis (21/1/2016).


Hal ini diyakini dari nama kota yang ditulis dari batu kapur putih di daerah itu. Kota itu pertama kali disebutkan oleh conquistadoratau penakluk Spanyol pada abad ke-16.

Lalu, seorang penjelajah lainnya, Theodore Morde yang mengklaim menemukan kota itu pada tahun 1940. Ia yakin kota itu adalah kota yang hilang, 'White City of Monkey God'.

Ia menulis penampakan kota itu di majalah AS, The American Weekly.

Di majalah itu, ia berkisah orang-orang dari suku setempat mengatakan kepadanya kota misterius itu. Bahwa pada masa lalu, seekor monyet memimpin peradaban dan menjadi imam bagi para penduduk. 



Ada legenda, seekor monyet dari kota menculik seorang wanita lokal, lalu menghamilinya. Anak-anak mereka setengah manusia setengah monyet.

Lokasi penggalian dikunjungi oleh Presiden Honduras, Juan Orlando Hernández.

"Kami diberkati untuk menjadi saksi hidup sejarah Honduras. Penemuan ini telah menciptakan banyak kegembiraan penting untuk Honduras dan dunia." Situs ini ditemukan oleh penjelajah tahun lalu, yang sedang membuat peta.

Artefak yang ditemukan akan ditampilkan di sebuah museum di Catacamas.

Ello Ubah Nama Jadi Marcello Tahitoe

http://www.wowkeren.com/images/news/


WowKeren.com - Dikenal sebagai , ternyata ia tak suka dengan nama yang sudah membuatnya terkenal. Ia pun memutuskan untuk kembali dengan menggunakan nama Marcello Tahitoe, bukan lagi Ello. 

"Gue enggak pernah suka dengan nama Ello, itu hanya nama panggilan mama," jelas Ello saat ditemui wartawan wowkeren.com di kawasan SCBD, Kamis (21/1). "Dari tahun lalu gue ganti nama tapi banyak yang enggak tau." 

Ello tidak mempermasalahkan jika dia harus mengulang dari awal. Baginya yang terpenting masyarakat Indonesia mengetahui siapa sosok Marcello Tahitoe. "Pas gue dulu keluar pakai nama Ello, enggak ada yang tau. Sekarang pengen pakai nama Marcello Tahitoe, agar orang tau nama asli gue," lanjut Ello. 

Walaupun mendapat banyak pro dan kontra, Ello tetap merubah nama dan penampilannya. Tapi ia tidak terlalu menghiraukan pro dan kontra yang mengiringi perubahannya itu. "Tapi udahlah, urusin musik gue aja, soal style bisa nanti," tutup Ello . (wk/fn)

Salah Farah Wafat karena Serangan Al Shabaab

Salah Farah diingat sebagai pahlawan bagi sesama (Twitter)

Liputan6.com, Nairobi - Salah Farah meninggal dunia di meja operasi, Minggu 17 Januari 2016. Usianya baru 40 tahun. Pria itu meninggalkan istrinya, Dunia Mohamed, yang hamil 9 bulan dan 4 anak yang masih kecil. 

Ibunya, Amina Sabdow, kaget bukan main hingga tak sanggup bicara saat mendengar kabar kematian Farah, yang juga jadi penopang nafkah keluarga besarnya. 

Namun, Farah mewariskan hal berharga bagi dunia yang sudah lelah oleh konflik. "Kita semua adalah saudara...," itu yang berulangkali ia ucapkan saat terbaring di rumah sakit, menderita luka parah akibat terjangan peluru Taliban.

Kala itu, Salah Farah sedang berada di dalam bus yang melaju di jalanan berdebu Desa El Wak, Mandera, kota di timur laut Kenya. 

Tiba-tiba, gerombolan Al Shabaab menyerbu masuk. Mereka memerintahkan para penumpang beragama Islam memisahkan diri dari mereka yang beragama Kristen.


