بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: 04/04/13
Go Green

Clock Link

Thursday, April 4, 2013

Pelaku Penyerangan Lapas Sleman Berpangkat Bintara dan Tamtama


Asisten Komandan Jenderal Kopassus yang juga anggota Tim Investigasi TNI AD, Letkol (Inf) Richard Tampubolon (kiri) dan Kadispen TNI AD, Brigjen TNI Rukhman Ahmad (kanan) menyampaikan hasil investigasi kasus penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, di Kartika Media Center TNI AD, Jakarta, Kamis (4/4/2013). Tim investigasi TNI AD mengakui keterlibatan 11 oknum anggota TNI AD Grup 2 Kopassus Kartosuro, dalam penyerangan yang mengakibatkan 4 orang meninggal dunia. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA 


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Oknum pelaku penyerangan sebanyak 11 anggota Grup II Kopassus Kandang Menjangan, Kartosuro terhadap empat preman yang ditahan di Lapas Klas II B Cebongan, Sleman, Yogyakarta pada 23 Maret 2013 adalah prajurit pemula.

"Untuk pelaku yang sembilan orang hanya Bintara dan Tamtama tama. Jadi tidak ada yang lain," ujar Ketua Tim TNI AD, Brigjen TNI Unggul K Yudhoyono dalam konferensi pers di Kartika Media Center, Dispenad, Jakarta Pusat, Kamis (4/4/2013).

Menurut Unggul, kronologi bermula ketika mereka mendengar pembunuhan sadis empat preman terhadap Serka Heru Santoso di Hugos Cafe pada 19 Maret 2013. Sehari setelahnya Sertu Sriyono bekas anggota Kopassus ikut dibacok.

Saat itu, sejumlah anggota Grup II Kopassus sedang berlatih di Gunung Lawu. Pascakejadian itu mereka mencari tahu pelaku pembunuhan, termasuk mencari informasi tak resmi di jalanan, sampai mendapatkan keempatnya ditahan di Lapas Cebongan.

Belakangan diketahui, eksekutor empat preman di Lapas Cebongan, Sleman, adalah anggota Grup II Kopassus Kartosuro berinisial U. Penyerangan bersama rekannya ini reaksi atas pembunugan Serka Heru, yang tak lain bekas atasan U.

"Penyerangan berakibat pada pembunuhan ini bermotif pada tindakan reaktif karena besarnya jiwa korsa dan dan membela rasa kehormatan satuan," tambah Unggul meski begitu dalih pelaku berlindung dalam jiwa korsa tidak dibenarkan.

Unggul yang juga Wadanpuspomad menjelaskan, ada tiga pucuk senjata AK 47 yang digunakan pelaku penyerangan, sisanya dua AK 47 hanya replika, dan satu pucuk pistol sig sauer juga replika. Senjata ini semacam airsoftgun.

Pelaku penyerangan membawa mobil Avanza biru dan Suzuki APV hitam. Di dalam dua mobil itu ada sembilan pelaku. Setelah tiba di Cebongan, sebuah mobil Feroza dan dua orang turun dari mobil. Kemudian keduanya mencoba menghalangi sembilan pelaku tapi tak kuasa.

8 Orang Bule Yang Cover Lagu Indonesia

kakibebek Pelangi di Matamu - Jamrud | Mimpi Yang Sempurna - Peterpan: 


____________________________

By riversofcampuan Munajat Cinta - The Rock : 


_____________________________________________________________________

By nlpeter Jangan Menyerah - D'masiv | Sempurna - Andra & The Backbone : 

_________________________________________________________________________

onnermusic Mau Dibawa kemana - Armada : 

________________________________________________________________________

iyet73 Kalau Bulan Bisa Ngomong - Doel Sumbang : 

__________________________________________________________________

nengsalse Kegagalan Cinta - Rhoma Irama | Terajana : 

_______________________________________________________________________

Hiroaki KATO Ruang Rindu - Letto : 

_________________________________________________________________

thePYAguy Someone Like You (English/Indonesian Cover) : 


Mabes Polri: Kita Tangkapi Saja Polisi-polisi Tukang Pungli


SPC, Jakarta - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Suhardi Alius mengaku geram dengan ulah para anggota polisi yang kerap melakukan pungli terhadap sopir-sopir truk. Seperti yang terjadi di Jalan Raya Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. 

“Kami pasti tindak lanjuti. Kita tangkapi-tangkapi saja polisi begitu,” kata Suhardi Alius, seperti dikutip, Rabu (27/3/2013).

Di lain kesempatan, Polda Lampung mengakui ada praktik-praktik pungli yang dilakukan oleh anggota polisi. Oleh karena itu, pihaknya mengimbau agar para pengemudi truk melaporkan dan mencatat siapa oknum yang melakukan pungli tersebut.

“Itu memang betul, saya minta keterangannya nanti kami cari kebenarannya. Makanya diimbau kepada truk-truk seandainya masih, sudah berani minta pungli. Catat namanya dan laporkan,” kata Kabid Humas Polda Lampung, AKBP Sulistyaningsih.

Selain itu, Sulis juga berjanji akan menindak pelaku tersebut dan menyerahkannya ke Propam. Sanksi-sanksi yang diberikan juga beragam tergantung tindak pungli yang dilakukan anggota polisi.

“Ya dia akan diperiksa diberikan sanksi-sanksi. Kalau betul Propam akan bertindak, mereka akan dikenakan sanksi kode etik pasti, atau akan dipindahkan,” tutupnya.

Pungutan liar marak dilakukan sejumlah polisi di Jalan Raya Tegineneng Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung terhadap pengendara truk yang melintas jalan tersebut. Polisi tak malu-malunya memeras terang-terangan. Polisi berpangkat terlibat korupsi, polisi rendahan memeras rakyat di jalan.

Polisi seringkali menghentikan truk pengangkut barang. Setiap truk yang berhenti harus memberikan uang bervariasi antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu agar dapat dibiarkan lewat. Setiap truk yang tidak ingin diperiksa polisi di jalan itu, umumnya selalu menyiapkan uang yang diperlukan, dan melalui tangan kernetnya memberikan uang tersebut kepada polisi di sana.

Kondisi itu merugikan sopir yang membawa komoditas, seperti bawang dan sayuran, karena dalam setiap pengiriman mereka harus menyiapkan uang lebih untuk diberikan kepada polisi. (SPC/25/Merdeka)


http://suarapengusaha.com/2013/03/27/mabes-polri-kita-tangkapi-saja-polisi-polisi-tukang-pungli-truk-milik-pengusaha/

Negara-negara Berbendera Merah Putih

Ada tiga negara di dunia yang menggunakan hanya dua warna ( merah dan putih ) pada desain benderanya, yaitu Republik Indonesia, Kerajaan Monaco dan Polandia. Masing - masing dari 3 negara tersebut menggunakan desain bendera dua warna sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Masing - masing mempunyai sejarah sendiri, juga mempunyai tafsiran sendiri tentang arti warna merah dan putih yang mereka gunakan sebagai bendera kebangsaan, tapi tahukah anda, negara manakah yang lebih dulu menggunakan desain dwi warna ( merah dan putih ) untuk pertama kalinya hingga hari ini ?

