بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Simbol Keharmonisan di Jakarta
Go Green

Clock Link

Monday, August 6, 2012

Simbol Keharmonisan di Jakarta



JAKARTA IS BEAUTIFUL


Kadang saya suka bingung sendiri... ada, lho orang yang lahir di Jakarta, tapi selama hidupnya nggak pernah ke Monas! Memang, sih banyak Mall di ibukota kita, tapi nggak bosan ke Mall terus yang isinya gitu-gitu aja? Kalau saya, sih lebih memilih untuk traveling ke tempat-tempat yang orang jarang kunjungi. 

Setelah membaca sebuah buku travel, saya baru sadar betapa pentingnya landmark suatu kota itu bagi turis. Monas di Jakarta bagaikan Eiffel di Paris dan Colosseum di Roma. Bila mereka belum ke Monas, berarti mereka menganggap dirinya belum pernah ke Jakarta.

artikel: 
Pertengahan April 2012, saya dapat waktu senggang beberapa hari. Liburnya sedikit dan tidak bisa pergi jauh-jauh, kali ini saya coba untuk explore ke icon Jakarta yang sudah tak asing lagi, Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Sebelumnya saya memang belum pernah kedua tempat itu. Berhubung saya anak kos yang hidupnya nggak jauh dari sederhana (kata halus dari pelit), tentu saya memilih kendaraan umum sebagai teman jalan yang setia. Dengan berbekal info jalan dari internet dan tanya-tanya orang, maka dimulailah traveling kecil ini.

okasinya mudah sekali untuk dijangkau bagi agan2 yg sering naik busway. 

Bila agan berada di Pulogadung, Lebak Bulus, atau daerah lainnya sekitar Jakarta, agan tinggal mnuju ke halte busway setempat :

Pulogadung - Harmoni

Lebak Bulus - Harmoni

Pastikan agan transit dulu di Harmoni n lanjut naik busway lagi menuju Ancol. Turun di halte Juanda, kira2 cuma 1 pemberhentian dari Harmoni. 

Dari Terminal Grogol saya naik TransJakarta menuju Harmoni (Kebetulan saya dr sekitar Palmerah). Di Harmoni turun bus dan kembali mengantri bus jurusan Ancol yang akan melewati Halte Juanda. Sama seperti biasa, hari apa saja Halte Harmoni selalu tampak dipenuhi “lautan” manusia. Beberapa ada yang tidak sabar dan mendorong penumpang lain secara paksa, sehingga tidak heran sering terdengar kalimat, “Jangan dorong-dorong, donk!”

Begitu sampai di Halte Juanda, kubah Masjid Istiqlal yang megah dapat terlihat dari jarak yang tidak cukup jauh.

Penampakan pagar depan Masjid: 




Turun dari halte, saya lanjutkan dengan menapaki zebra cross menuju pelataran Masjid. Tanpa keraguan sedikit pun saya masuk begitu saja melewati pagar besar dan sampai di halaman Masjid. Terlihat anak-anak kecil sehabis ngaji berlarian dengan senangnya (pikiran sotoy). Sampailah saya di depan gedung masjid dengan pintunya yang terbuka satu. Dengan modal nekat saya nyelonong masuk, tiba-tiba ada suara cukup keras,

“Hei!”

Saya pun menoleh ke arah suara dan melihat seorang bapak berkumis tebal.

“Mau kemana dan dari mana?” tanya si bapak itu.

Saya pun dengan sontak menjawab, “Saya traveler dari luar pulau mau lihat-lihat masjid.” (DANG!! Dan itulah kebohongan pertama saya di masjid)

Lupakan hal itu dan kembali lagi ke masjid. Saya dipersilakan masuk, namun sebelumnya lepas dahulu alas kakinya dan titipkan barang-barang di tempat penitipan. Setelah tanya si penjaga, ternyata bagi yang non-Muslim harus dibimbing oleh guide selama tour dalam masjid. Sebelum memulai tour, saya disuruh mengisi dulu buku tamu. Betapa herannya saya setelah melihat list dan membolak-balik halaman, ternyata banyak turis asing dari berbagai penjuru dunia pernah ke masjid ini. Nama saya saja di bawah deretan turis-turis dari Belgia, Jepang, Korea, Swedia, dll. Rata-rata mereka berumur 20-30-an.

