بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Belasan RS Mundur dari Program KJS Andalan Jokowi. Ada Apa?
Go Green

Clock Link

Sunday, May 19, 2013

Belasan RS Mundur dari Program KJS Andalan Jokowi. Ada Apa?


VIVAnews - Program Kartu Jakarta Sehat, atau yang populer disebut KJS, kembali bermasalah. Alih-alih ingin menjamin biaya kesehatan sekitar 4,7 juta warga miskin dan rentan miskin di Ibu kota, belasan Rumah Sakit yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta justru merugi.

Sebanyak 16 RS dari 92 RS yang terintegrasi dengan KJS, menyatakan mundur. Dua RS telah menyampaikan surat resmi, yakni RS Thamrin dan RS Admira. Sementara 14 lainnya baru menyatakan secara lisan. Hal tersebut diungkapkan dalam rapat antara Komisi E bidang Kesehatan DPRD DKI, Dinas Kesehatan DKI, dengan pihak RS di kantor DPRD pada Kamis, 16 Mei 2013 lalu.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati mengatakan pengunduran diri belasan RS ini disebabkan oleh klaim biaya penanganan kesehatan yang sangat minim. Padahal, menurutnya, tarif tersebut merupakan kesepakatan antara Kementerian Kesehatan dan RS.

"Ada rumusannya yang tertuang dalam sistem Indonesia Case Based Groups (INA CBG) yang selama ini diterapkan dan ditawarkan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS), yang buat rumusannya Kemenkes dan RS," kata Dien kepada VIVAnews, Minggu 19 April 2013.

Untuk menyelesaikan masalah ini segera, kata Dien, tentu harus ada diskusi dan evaluasi dari kedua belah pihak. Apalagi, DKI Jakarta, ditunjuk sebagai pilot project program BPJS 2014. Dien tak ingin masalah ini kemudian membuat program BPJS terkendala di kemudian hari.

"Kalau sekarang ada masalah, maka harus segera diselesaikan supaya tak ada lagi masalah jelang BPJS 2014. Kemenkes dan RS harus duduk bareng lagi, ditinjau lagi masalahnya. Karena sama sekarang masihdebatable," tuturnya. 

Dien tak menampik banyak RS merugi dan terpaksa nombok akibat program KJS andalan Gubernur DKI Joko Widodo ini. Dia menyadari ada beberapa pola penerapan di lapangan yang belum sempurna.

"Yang mesti dibahas adalah prosentase kerugiannya. Tidak semua kasus penyakit harus dibebaskan, misalnya orang tidak sakit, minta kontrol, itu tidak diperkenankan dan harus dikendalikan," ungkap dia.

Menurutnya, selama KJS diberlakukan sistem rujukan dan pembiayaan sebenarnya sudah terkontrol. Kini pasien KJS sudah tahu bahwa harus berobat ke Puskesmas lebih dulu untuk kemudian dirujuk ke RSUD atau RS Swasta, tidak bisa langsung ke RS menggunakan KJS. 

Akan tetapi, tak dapat dipungkiri, minimnya tenaga medis, khususnya dokter spesialis di RS seringkali menjadi kendala. "Manajemen di dalam (rumah sakit) masih perlu diatur," ujar Dien.

Dis menilai penambahan RS yang terintegrasi dengan program KJS tidak diperlukan. Jika terlalu banyak, kata dia, justru nantinya akan memberatkan kelanjutan penyempurnaan program ini. 

"Kita evaluasi, RS yang melayani dari 92 tadi yang optimal mana. kalau tidak optimal, ya sudah, lebih baik tidak usah. RS yang nakal-nakal ngapain dipertahankan. Bikin pusing saya. Yang salah siapa, yang dikejar-kejar wartawan saya kan akhirnya. Itu yang harus dipikirkan. Kalau tidak profesional hanya cari untung saja, ya tidak usah lah," katanya.

Guna mencari solusi atas masalah ini, Dinkes DKI akan menggelar rapat dengan pihak Kemenkes. "Rencananya Selasa besok kami akan sowan ke Kemenkes," tutur Dien.

Sementara, 16 RS yang mengundurkan diri dari program KJS semuanya adalah RS swasta. Antara lain RS Thamrin, RS Admira, RS Bunda Suci, RS Mulya Sari, RS Satya Negara, Paru Firdaus, RS Islam Sukapura, RS Husada, RS Sumber Waras, RS Suka Mulya, RS Port Medical, RS Puri Mandiri Kedoya, RS Tri Dipa, RS JMC, RS Mediros, dan RS Restu Mulya.