Polandia: 



Bendera Polandia terdiri atas dua garis horizontal dengan lebar yang sama, bagian atas putih dan bagian bawah merah. Dua warna tersebut didefinisikan dalam konstitusi Polandia sebagai warna nasional.

Putih dan merah secara resmi diadopsi sebagai warna nasional pada tahun 1831.


Hal itu didasarkan atas tincture (warna) khas dari lambang dua negara konstituen Persemakmuran Polandia-Lituania, yaitu Elang Putih dari Polandia dan The Pursuer of Lituania, seorang ksatria berkulit putih yang menunggangi kuda putih lengkap dengan perisai merah. Sebelum itu, tentara Polandia memakai kombinasi berbagai warna.

Bendera nasional secara resmi diadopsi pada tahun 1919. Sejak tahun 2004, Polish Flag Day dirayakan pada tanggal 2 Mei.


Rep. Monaco: 


Bendera nasional Monaco terdiri atas dua strip horizontal yang sama, merah (atas) dan putih (bawah). Warna Merah dan Putih sudah menjadi corak khas The House of Grimaldi paling tidak semenjak 1339, namun dengan desain yang berubah-ubah.. Desain dua warna diadopsi pada tanggal 4 April 1881, di bawah pimpinan Pangeran Charles III.


Bendera Monako yang asli (berbentuk sama dengan Bendera negara Monako tapi dengan gambar simbol negara versi sebelumnya di tengahnya) sudah digunakan sejak awal kerajaan ini berdiri, kecuali saat Monako di-aneksasi Perancis pada periode 1793-1814. Bentuknya kini yang lebih sederhana mulai digunakan sejak 4 April 1881.


Indonesia: 



Bendera nasional Indonesia, yang dikenal sebagai Sang Saka Merah Putih ("Merah Putih") didasarkan pada bendera Kerajaan Majapahit pada abad ke-13 di Jawa Timur.

Bendera itu sendiri diperkenalkan dan dikibarkan secara resmi di hadapan dunia pada upacara Hari Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945.

Desain bendera masih tetap sama sampai sekarang.Warna merah putih berasal dari bendera Kerajaan Majapahit pada abad ke-13. Kemudian, warna-warna itu dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan para nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme melawan Belanda.

Bendera merah-putih dikibarkan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan Belanda, bendera itu dilarang berkibar. Sistem ini diadopsi sebagai bendera nasional pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan telah digunakan sejak saat itu.

Ada juga cerita lain tentang bendera Indonesia, yang secara signifikan berhubungan dengan bendera Belanda. Di bawah kolonialisme Belanda, setiap urusan menggunakan bendera Belanda (merah-putih-biru). Sedangkan bendera Indonesia dilarang digunakan. Sebagai simbol perlawanan terhadap Belanda, kaum nasionalis Indonesia dan gerakan kemerdekaan merobek bendera Belanda. Mereka merobek bagian bawah bendera, dan memisahkan warna merah dan putih dari warna biru.


Alasan utamanya adalah karena biru pada bendera Belanda dipahami sebagai berdiri untuk aristokrasi "berdarah biru". Sebaliknya, warna merah mewakili darah yang tertumpah dalam Perang Kemerdekaan, sedangkan putih bisa dipahami untuk melambangkan kemurnian Indonesia.Nama resminya adalah Sang Merah Putih sesuai dengan Pasal 35 UUD 1945. Bendera ini juga biasa disebut Bendera Merah Putih, Sang Dwiwarna, atau Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka adalah bendera yang dikibarkan di depan rumah Soekarno beberapa saat setelah dia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Bendera Pusaka ini adalah dijahit oleh Ibu Fatmawati Soekarno, dan dikibarkan setiap tahun di depan istana presiden pada saat upacara hari kemerdekaan. Namun, karena dianggap terlalu rapuh, Bendera Pusaka dikibarkan untuk yang terakhir kalinya pada 17 Agustus 1968.Merah berarti keberanian, sedangkan putih berarti kemurnian. merah tersebut merupakan tubuh manusia atau kehidupan fisik, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia atau kehidupan rohani. Bersama-sama mereka berdiri untuk melengkapi manusia. Secara tradisional, sebagian besar masyarakat Indonesia telah menggunakan merah dan putih sebagai warna suci mereka, pencampuran warna gula (warna merah berasal dari gula kelapa atau Gula aren) dan beras (berwarna putih). Sampai hari ini, keduanya merupakan komponen utama masakan Indonesia setiap hari. Rupanya, penduduk Kerajaan Majapahit juga menggunakan konsep ini dan dirancang sebagai bendera merah dan putih.

Note : Kerajaan majapahit berdiri tahun 1293.



KESIMPULAN

1. Polandia menggunakan corak bendera putih-merah pada tahun 1831.

2. Monaco menggunakan corak bendera merah-putih pada tahun 1339 (itupun desainnya masih berubah-ubah)

3.INDONESIA, menggunakan corak bendera MERAH PUTIH sejak jaman Kerajaan Majapahit berdiri, tahun 1293 ..


Jadi, INDONESIA adalah yang pertama menggunakan bendera MERAH PUTIH dan tidak pernah mengalami perubahan desain bendera. Walaupun sering terjadi pergolakan di dalam negeri, perubahan sistem pemerintahan, penjajahan oleh kaum imperialisme, MERAH PUTIH akan tetap berkibar!! MERDEKA!!!!


http://www.kotakhitamdunia.net/2012/09/sejarah-merah-putih-di-3-negara-dunia.html

Ternyata Daan Mogot Itu Berwajah Tampan


Jalan Daan Mogot membentang mulus menghubungkan Jakarta Barat dan Tangerang. Jalan ini merupakan salah satu jalan terpenting di Jakbar. Berbagai perkantoran, show room hingga stasiun TV berada di sana.

Puluhan ribu orang melintasi jalan ini setiap hari. Sayangnya sedikit yang tahu dan meneladani kegagahan Mayor Daan Mogot yang namanya diabadikan untuk jalan ini.

"Daan Mogot saya tahunya pahlawan. Tapi ceritanya bagaimana saya kurang tahu," kata Luthfi, seorang tukang ojek yang biasa mangkal di sekitar jalan itu.

Dulu pada perang kemerdekaan nama Mayor Daan Mogot sangat populer di Jakarta dan Tangerang. Mungkin Daan Mogot juga layak dicatat sebagai mayor termuda dalam sejarah. Ketika menjadi mayor, pemuda ganteng ini masih berusia 16 tahun. Masih ABG kalau istilah zaman sekarang.

Tapi bukan tanpa alasan Daan Mogot yang baru berusia 16 tahun ini diberi pangkat Mayor dan memimpin Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Jakarta Barat. Daan Mogot merupakan angkatan pertama Pembela Tanah Air (PETA), organisasi militer buatan Jepang.