Namun, Farah melawan. Ia tak mau menuruti perintah diskriminatif itu. "Bunuh kami semua atau tinggalkan kami'," kata dia pada para penyerbu. 

"Mereka berkata pada kami, 'jika kau muslim, itu berarti kalian selamat," kata Farah semasa hidup kepada  CNN, seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (21/1/2016). 

Para penumpang lain yang beragama Islam mendukung sikap Farah. Rela mati, menjadi tameng hidup, bagi sesama.  

Militan Al Shabaab akhirnya berlalu, setelah melepaskan tembakan yang menewaskan 2 orang dan melukai 3 lainnya -- termasuk Farah. 

Dalam kondisi terluka parah, Farah dan korban lainnya dilarikan ke Kenyatta National Hospital, yang terletak di Nairobi. 

Awalnya, ia diperkirakan bakal sembuh dan bisa pulang pada 7 Januari 2016. Namun, belakangan, kondisinya memburuk. Takdir berkata lain, ia meninggal dunia akhir pekan lalu. 

Jasad Farah diterbangkan dengan helikopter polisi ke kampung halamannya di Madera. Ia dimakamkan secara Islam di pemakaman umum Langata. 

Para pelayat dari berbagai latar belakang agama berdatangan, ikut menitikkan air mata dan memanjatkan doa bagi almarhum. Bagi banyak warga Kenya, juga dunia, ia adalah pahlawan bagi kemanusiaan. 

Dalam wawancara dengan Voice of America sebelum wafat, Farah berucap,"Orang-orang harus hidup bersama secara damai," kata dia. "

Kita semua bersaudara, hanya agama yang berbeda. Jadi, aku meminta saudara sesama umat Islam untuk peduli pada sesamanya yang Kristiani. Begitu juga sebaliknya...Marilah kita saling membantu dan dan hidup berdampingan secara damai."

Salah Farah bekerja di sekolah dasar di Mandera County. Lulusan Universitas Maasai Mara itu menjadi kepala sekolah. 

Kematiannya menjadi duka bagi sesama pengajar. Komisi guru menyampaikan duka cita dan berjanji membantu keuangan keluarga almarhum. 

Sementara Gubernur Mandera County Ali Ibrahim Roba juga berjanji membantu pendidikan anak-anak Farah. 

"Kami berharap bisa menyelamatkan nyawanya, sehingga ia bisa menjadi saksi hidup dan menjadi teladan sebagai pelindung sesama," kata Menteri Kesehatan Kenya, Cleopa Mailu. 

"Pihak rumah sakit sudah berupaya keras, namun luka parah yang ia derita saat melakukan tindakan berani itu, mengalami komplikasi Minggu malam."

Kenya sudah lama diteror Al Shabaab. Kelompok tersebut awalnya merajalela di selatan Somalia, dan kemudian menyatakan diri bergabung dengan Al Qaeda pada 2012. 

Kelompok tersebut kemudian memperluas aksi teror ke Somalia, Kenya, Ethiopia, dan Uganda. Al Shabaab mengaku bertanggung jawab atas sejumlah aksi kekerasan yang menewaskan ratusan orang. 

Rashid Farah, saudara Salah, menyerukan pada warga dunia, untuk mengingat apa yang dilakukan almarhum. Juga untuk memperhatikan keluarga yang ditinggalkan. 

Ia menambahkan, kematian Farah menjadi teladan bagi warga Kenya yang sudah muak oleh teror, untuk hidup bersama sebagai sebuah bangsa. Juga untuk berdampingan secara harmonis.

5 Fenomena Unik Ini Terjadi Sejak Peristiwa 'Kopi Maut Mirna'



Citizen6, Jakarta Kasus kematian Wayan Mirna Salihin, 27 tahun, di Olivier Cafe, masih dalam penyelidikan. Meski butuh waktu cukup lama, titik terang mulai terungkap di kasus ini.