Tarif Kedaluwarsa

Kepala Unit Pelaksana Teknis Jamkesda Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI, Yudhita Endah Primaningtyas, kepadaVIVAnews, mengatakan pengunduran diri 16 RS dilakukan atas alasan ketidakcocokan tarif. Belasan RS tersebut, menurutnya, kewalahan menutupi biaya operasional dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada jutaan warga miskin di ibukota. Tarif itu harus dikoreksi ulang.

Dita, begitu biasa dirinya disapa, mengakui bahwa selama ini terjadi kesalahan karena masih menggunakan tarif operasional dengan penghitungan tahun 2009. Tentu saja, tarif tersebut tidak dapat berlaku untuk biaya operasional tahun ini.

"Jelas harus banyak sekali diperbaiki karena tidak sesuai dengan harga sekarang. Harga obat saja dalam setahun bisa terjadi 2-3 kenaikan," ungkapnya.

Menurut Dita, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, bersama dengan Dinkes DKI akan mengevaluasi keluhan sejumlah RS mengenai program KJS ini. Untuk itu, dirinya meminta seluruh RS yang tergabung dalam program KJS untuk bersabar menunggu hasil evaluasi yang akan disampaikan oleh Wagub.

"Kami lihat hasil evaluasi ini, akan ada kebijakan yang arahnya untuk perbaikan tarif," kata dia. Hasil evaluasi itu rencananya akan diumumkan akhir bulan ini.

Sementara, Anggota Komisi E Bidang Kesehatan DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo, yang menerima pihak RS pekan lalu, menyebutkan bahwa belasan RS yang mundur dari program KJS tersebut mengeluhkan sistem pembayaran oleh Pemprov DKI melalui PT Askes. Sistem ini, kata dia, berbeda dengan sistem sebelumnya yang diterapkan Dinas Kesehatan dalam membayar klaim rumah sakit.

"Sistem yang lama, agak lama klaimnya cair, tapi jumlahnya lebih sesuai dengan kebutuhan RS. Kalau yang sekarang lebih ketat, volume pembiayaannya lebih rendah, pihak RS merasa ada selisih biaya, jadi mereka terpaksa nombok," kata Dwi Rio.

Menurutnya, dalam pertemuan itu, pihak RS menyampaikan permintaan untuk difasilitasi dan Kemenkes lebih tegas, sehingga realisasi tarif KJS di DKI sesuai dengan kondisi yang ada. Sebab, implementasi dan realisasi dari PT Askes di lapangan tidak sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.

Sedangkan, untuk masalah premi, menurut Rio, tidak ada masalah, karena sudah diberikan di atas permintaan sebesar Rp22.800. Seluruh RS yang tergabung dalam program KJS diberikan premi sebesar Rp23 ribu.

Komisi E DPRD DKI telah merekomendasikan untuk kembali mengadakan pertemuan guna membahas masalah KJS yang masih terus disempurnakan ini. "Kami akan konsolidasikan, dan kami minta untuk hadirkan pihak Kemenkes sebagai pihak regulasi ketentuan Askes. Kemenkes bisa datang untuk mengakomodasi keluhan dalam masalah ini," ujar dia.

Terkait hal ini, Yudhita mengatakan, Dinas Kesehatan bersama dengan Wakil Gubernur DKI akan kembali menggelar pertemuan dengan PT Askes pada akhir bulan ini. DKI akan menverifikasi layanan PT Askes.

"Kita mau lihat dari total tagihan yang diklaim PT Askes, klarifikasi seperti apa. Janji Pak Gubernur kan 12 hari langsung cair pembayarannya, kita lihat 12 hari tadi sudah bisa direalisir atau tidak," ujarnya.

Dita menuturkan PT Askes sudah menyanggupi dan perjanjian tersebut tertuang dalam kontrak kerja. "Askes dalam 12 hari siap membayar. Askes sepertinya menyanggupi. Cuma kalau kita hitung dari April, harusnya 12 Mei sudah ada pembayaran. Kami akan evaluasi proses penjaminan sampai pembayaran," katanya.


Evaluasi KJS

Wakil Gubernur DKI mengatakan segera mengevaluasi sistem Indonesia Case Based Groups (INA CBG) yang selama ini diterapkan dan ditawarkan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS). Sistem ini memuat tarif terkait program KJS yang disepakati Kemenkes dengan pihak RS.

"Evaluasi untuk membuktikan sistem INA CBG yang dipakai BPJS tidak bisa menutupi kebutuhan biaya perawatan pasien KJS," ucap Ahok, panggilan akrab Wakil Gubernur DKI, Jumat lalu. 