Waktu mendaftar peta, usianya baru 14 tahun. Seharusnya batas usia minimal adalah 18 tahun. Tapi entahlah kenapa Daan Mogot bisa diterima. Dia menjadi salah satu yang terbaik hingga akhirnya diangkat menjadi pelatih PETA di Bali. Selain itu pemuda asal Manado ini juga dilatih menjadi pasukan gerilya elite oleh Jepang. Layaklah setelah Indonesia merdeka dia langsung diberi kedudukan walau usianya masih sangat belia.

Daan Mogot juga punya visi yang cerdas soal militer. Bayangkan di usia 17 tahun, dia dan kawan-kawannya mendirikan sekolah calon perwira Akademi Militer Tangerang. Daan Mogot diangkat menjadi direktur pertama Akademi Militer Tangerang.

Sayang mayor muda gagah berani ini tidak berumur panjang. Tanggal 25 Januari 1946, Daan Mogot bersama pasukannya berangkat untuk melucuti pasukan Jepang di Lengkong, Tangerang.

Kala itu Jepang sudah menyerah kepada sekutu. Daan Mogot dan rekan-rekannya berpikir lebih baik senjata Jepang jatuh ke tangan tentara Indonesia daripada pasukan Belanda yang akan segera kembali di bawah sekutu.

Mayor Daan Mogot berangkat bersama 70 taruna Akademi Militer Tangerang ke kawasan Lengkong, Serpong, Tangerang. Di sana dia menemui Kapten Abe, komandan tentara Jepang sementara pasukannya berjaga di luar.

Perundingan berlangsung damai. Kapten Abe meminta izin menghubungi atasannya dulu di Jakarta sebelum menyerahkan senjata. Tetapi pasukan taruna di luar, tanpa sepengetahuan Daan Mogot ternyata sudah mulai melucuti tentara Jepang. Beberapa tentara Jepang juga sukarela menyerahkan senjatanya.

Tiba-tiba entah darimana, terdengar tembakan. Situasi langsung kacau balau. Tentara Jepang segera berlari mengambil kembali senjatanya. Penjaga di pos senapan mesin pun langsung memberondong para taruna.

Pertempuran tak seimbang berlangsung. Mayor Daan Mogot berlari keluar dan berusaha menghentikan tembak menembak. Usahanya tak berhasil, dia tewas setelah diberondong tentara Jepang.

Daan Mogot gugur sebagai ksatria. Usianya baru 17 tahun ketika meninggalkan Ibu Pertiwi untuk selama-lamanya. Selain Daan Mogot, 33 taruna dan 3 perwira gugur dalam peristiwa Lengkong.

Sayang hanya segelintir pemuda Indonesia meneladani Mayor gagah ini.




Inilah Kondisi Jalan Daan Mogot: 






http://www.merdeka.com/peristiwa/jalan-daan-mogot-kisah-mayor-muda-ganteng-yang-berani.html

Sejarah Peter Says Denim, Brand Lokal Yang Mendunia

Sewaktu masih duduk di bangku SMA, Peter Firmansyah, pria kelahiran Sumedang 4 Februari 1984, terbiasa mengubek-ubek tumpukan baju di pedagang kaki lima. Kini, ia adalah pemilik usaha yang memproduksi busana yang sudah diekspor ke beberapa negara.


Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jeans, kaos, dan topi yang menggunakan merek Peter says denim, bahkan, dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri.

Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice & Man, We Shot The Moon, dan Before Their Eyes, dari Amerika Serikat, I am Committing A Sin, dan Silverstein dari Kanada, serta Not Called Jinx dari Jerman sudah mengenal produksi Peter. Para personel kelompok musik itu bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Peter says denim.

Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Peter says denim juga tercantum sebagai sponsor. Peter says denim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender, Peavey, dan Macbeth.

Peter memasang harga jins mulai Rp 385.000, topi mulai Rp 200.000, tas mulai Rp 235.000, dan kaus mulai Rp 200.000. Hasrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA. Peter yang lalu menjadi pegawai toko pada tahun 2003 kenal dengan banyak konsumennya dari kalangan berada dan sering kumpul-kumpul. Ia kerap melihat teman-temannya mengenakan busana mahal.

”Saya hanya bisa menahan keinginan punya baju bagus. Mereka juga sering ke klub, mabuk, dan ngebut pakai mobil, tapi saya tidak ikutan. Lagi pula, duit dari mana,” ujarnya.

Peter melihat, mereka tampak bangga, bahkan sombong dengan baju, celana, dan sepatu yang mereka dipakai. Harga celana jins saja, misalnya, bisa Rp 3 juta. ”Perasaan bangga seperti itulah yang ingin saya munculkan kalau konsumen mengenakan busana produk saya,” ujarnya.

Peter kecil akrab dengan kemiskinan. Sewaktu masih kanak-kanak, perusahaan tempat ayahnya bekerja bangkrut sehingga ayahnya harus bekerja serabutan. Peter pun mengalami masa suram. Orangtuanya harus berutang untuk membeli makanan.

Pernah mereka tak mampu membeli beras sehingga keluarga Peter hanya bergantung pada belas kasihan kerabatnya. ”Waktu itu kondisi ekonomi keluarga sangat sulit. Saya masih duduk di bangku SMP Al Ma’soem, Kabupaten Bandung,” kata Peter.

Sewaktu masih SMA, Peter terbiasa pergi ke kawasan perdagangan pakaian di Cibadak, yang oleh warga Bandung di pelesetkan sebagai Cimol alias Cibadak Mall, Bandung. Di kawasan itu dia berupaya mendapatkan produk bermerek, tetapi murah. Cimol saat ini sudah tidak ada lagi. Dulu terkenal sebagai tempat menjajakan busana yang dijual dalam tumpukan.


Selepas SMA, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Widyatama, Bandung. Namun, biaya masuk perguruan tinggi dirasakan sangat berat, hingga Rp 5 juta. Uang itu pemberian kakeknya sebelum wafat. Tetapi, tak sampai sebulan Peter memutuskan keluar karena kekurangan biaya. Ia berselisih dengan orangtuanya—perselisihan yang sempat disesali Peter—karena sudah menghabiskan biaya besar.

Ia benar-benar memulai usahanya dari nol. Pendapatan selama menjadi pegawai toko disisihkan untuk mengumpulkan modal. Di sela-sela pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busana. Dalam sebulan, Peter rata-rata membuat 100 potong jaket, sweter, atau kaus. Keuntungan yang diperoleh antara Rp 10.000- Rp 20.000 per potong.

”Gaji saya hanya sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa mencapai Rp 2 juta, he-he-he…,” kata Peter. Penghasilan sampingan itu ia dapatkan selama dua tahun waktu menjadi pegawai toko hingga 2005.

Pengalaman pahit juga pernah dialami Peter. Pada tahun 2008, misalnya, ia pernah ditipu temannya sendiri yang menyanggupi mengerjakan pesanan senilai Rp 14 juta. Pesanannya tak dikerjakan, sementara uang muka Rp 7 juta dibawa kabur. Pada 2007, Peter juga mengerjakan pesanan jins senilai Rp 30 juta, tetapi pemesan menolak membayar dengan alasan jins itu tak sesuai keinginannya.