Sebelumnya, Mirna tewas usai menenggak es kopi Vietnam. Dalam kopi tersebut, ditemukan tiga gram sianida yang membuat Mirna meregang nyawa. Nah, terkait peristiwa tersebut, ada beberapa fenomena unik yang terjadi. Apa saja?


1. Makin banyak orang menjadi detektif

Kasus Mirna yang menimbulkan teka-teki, secara tidak langsung merangsang banyak orang untuk ikut cari tahu siapa pelakunya, apa motifnya, dan segala hal yang berkaitan dengan kasus tersebut.

Bagi penggemar kisah-kisah detektif, kasus Mirna malahan membuat mereka kembali membalik-balik lembaran komik-komik detektif untuk dibaca, seperti Detektif Conan, Kindaichi, Q, dan lainnya. Dalam komik-komik tersebut, memang racun sianida sering digunakan sebagai senjata pembunuh.


2. Pencarian kata 'Sianida' di mesin pencari, meningkat

Meski sianida merupakan nama racun yang sudah familiar di telinga beberapa orang, ternyata masih banyak yang tahu apa itu sianida sebenarnya. Sejak terjadinya kasus Mirna, pencarian kata sianida di mesin pencari pun meningkat.

Di Google, misalnya. Terjadi peningkatan pencarian kata sianida. Sedangkan negara yang paling banyak mencari kata tersebut, sudah tentu Indonesia. Selain racun sianida, kata-kata lain yang meningkat pencariannya di mesin pencari yakni: asam sianida, sianida adalah, zat sianida, mirna sianida, kalium sianida, dan sianida emas.


3. Es kopi Vietnam makin populer

Meski sebelumnya telah banyak orang yang familiar dengan es kopi vietnam, namun setelah kasus Mirna, popularitas kopi yang satu ini justru meningkat. Terang saja, minuman ini memang menjadi media pelaku untuk mencabut nyawa Mirna.

Kopi yang satu ini memang tidak terkenal seperti capucino, frapucino, maupun jenis kopi lainnya. Kopi Vietnam memiliki kandungan kafein yang amat tinggi. Kopi Vietnam dibuat dengan metode drip kopi lalu dicampur susu. Selanjutnya, gerusan biji kopi dicampur susu kental manis.


Seorang netizen Facebook meminta Kombes Pol Krishna Murti menangkap Jonru. Dan beginilah jawaban Krishna Murti.


4. Nama Krishna Murti semakin dikenal

Nama Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya ini memang tengah naik daun. Sebab, beliaulah yang mengepalai penyelidikan kasus kematian Mirna. Tambahan lagi, beliau juga turun tangan saat serangan teror Sarinah beberapa waktu lalu. Namanya pun semakin dikenal masyarakat.


5. Kafe Olivier makin terkenal

Biasanya, seseorang akan menjauhi tempat yang menjadi lokasi kematian seseorang. Namun hal tersebut tak pernah terjadi dengan masyarakat Indonesia yang dikenal memiliki tingkat penasaran tinggi.

Masih ingat dengan kasus teror Sarinah baru-baru ini? Bukannya menyelamatkan diri, orang-orang justru menonton baku tembak polisi dengan teroris di tempat kejadian perkara.

Begitupula yang terjadi dengan Olivier Cafe di Grand Indonesia Mall. Meski tergolong kafe mewah untuk orang-orang berduit, nama kafe ini justru membuat orang penasaran. Banyak orang yang sengaja datang dan mencicipi kopi di tempat ini untuk merasakan saat-saat terakhir Mirna meregang nyawa. (sul)

Mobil Transparan yang Buat Obama Kagum


Presiden AS Barack Obama membuka pintu depan mobil transparan saat dipamerkan di North American International Auto Show di Detroit, Michigan (20/1). Obama terkagum melihat sebuah mobil transparan yang dipamerkan. (REUTERS/Jonathan Ernst)