Selain itu, pemprov akan mengevaluasi premi kesehatan KJS sebesar Rp23 ribu per orang setiap bulan. Angka premi tersebut lebih besar dibandingkan hitungan premi BPJS sebesar Rp22.800 serta pemerintah pusat sebesar Rp15.700 per orang setiap bulannya.

Dia mengatakan bahwa sebenarnya Pemprov DKI ragu menetapkan besaran premi Rp23 ribu per bulan. "Menurut hemat kami, seharusnya premi kesehatan warga Jakarta sebesar Rp50 ribu per bulan. Sehingga, relawan mencoba melaksanakan sebesar Rp23 ribu, tapi itu saja teriak," ujar dia.

Dalam waktu dekat Pemprov DKI akan memanggil semua pihak yang terlibat dalam penerapan sistem INA CBG dan penetapan angka premi untuk melakukan evaluasi. "Jangan sampai dengan premi sebesar Rp23 ribu mengakibatkan BPJS Kesehatan Indonesia menjadi tidak jalan."

Dia juga mengimbau rumah sakit mitra program KJS agar bersabar sambil menunggu tahap evaluasi dan penghitungan nilai premi yang tepat rampung. 

"Tunggu dua bulan ke depan, kami akan hitung berapa biaya, baru bertemu dan bicara disertai data akurat. Kami akan bicarakan tarif program KJS," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.


Belum Sempurna

Seiring perjalanan program KJS yang diluncurkan sejak 10 November 2012 silam ini, Gubernur DKI Joko Widodo sempat mengakui bahwa program ini masih belum sempurna. Program ini ditujukan untuk 4,7 juta rakyat miskin dan rentan miskin di Jakarta. Itu artinya, 92 RS yang terintegrasi dengan KJS harus mampu menangani hampir setengah jumlah penduduk Jakarta.

Sejak program KJS diterapkan, Dinkes DKI mencatat total kenaikan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jakarta mencapai hampir 70 persen.

Buntutnya, ruang-ruang rawat inap menjadi penuh dan banyak warga tak tertampung. Menurut dia, melonjaknya pasien di rumah sakit salah satunya dipicu perilaku masyarakat yang meloncati mekanisme program KJS. Apalagi semua warga pemegang KJS dapat ke rumah sakit dengan bekal surat rujukan dari puskesmas.

Namun, hal itu tak diindahkan. Masyarakat mencari cara untuk langsung mendapatkan layanan rumah sakit tanpa membawa surat rujukan dengan cara datang malam hari dan memberi alasan puskesmas sudah tutup. KJS belakangan juga disorot karena ada pasien yang meninggal akibat tidak mendapat penanganan rumah sakit. Pasalnya, ruang perawatan kelas III di banyak rumah sakit penuh. 

Jokowi tak menampik bahwa masih ada beberapa kelemahan dalam program ini, seperti manajemen yang belum baik, sistem pembayaran yang lama, dan infrastruktur yang belum mendukung. Namun, mantan Walikota Solo ini bersikeras melanjutkan program ini, dengan dalih kekurangan-kekurangan sistem akan diperbaiki sehingga bisa memaksimalkan fungsi kartu tersebut.

Bukan hanya Jokowi yang menyadari kekurangan program ini, bahkan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi terang-terangan menyebutkan bahwa Jakarta tidak siap menerapkan program KJS. Sebab fasilitas layanan rumah sakit kelas 3 di iIbukota minim. Selain itu, peserta KJS juga banyak dari daerah penyangga Jakarta, seperti Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi.

Nafsiah Mboi akan mengevaluasi program KJS tersebut. Meski dinilai bermasalah, Menkes akan membantu Jakarta menyediakan tambahan tempat tidur kelas 3 di setiap rumah sakit. Sebab idealnya Jakarta harus mempunyai 9 ribu tempat tidur kelas 3.

Dinkes pun menyampaikan keluhan kurangnya tenaga medis di sejumlah puskesmas dan RS kepada Jokowi. Kurangnya tenaga medis dirasa menjadi salah satu kendala dalam melayani kesehatan masyarakat.

Untuk meningkatkan pelayanan kapasitas dan kompetensi dokter umum, Pemprov DKI berencana menempatkan tenaga medis dengan tingkat pendidikan S1 di puskesmas dan RSUD. Dalam penambahan tenaga medis, DKI juga bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Saat ini, Dinkes DKI Jakarta memiliki 22 puskesmas rawat inap dengan 160 tempat tidur. Rencananya penambahan laboratorium yang lebih canggih juga akan dilakukan supaya bisa memeriksa penyakit pasien secara lebih detail.

No comments:

Post a Comment