”Akhirnya saya terpaksa nombok. Jins dijual murah daripada tidak jadi apa-apa. Tetapi, saya berusaha untuk tidak patah semangat,” ujarnya.

Belajar menjahit, memotong, dan membuat desain juga dilakukan sendiri. Sewaktu masih sekolah di SMA Negeri 1 Cicalengka, Kabupaten Bandung, Peter juga sempat belajar menyablon. Ia berprinsip, siapa pun yang tahu cara membuat pakaian bisa dijadikan guru.

”Saya banyak belajar sejak lima tahun lalu saat sering keliling ke toko, pabrik, atau penjahit,” katanya. Ia juga banyak bertanya cara mengirim produk ke luar negeri. Proses ekspor dipelajari sendiri dengan bertanya ke agen-agen pengiriman paket.

Sejak 2007, Peter sudah sanggup membiayai pendidikan tiga adiknya. Seorang di antaranya sudah lulus dari perguruan tinggi dan bekerja. Peter bertekad mendorong dua adiknya yang lain untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana. Ia, bahkan, bisa membelikan mobil untuk orangtuanya dan merenovasi rumah mereka di Jalan Padasuka, Bandung.

”Kerja keras dan doa orangtua, kedua faktor itulah yang mendorong saya bisa sukses. Saya memang ingin membuat senang orangtua,” katanya. Jika dananya sudah mencukupi, ia ingin orangtuanya juga bisa menunaikan ibadah haji.

Meski kuliahnya tak rampung, Peter kini sering mengisi seminar-seminar di kampus. Ia ingin memberikan semangat kepada mereka yang berniat membuka usaha. ”Mau anak kuli, buruh, atau petani, kalau punya keinginan dan bekerja keras, pasti ada jalan seperti saya menjalankan usaha ini,” ujarnya.

Merek Petersaysdenim berasal dari Peter Says Sorry, nama kelompok musik. Posisi Peter dalam kelompok musik itu sebagai vokalis. ”Saya sebenarnya bingung mencari nama. Ya, sudah karena saya menjual produk denim, nama mereknya jadi Petersaysdenim,” ujarnya tertawa.

Peter memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti Facebook, Twitter, dan surat elektronik untuk promosi dan berkomunikasi dengan pengguna Petersaysdenim. ”Juli nanti saya rencana mau ke Kanada untuk bisnis. Teman-teman musisi di sana mau ketemu,” katanya.

Akan tetapi, ajakan bertemu itu baru dipenuhi jika urusan bisnis selesai. Ajakan itu juga bukan main-main karena Peter diperbolehkan ikut berkeliling tur dengan bus khusus mereka. Personel kelompok musik lainnya menuturkan, jika sempat berkunjung ke Indonesia ia sangat ingin bertemu Peter. Ia melebarkan sayap bisnis untuk memperlihatkan eksistensi Petersaysdenim terhadap konsumen asing.


”Pokoknya, saya mau ’menjajah’ negara-negara lain. Saya ingin tunjukkan bahwa Indonesia, khususnya Bandung, punya produk berkualitas,” ujarnya

http://jadimacan.blogspot.com/2012/07/sejarah-peter-says-denim.html

Misteri Siluman Buaya dari Maluku

Danau Tolire merupakan salah satu tempat misterius yang akan dibahas kali ini. Dari kepercayaan warga berdasarkan cerita turun temurun, dan telah dibuktikan oleh orang-orang pernah mengunjunginya, benda yang dilempar ke danau tidak akan pernah menyentuh permukaan air danau. Diduga karena tertahan oleh kekuatan gaib dari dasar danau. Kekuatan gaib itu diyakini datang dari buaya siluman yang ada di danau itu.


Danau Tolire

Misteri kali ini berasal dari sebuah kota kecil yang berada di bagian timur Indonesia, yaitu Ibukota Provinsi Maluku Utara, Ternate. Sebagai salah satu kota di Indonesia yang sarat dengan legenda,

Ternate memang banyak keunikannya tersendiri. Salah satu keunikan yang tercipta di alam Ternate yakni Danau Tolire yang biasa disebut Tolire Gam Jaha yang berarti lubang kampung tenggelam. Berwisata di kota Ternate memang belum lengkap kalau tidak menyinggahi kawasan wisata alam tersebut.Panorama indah yang tersaji di kawasan membuat danau ini menjadi salah satu jualan wisata di kota Ternate yang banyak dikunjungi wisatawan. Hamparan pepohonan kelapa yang terdapat di sisi kiri danau.


Di depan, gunung Gamalama berdiri dengan kokohnya, sementara di sisi kanan hamparan tanaman jati emas dan pepohonan Jambulang (buah khas Ternate) di depannya. Disisi barat, atau di belakang saat menghadap danau, deretan pohon kelapa dan luasnya laut dan sunset (kala sore hari) jadi pemandangan indah tersendiri.


Tapi, kadang, wisatawan yang datang ke Tolire, bukan karena ingin menikmati pemandangan indah tersebut. Mereka umumnya datang untuk menikmati sejuta misteri yang tersimpan di danau tersebut.

Disebut Gam Jaha, karena konon menurut legenda, danau tersebut pada ratusan tahun lalu sebelum berdiri kerajaan Ternate, danau tersebut adalah sebuah perkampungan.


Asal Usul Buaya Putih Penghuni Danau

Dari cerita warga setempat yang masih dipercaya hingga saat ini, kampung yang masyarakatnya hidup sejahtera itu dikutuk dan ditenggelamkan menjadi danau penguasa alam semesta karena salah seorang ayah di kampung itu menghamili anak gadisnya sendiri. Saat ayah dan anak gadisnya yang dihamilinya itu akan melarikan diri ke luar kampung, tiba-tiba tanah tempat mereka berdiri anjlok dan berubah menjadi danau.

Tolire sendiri tepat berada di bawah kaki Gunung Gamalama. Di sisi kanan danau, tak jauh di bagian selatan terdapat sebuah danau kecil yang diberi nama Tolire kecil (ici). Jarak antar keduanya hanya sekitar 200 meter. Dari kedua danau ini, yang sering dikunjungi adalah Tolire Besar (lamo). Tolire yang besar mencerminkan figur ayah dan Tolire kecil mencerminkan putri nya.

Danau yang memiliki keunikan adalah Danau Tolire Besar. Danau ini menyerupai loyang raksasa. Dari pinggir atas hingga ke permukan air danau, dalamnya sekitar 50 meter, luasnya sekitar lima hektar.

Danau Tolire Besar ini berair tawar dan terdapat banyak ikan, namun masyarakat setempat tidak ada yang berani menangkap ikan atau mandi di danau itu, karena mereka meyakini bahwa danau yang airnya berwarna coklat kekuning-kuningan itu, dihuni oleh banyak buaya siluman. Buaya-buaya siluman ini sering terlihat berenang di tengah danau. Warnanya putih dan panjangnya sekitar 10 meter.

Tidak semua orang bisa melihat buaya siluman itu, hanya mereka yang beruntung yang bisa. Menurut masyarakat setempat, kalau berhati bersih baru berpeluang melihat buaya siluman di danau itu.