Tour dimulai dengan naik ke lantai 2. Guide memperkenalkan dirinya, “Saya Shakhlan.” begitulah yang keluar dari mulutnya (entah tulisannya benar atau enggak). Ia seorang bapak yang sudah lama menjadi guide di masjid ini dan bisa menguasai bahasa Inggris dan Prancis. Begitu juga saya memperkenalkan diri saya. Sambil berjalan, bapak memberikan info bahwa 5 tingkat masjid ini melambangkan 5 rukun Islam. Di lantai 2 terlihat pelataran yang sangat luas dan sebuah menara masjid yang berdiri kokoh. Jumlah jendela menara sama dengan jumlah ayat di Al-Quran. Lantai di pelataran dibuat berpetak-petak sesuai dengan panjang Sajadah masing-masing jemaat.

Pelataran luas: 



Berdiri di atas ubin panas


Tour dilanjutkan ke interior dalam, dari balkon lantai 2 saya bisa melihat ke lantai 1 terdapat hamparan karpet merah yang sangat luas tempat jemaat bersembahyang, dan bila saya melihat ke atas, terdapat cekungan kubah nan megah. Diameter kubah dibuat 45 meter sesuai dengan tahun kemerdekaan negara kita. Interior masjid terasa sangat asri dan tidak panas karena ventilasi dibuat di setiap dinding gedung.
 Cekung kubah: 


Sayangnya, saya tidak diperbolehkan masuk ke pelataran sembahyang utama lantai 1. Info terakhir dari bapak, ternyata arsiteknya berasal dari Indonesia dan seorang Kristen. Maka selesai sudah tour singkat, namun menambah pengetahuan.





artikel 2: 

Sinar matahari terasa sangat menusuk kulit, tapi entah mengapa pada hari ini ia begitu “bersemangat” sekali. Belum lagi asap knalpot dan suara klakson yang saling bersahutan dari kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang menambah runyam-nya suasana siang itu. Namun saya mengesampingkan hal tersebut dan lebih enjoy pada traveling. Dengan menyebrang saja saya telah sampai di Gereja Katedral. Rindangnya pepohonan di halaman gereja sekilas membuat saya lupa bahwa saya berada di pusat kota Jakarta. Pengunjung ternyata tidak hanya saya saja pada tengah minggu itu. Ada yang datang khusus untuk berdoa, muda-mudi yang hunting foto, bahkan bule-bule yang sekedar berkunjung.





Setelah puas ambil beberapa foto di luar, saya masuk ke interior gereja. Wow, megah sekali arsitektur gereja ini layaknya gereja-gereja di Eropa! Menikmati karya seni sejarah dalam keadaan hening sambil merasakan hadirat Tuhan merupakan suatu pengalaman yang membuat hati saya teduh sejenak. Pada saat itu pula saya mengajak ngobrol seorang jemaat gereja. Darinya, saya mendapat info bahwa ada museum di lantai 2 yang pada hari ini tutup, apes banget!




UNTUK INFO MUSEUM GEREJA KATEDRAL

Museum terletak di balkon lt. 2, dan bermacam-macam bersejarah yang dipamerkan :

- Tongkat Paulus Paus VI yg dihadiahkan pada Uskup Agung Jakarta

- Teks Doa berbingkai

- Kasula

- Buku-buku

- Patung-patung

- Lukisan dan Foto

- dll.


Teks doa: 



Kasula: 



Buku: 


Museum Buka setiap hari Senin, Rabu dan Jumat
Pukul 10.00 - 12.00 WIB 

Puas keliling luar dan dalam gereja, saya kembali ke halaman gereja dan melihat masjid Istiqlal di seberang. Sungguh harmonis pemandangan ini, 2 gedung tua sebagai simbol agama berdiri kokoh dan damai di tengah ibukota ini. Saya jadi teringat harmonisnya Bukit Kasih di Kanonang, Manado.

No comments:

Post a Comment