Ada cerita juga, dulu ada seorang wisatawan asing yang tidak percaya bahwa di danau itu ada buaya siluman. Wisatawan itu turun mandi ke danau tersebut dan setelah berenang beberapa menit, ia menghilang.




Diduga wisatawan itu dimangsa oleh buaya siluman. Misteri lainnya yang belum terkuak yakni soal kedalaman danau tersebut yang konon tidak berbatas. Memang sampai saat ini tidak ada tinjauan secara ilmiah tentang dalamnya danau Tolire. Dari cerita warga setempat, kedalaman danau tolire berkilo-kilo meter dan berhubungan langsung dengan laut. Pernah ada yang mencoba mengukur tapi tidak berhasil mencapai dasarnya.



Fenomena Melempar Batu ke Dasar Danau



Keunikan dan misteri dari danau ini selain keindahan panoramanya adalah kalau melempar sesuatu ke danau. Dari kepercayaan warga berdasarkan cerita turun temurun, benda yang dilempar ke danau tidak akan pernah menyentuh permukaan air danau karena tertahan oleh kekuatan gaib dari dasar danau. Kekuatan gaib itu diyakini datang dari buaya siluman yang ada di danau itu.

Betapa kuatnya melempar menggunakan batu atau benda lainnya, tidak akan pernah mencapai air danau yang letaknya kurang lebih setinggi 50 meter dibawah tempat berdiri. Padahal saat melempar dari pinggir atas danau, air danau terlihat berada di bawah kaki si pelempar.

Bagi yang pertama berkunjung ke danau itu, pasti tidak akan percaya dan menganggap itu mustahil. Mereka lalu mencoba melempar setelah membeli batu yang banyak dijual di pinggir danau seharga Rp 2.000,- (dua ribu rupiah) untuk 5(lima) biji batu.

Setelah itu, bisa dipastikan mereka dibuat terkejut karena tak seorang pun yang lemparannya bisa menyentuh permukaan air danau.

Seperti ada daya gravitasi yang sangat kuat yang berasal dari dasar danau. Yang mengakibatkan apapun yang dilempar di danau, tidak akan membuat air di permukaan danau bergaming sedikitpun. Entah kenapa tiba-tiba saja benda yang dilempar ke danau tiba-tiba lenyap secara misterius.

Sejauh ini belum ada instansi atau pihak tertentu yang melakukan penyelidikan secara khusus atas kebenaran pengakuan masyarakat itu, namun beberapa waktu lalu ada seorang anggota Brimob menggunakan sonar untuk mendeteksi benda-benda yang ada di dasar danau. Dari sonar itu tertangkap adanya benda-benda logam di dasar danau. Kalau dikaitkan, benda-benda logam itu mungkin harta masyarakat Ternate dulu, yang dibuang ke danau saat Portugis menjajah Ternate.

Penduduk setempat yakin di Tolire Besar banyak menyimpan harta karun milik Kesultanan Ternate yang disembunyikan ketika Portugis menjajah Ternate pada abad ke-15. Masyarakat Ternate saat itu banyak membuang (ke danau) harta berharganya, agar tak dirampas.

Meski cerita ini sering dianggap hanya sebagai legenda yang sulit diterima di zaman modern sekarang ini, tetapi bagi warga Ternate terutama para orang tua, sangat mempercayainya. Cerita ini akan terus lestari di hati masyarakat Ternate sampai akhir zaman.

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti dan jelas, apa yang menyebabkan benda-benda yang dilempar ke danau menghilang secara misterius.

Berdasarkan sejarah geologi, terbentuknya Danau Tolire adalah akibat dari letusan freatik yang pernah terjadi daerah ini.

Popeye di Dunia Nyata, Pria Ini Pemilik Otot Bisep Terbesar


VIVAnews - Seorang pria muda asal Mesir, Moustafa Ismail, memiliki otot bisep yang menyerupai tokoh kartun Popeye si pelaut. Dengan lingkar bisep mencapai 78 sentimeter, Moustafa berhasil memecahkan rekor Guiness tahun lalu.

Namun, untuk mendapatkan bentuk badan seperti Popeye, pria 24 tahun ini harus bekerja keras. Moustafa mengaku harus berlatih di gym 70 jam sepekan dan mengonsumsi 3,1 kilogram daging, empat kilogram karbohidrat, serta tiga galon air. 

Dilansir laman Dailymail pekan ini, Moustafa mengaku minder karena memiliki tubuh yang gemuk saat dia kecil. "Aku selalu merasa malu tiap kali ibuku meminta untuk berenang di kolam renang. Karena tubuhku gemuk, aku tidak berani membuka baju dan mengenakan kaos selama berenang," ujar Moustafa.

Setelah berhasil memecahkan rekor dunia, nama Moustafa yang biasa dijuluki "si besar Mo", terkenal seantero negeri. Bahkan, banyak orang yang penasaran dengan keaslian otot bisep Moustafa dan ingin memegangnya secara langsung. 

"Ketika aku bertemu banyak orang di jalan, mereka mengatakan terinspirasi oleh pencapaianku dan kembali berolahraga. Sementara, yang lainnya mengatakan termotivasi untuk melakukan hal serupa tanpa menggunakan obat-obatan," ungkap Moustafa bangga. 

Tidak seperti tokoh Popeye dalam film kartun, Moustafa mengaku sangat membenci sayuran bayam. Menurut dia, bayam adalah makanan yang paling anti dia konsumsi. "Aku suka ayam dan daging, serta makanan lainnya, selama bukan bayam," ujarnya. 

Walau banyak yang mengagumi bentuk tubuh Moustafa, tidak sedikit yang menuduhnya menggunakan steroid dan obat-obatan tertentu. Pengagum Arnold Schwarzenegger ini membantah tuduhan tersebut dengan mengikuti sebuah reality show di Jepang yang mengharuskannya melalui mesin pemindai untuk membuktikan otot bisepnya asli. 

Moustafa mengaku belum puas dengan bentuk tubuhnya saat ini. Dia berencana untuk membuat bahunya lebih besar ketimbang otot bisepnya. 

"Aku akan mencoba, tetapi itu akan membutuhkan usaha yang tidak sedikit. Anda harus fokus secara mental dan menyiapkan diri Anda sendiri. Aku dapat melakukannya jika terus berusaha dan sepertinya ambisi itu akan tercapai dalam waktu satu tahun," ujar pria yang sehari-harinya bekerja sebagai asisten manajer sebuah SPBU di Amerika Serikat ini. (art)

Arkeolog Temukan Gerbang Neraka di Turki


VIVAnews - Neraka adalah tempat yang sulit dideskripsikan secara detil. Bila ingin pergi ke neraka, orang tentu harus meninggal terlebih dahulu. Namun manusia, pada setiap jaman, selalu memberikan gambaran umum tentang neraka itu. Sejumlah arkeolog yang telah lama mencari neraka versi jaman kuno, menemukan gerbang yang disebut-sebut sebagai pintu masuk ke neraka. 

Menurut kantor berita Italia, ANSA, sebuah tim arkeolog yang sedang meneliti kota kuno Phrygian, di Hierapolis yang berlokasi di barat daya Turki, mengklaim telah menemukan Plutonium atau gerbang menuju Pluto. 

Sebuah situs arkeologi yang dibuat oleh pilgrim atau peziarah kuno menduga gerbang itu sebagai jalan masuk ke underworld atau alam baka. Sebuah gua mungil dekat kuil Apollo adalah lokasi Plutonium yang diketahui memancarkan gas yang dapat menyebabkan kematian.

Seorang arkeolog yang berada di lokasi, Francesco D'Andria dari University of Salento mengumukan temuan tersebut dalam konferensi pers yang diadakan di Turki pada pertengahan Maret lalu, menurut La Gazzetta Del Mezzogiorno.

D'Andria mengatakan, pada Discovery News bahwa ia juga menemukan reruntuhan kuil, yakni sebuah kolam yang digunakan para peziarah kuno dan beberapa anak tangga. 

"Kami dapat melihat bahwa gua tersebut memiliki gas mematikan. Sejumlah burung tewas saat hendak mendekati pintu masuk gua akibat uap karbondioksida," tambah D'Andria menurut Discovery News.

Austin Considine dari VICE menjelaskan bahwa gua tersebut merupakan fenomena alami yang dapat ditemukan di tempat-tempat lain di dunia. Fenomena tersebut terjadi akibat retakan kerak bumi.

Hierapolis, yang berlokasi di dekat kota modern Turki, Pamukkale telah diresmikan sebagai salah satu situs warisan dunia oleh UNESCO dan menarik lebih dari 1,5 juta wisatawan setiap tahunnya. Francesco D'Andria telah menggali dan meneliti area tersebut selama bertahun-tahun.

“Orang Pendek” Sumatera: Manusia atau Kera?


VIVAnews--Hampir setiap hari para polisi hutan di Taman Nasional Way Kambas, Lampung, berjalan kaki menyusuri hutan perawan di wilayah seluas 125 ribu hektar. Itu tugas rutin, berpatroli mengawasi tiga area besar taman konservasi, Way Kanan, Way Bungur, dan Kuala Penet. Setiap area itu dibagi lagi menjadi empat resor. 

Mereka menjaga taman nasional dari pembalakan liar, atau perburuan liar. Hutan di Way Kambas adalah tempat konservasi badak, harimau sumatera, dan juga gajah. Di sana bahkan ada sekolah gajah pertama di Indonesia.

Sekali patroli, para polisi hutan itu bisa berjalan kaki selama dua pekan, atau bahkan sebulan. “Mereka membawa makanan, dan juga tenda”, ujar juru bicara Taman Nasional Way Kambas, Sukatmoko kepada VIVAnews. 

Tapi satu regu patroli di resor Rawa Bunder, Way Kanan, menemukan hal mengejutkan pada Ahad, 17 Maret 2013 lalu. Di petang hari itu, di saat tubuh mulai lelah, tujuh polisi hutan terperangah: ada sekelompok makhluk mirip manusia namun ukurannya lebih kecil melintas di rawa.

Mereka sontak terkesiap. Para polisi hutan dan kelompok “orang pendek” itu berhadap-hadapan dengan jarak sekitar 30 meter. Kaget, dan tak menyangka bersua makhluk aneh, para polisi hutan itu terpacak diam. Hening. Sekejap kemudian, gerombolan “orang pendek” itu berlari masuk ke dalam rimbun hutan. Hilang.

Barulah para polisi hutan sadar, seharusnya mereka mengabadikan gambar “orang-orang pendek” itu. Mereka hanya bisa mengingat “orang-orang pendek” itu bertelanjang, sebagian memegang kayu berbentuk tombak, dan bahkan ada yang menggendong bayi. Diduga saat itu, mereka sedang mencari ikan atau mencari air minum.

Penasaran dengan apa yang mereka lihat, tiga hari kemudian, grup itu kembali berpatroli di tempat sama. Tim sengaja memilih waktu persis saat mereka bertemu makhluk aneh, menjelang malam. Dan betul, “orang-orang pendek” yang dihitung lebih dari sepuluh orang itu terlihat lagi. “Suasana dan lokasinya sama saat petugas patroli melihat yang pertama dan yang kedua,” kata Sukatmoko. Namun, lagi-lagi, polisi kalah cepat memotret mereka.

Dari penampakan kedua ini, tim memastikan, penampilan “orang-orang pendek” itu seperti manusia purba. “Mereka tidak memakai baju, berambut gimbal panjang dan memegang tombak kayu panjang. Tidak bisa juga dibedakan yang masih dewasa atau anak-anak, namun petugas kami melihat ada di antaranya seperti yang perempuan sedang menggendong bayi,” Sukatmoko menambahkan.

Hari itu juga, polisi hutan Taman Nasional memasang 15 kamera pengintai bersensor inframerah di sekitar lokasi itu. Kamera ini biasa digunakan untuk menangkap gambar aktifitas satwa liar, dan bisa menangkap objek bergerak yang melewatinya baik siang maupun malam.

“Nanti kalau sudah ada bukti secara visual kami baru bisa bicara. Karena selama ini kami hanya mengandalkan bukti penglihatan mata petugas, maka kami saja belum berani melaporkannya ke kementerian kehutanan secara resmi,” kata Sukatmoko.

Ini sebetulnya bukan kali pertama “orang-orang pendek” itu terlihat. Pada 1995, satu regu pendaki di Gunung Singgalang pernah bersua dengan makhluk serupa yang dilihat para polisi hutan di Way Kambas. Denni, seorang anggota pendaki itu, menghubungi VIVAnews setelah berita temuan “orang-orang pendek” itu dimuat di media. “Saya pernah melihat ‘orang pendek’”, ujarnya.

Dia berkisah, pada suatu pagi, dia mendaki gunung setinggi 2.887 meter itu. Sekitar pinggang gunung, di sebuah kawasan yang agak datar, tiba-tiba Denni dan temannya kaget campur takjub melihat sepasang makhluk seperti monyet tapi berjalan dengan dua kaki. Tangannya mengayun khas seperti manusia. “Bulunya berwarna emas, berjalan tegak, berpegangan tangan,” kata Denni. Denni dan temannya berhenti berjalan, lalu mengamati.

Tinggi makhluk tak berekor itu sepinggangnya atau kira-kira 1 meter. Sepasang makhluk itu berjalan kira-kira 30 meter di dekat mereka berdua. Semua badannya berbulu, kecuali mukanya. Bulu di kepalanya sedikit lebih panjang. “Mukanya agak rata,” kata Denni.

Meski perawakan seperti manusia, namun bulu tipis di sekujur badannya membuatnya tampak lebih seperti monyet daripada manusia, kata Denni.

Karena tak pernah melihat makhluk macam itu sebelumnya, Denni yang menenteng kamera saku pun bergerak cepat hendak memotret. Namun seperti tahu mau dipotret, kedua makhluk itu bergerak lebih cepat, menghilang di balik rimbun pepohonan. Dia gagal mengambil gambar dari temuan langka itu.


“Orang Pendek” Kerinci

Tapi Deborah Martyr, perempuan peneliti asal Inggris yang beberapa kali menyaksikan ”orang pendek” di Taman Nasional Kerinci Seblat, meragukan makhluk yang dilihat polisi hutan di Way Kambas adalah “orang pendek” yang sama.

Debbie, begitu panggilan perempuan itu, menyatakan “orang-orang pendek” yang dilihatnya di sejumlah hutan di Jambi, Bengkulu dan Sumatera Barat umumnya soliter, tidak bergerombol lebih dari tiga orang.

“Saat melihat ‘orang pendek’, dia hanya sendiri. Tidak pernah saya melihat mereka berkelompok hingga belasan,” kata Pemimpin Tim Fauna & Flora International's Tiger Protection & Conservation Units di Sumatera itu. (Baca juga bagian 4—Wawancara Debbie Martyr)

Perkenalan Debbie dengan “orang pendek” dimulai dari tahun 1989, ketika dia saat itu bekerja sebagai jurnalis sebuah media di Inggris, dan berlibur ke kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat yang membentang di empat provinsi yakni Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan.

Saat itu, Debbie mendengar kisah Orang Pendek. Dia pun penasaran. Namun baru tahun 1994, Debbie bersama Jeremy Holden dari Fauna dan Flora International-IP dan Achmad Yanuar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menggelar Project Orang Pendek.

“Awalnya saya juga beranggapan sama, itu hanya mitos. Namun setelah melihat, saya yakin itu bukan mitos,” katanya saat diwawancara jurnalis VIVAnews, Eri Naldi dan Arjuna Nusantara, di kediamannya di Sungai Penuh, Jambi, Rabu 27 Maret 2013.

Debbie pertama kali melihat “orang pendek” tahun 1994 di kawasan Gunung Tujuh dan kemudian di Gunung Kerinci, masih di Taman Nasional Kerinci Seblat. Tahun 1995, saat memasuki bagian Sumatera Barat dari taman nasional itu, di Solok Selatan, kembali Debbie melihat makhluk soliter ini. Tahun itu juga dia kembali menyaksikan makhluk itu di hutan lindung di perbatasan Sumatera Barat dengan Sumatera Utara. Terakhir, pada 1996, Debbie melihatnya lagi di sebuah hutan produksi di Mukomuko, Bengkulu, dan di Tapan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Namun tak satu pun yang berhasil dipotretnya. Padahal mereka sudah memakai kamera pengintai paling canggih yang biasa memotret harimau sumatera. Alhasil, tim penelitian ini lebih banyak mengandalkan penelitian berdasarkan pandangan mata saksi, termasuk mereka sendiri.

“Badannya agak besar, tinggi sekitar 130 cm. Warna kulitnya madu tua, bulu di kepala sedikit tebal. Perawakan wajahnya hampir sama dengan orangutan tapi tidak mirip dengan manusia,” kata Debbie menceritakan ciri-cirinya, mirip seperti yang dilihat Denni di Gunung Singgalang.

Yanuar yang meraih gelar master dari Universitas Cambridge, Inggris, atas penelitian primata di Kerinci ini juga mengalami hal yang sama, hanya bisa melihat namun tak bisa mengabadikan gambar “orang pendek” ini. Bahkan Yanuar lebih dulu melihat “orang pendek” ini daripada Debbie. Kali pertama, seperti diungkapkannya dalam sebuah laporan terkait Project Orang Pendek, adalah di Provinsi Lampung di tahun 1993.

“Jelas sekali berjalan dengan dua kaki, memperlihatkan ayunan tangannya,” kata Yanuar. “Warna (bulu)nya coklat agak keemasan.”

Meski tak mendapatkan gambar meyakinkan, Project Orang Pendek ini berhasil mengumpulkan spesimen rambut, feses, jejak telapak kakinya, serta bentuk pemukimannya. Rambutnya kemudian ada yang dikirim ke Inggris untuk diekstrak DNA-nya. Jejak kaki juga dicetak, memperlihatkan lekuk seperti telapak kaki manusia, namun lebih pendek, lebih lebar dan jempolnya agak besar dan mencelat.

“Jempol menonjol keluar dan beban sepertinya dibagi rata untuk menghasilkan kombinasi kera besar dan manusia. Saya mencatat beberapa persamaan, berdasarkan bentuk kaki,” Yanuar menulis di laporan riset.

Satu kali, dalam riset lapangan, tim sempat mendapatkan feses segar “orang pendek”. Baunya seperti feses manusia. Analisis atas feses ini, disimpulkan orang pendek itu adalah omnivora meski lebih banyak memakan sayur, buah-buahan dan akar-akaran. Orang pendek juga memangsa serangga seperti ulat pohon dan larva. “Tapi sepertinya dia tidak makan cabai,” kata Debbie lalu tertawa.

Kemudian tim juga mengumpulkan hasil wawancara dengan penduduk yang pernah bertemu makhluk itu. Narasumber ini macam-macam pekerjaannya, 57 persen petani, 18 persen pemburu atau pengumpul gaharu, 14 persen pegawai pemerintah, 4 persen ahli kehutanan dan lainnya sekitar 8 persen.

Ada variasi penampakan “orang pendek” di mata narasumber riset. Ada yang melihatnya berjalan dengan empat kaki, tapi umumnya dua kaki. Tapi semuanya konsisten melihat makhluk ini berjalan di atas tanah, tak ada yang melayang dari pohon ke pohon seperti dilakukan kera, beruk atau orangutan.

Sementara warna bulu di badannya, umumnya berwarna coklat meski ada sedikit yang melihatnya kemerahan atau keemasan. Bulu di kepala lebih panjang dan tebal, sementara di bagian dada dan perut lebih tipis sehingga memperlihatkan warna kulit mereka.

Umumnya mereka ditemui sedang berjalan, kemudian makan, dan sedikit yang bertemu sedang berbaring. Sementara tinggi badan, ada yang melihat di bawah 1 meter, namun ada yang sampai 130 sentimeter. (Lihat Bagian 2—Infografik)

Narasumber ini tersebar di sepanjang Bukit Barisan dari utara Sumatera Barat sampai ke selatan Bengkulu, baik dari dataran rendah sampai pegunungan di atas 1.000 meter di atas permukaan laut. Penamaannya pun beragam.

Di Sumatera Barat, “orang pendek” itu juga dikenal sebagai Si Bigau. Di Jambi sendiri, selain disebut Uhang Pandak (dialek lain dari ‘Orang Pendek’), juga disebut Antu Pandak dan Si Gugu.

William Marsden, yang menghabiskan masa mudanya di Sumatera antara tahun 1754 sampai 1836, sudah menyinggung soal Si Gugu ini dalam bukunya berjudul “History of Sumatra”. Dalam buku edisi tahun 1811, Marsden yang juga dari Inggris menceritakan bahwa di antara Palembang dan Jambi, ada dua suku yang hidup di hutan yakni suku Kubu dan Gugu. Gugu, dijelaskan Marsden, kecil dan berbulu di sekujur tubuhnya.

Seorang warga Sungai Penuh, Kerinci, Iskandar Zakaria, adalah salah satu warga yang percaya dengan keberadaan Orang Pendek. Di tahun 1990-an akhir, Iskandar yang kini berusia 71 tahun melihat betul Orang Pendek. Saat itu, Iskandar memang sengaja menjelajah hutan di kaki Kerinci dengan niat mencari makhluk legenda itu.

Di hari ketiga pencariannya, menjelang Subuh, Iskandar yang saat itu mau buang air besar di pinggir sungai di sebuah perkebunan melihat yang dicari-carinya. Orang Pendek terlihat turun dari bukit menuju sungai. "Saya terkejut dan hanya bisa diam saja. Karena, Uhang Pandak itu berjalan tepat di hadapan saya. Pada saat itu jaraknya hanya sekitar dua atau tiga meter saja dari saya," katanya.

"Pada saat melintas di depan saya, Uhang Pandak ini melirik saya. Kejadian itu cepat sekali. Karena, setelah melintas di hadapan saya, Uhang Pandak hilang ke dalam hutan lagi," katanya.

Dari pengamatan itulah, Iskandar menyatakan, wajah Orang Pendek sama sekali tidak menyerupai manusia. Sekujur tubuh mahluk dengan ketinggian sekitar 80 sentimeter ini ditutupi bulu seperti orangutan. Dan satu hal lagi, dia berjalan dengan telapak kaki ke depan, bukan terbalik seperti selama ini menjadi mitos di masyarakat

"Tempat tinggal Uhang Pandak ini semak rimbun. Makanannya kulit kayu yang ada di hutan. Karena, dari yang saya temui di sekitar tempat tinggal Uhang Pandak ini banyak bekas kupasan kulit kayu," katanya.


Kera atau Orang?

“Mereka tergolong primata, bukan manusia,” kata Debbie yakin, saat ditanya soal klasifikasi “Orang Pendek” ini. Orang Pendek, kata Debbie, adalah primata yang belum tercatat dalam ilmu pengetahuan.

“Asumsi saya dia lebih dekat ke Siamang. Mereka tidak berkelompok tapi tumbuh dalam keluarga kecil—satu ibu dan anak-anak tanpa pejantan.” Karena asumsi inilah Debbie meragukan gerombolan yang di Way Kambas adalah “Orang Pendek” yang sama dengan yang ditelitinya bertahun-tahun.

David Chivers, ahli primata dari Universitas Cambridge, telah menganalisis jejak telapak kaki yang dikumpulkan Debbie dan kawan-kawan. “Sangat tak biasa, karena mereka merupakan campuran karakter dari semua jenis kera dan manusia,” kata Chivers seperti dilansir majalahEdge Science edisi #7, April-Juni 2011. “Mereka punya jari yang lebih pendek, hampir seperti manusia.” Antropolog biologis dari Universitas Idaho, Jeff Meldrum, juga melihat jejak kaki itu menandakan bipedalisme atau berjalan dengan dua kaki.

Sementara analisis atas DNA rambut, ahli hewan Hans Bruner dari Universitas Deakin, Australia, menyatakan rambut itu milik primata tak dikenal. Tahun 2010, jebolan genetika Universitas Oxford Tom Gilbert melakukan tes DNA sendiri atas rambut tersebut. Peneliti di Centre for GeoGenetics, bagian dari Natural History Museum of Denmark, itu menyatakan DNA makhluk itu adalah manusia, atau setidaknya berhubungan dekat dengan manusia. Jika pendapat ini diterima, “orang pendek” bisa berdiri sejajar dengan Homo neanderthal, Homo floresiensis dan Homo sapiens alias masuk jajaran “manusia”. (Baca juga Bagian 3—Berburu “Hobbit” di Gua Flores)

Lembaga riset genetika di Indonesia, Eijkman Institute for Molecular Biology sendiri skeptis dengan status manusia atas “orang pendek” ini. Deputi Direktur Lembaga Eijkman Prof Herawati Sudoyo menyatakan, pertanyaan soal genetika “orang pendek” belum bisa dijawab karena tak ada gambar yang jadi bukti keberadaan mereka. Jika keberadaannya sudah pasti, barulah kemudian bisa lanjut kepada pengambilan sampel DNA, kata Herawati.

Soal gambar dan habitat “orang pendek” inilah yang menjadi pekerjaan bertahun-tahun sejumlah pemerhati flora dan fauna. Fauna Flora International (FFI) yang melakukan monitoring harimau sumatera di Taman Nasional Kerinci Seblat belum pernah mendapat gambar “orang pendek” dari seratusan kamera trap yang terpasang di enam lokasi sejak tahun 2004.

“Jika memang ada, mungkin sudah tertangkap kamera pengintai kami,” ujar Yoan Dinata, Manager FFI areal Sumatera Barat pada VIVAnews.

“’Orang pendek’ itu sepertinya punya kemampuan mendeteksi benda listrik,” kata Suwandi Ahmad, yang pernah membantu dokumentasi tim Debbie saat mengumpulkan data “orang pendek”. “Indra pendengaran dan penciuman mereka sepertinya tajam sekali,” kata Suwandi.

Dia lalu menceritakan sebuah kisah unik seorang fotografer alam bebas yang sudah delapan bulan mengikuti Debbie, berusaha memotret “orang pendek”. “Setelah delapan bulan, pada suatu saat, baterai kameranya habis, dia lalu mengganti baterenya,” kata Suwandi. “Saat itulah, beberapa “orang pendek” datang mengerubungi fotografer itu. Dia gemetaran saat mengisi baterai, namun ketika sudah terisi, ‘orang pendek’nya pergi lagi. Seminggu lamanya setelah itu si fotografer ngambek,” kata Wandi tertawa.

Dosen Biologi Universitas Andalas, Dr. Wilson Novarino, salah satu ilmuwan yang yakin akan keberadaan “orang pendek”, menyebut insting makhluk menghindari dari manusia itu mungkin bagian dari kunci survivalnya. “Karena kondisinya yang sangat sensitif dan tidak mau bertemu manusia, bisa jadi populasinya semakin mengerucut,” kata Wilson.

Orang Pendek, kata Wilson, sangat besar kemungkinan salah satu dari banyak hewan yang masih misterius. Hingga kini baru 1,9 juta spesies telah teridentifikasi. Dalam studi yang dipublikasikan Selasa, 23 Agustus 2011 di jurnal PLoS Biology, ilmuwan menghitung ada nyaris 8,8 juta spesies di Bumi. Dari jumlah itu, 6,5 juta berada di daratan dan 2,2 juta di lautan. Kerajaan hewan mendominasi dengan 7,8 juta spesies, fungi (jamur) sekitar 611.000 dan tanaman sekitar 300.000 spesies.

Jika benar ada 8,8 juta spesies, "Itu angka yang brutal," kata Direktur Eksekutif Ensiklopedi Kehidupan, Erick Mata. "Kita bisa menghabiskan waktu 400 sampai 500 tahun untuk mendokumentasikan spesies yang benar-benar hidup di planet kita," katanya.

Bisa jadi, “orang pendek” adalah salah satu makhluk yang masih luput terdata itu. (np)