بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Lima Alasan Menonton “Guardians of the Galaxy”
Go Green

Clock Link

Wednesday, August 20, 2014

Lima Alasan Menonton “Guardians of the Galaxy”

yahoo.com - Hanya dalam waktu beberapa bulan, “Guardians of the Galaxy” menghancurkan prediksi kegagalannya dengan menjadi salah satu film paling laris di musim panas Hollywood tahun 2014. Walaupun diangkat dari komik yang tidak banyak dikenal orang dan dibesut sutradara yang belum pernah menangani film blockbuster, “Guardians of the Galaxy” ternyata menjadi pertaruhan terbesar yang dimenangkan Marvel Studios setelah langkah berani mereka untuk memulai Phase One dengan “Iron Man” (2008).

Untungnya, berbekal reputasi positif yang telah mereka bangun melalui film-film Iron Man, Thor, Captain America, dan tentunya The Avengers, studio yang dipimpin Kevin Feige ini telah membuktikan bahwa mereka punya “brand power” yang cukup kuat untuk menarik penonton ke bioskop. Di luar sokongan para pendukung fanatiknya, kesuksesan yang mereka buktikan dengan gemilangnya pendapatan “Guardians of the Galaxy” di pasaran membuktikan bahwa para penonton awam sudah percaya bahwa logo Marvel Studios merupakan jaminan film superhero berkualitas.

Kalau Anda tidak sempat menyaksikan filmnya saat pemutaran tengah malam di minggu lalu dan belum yakin bahwa film besutan James Gunn ini adalah pilihan paling tepat untuk ditonton minggu ini, mari simak rekomendasi kami di bawah ini. Berikut adalah lima alasan menonton “Guardians of the Galaxy”.


Guardians of the Galaxy
Guardians of the Galaxy
1. Pertaruhan Marvel Studios

Ketika Marvel Studios mengumumkan film-film Phase Two yang terdiri dari “Iron Man 3”, “Thor: The Dark World”, “Captain America: The Winter Soldier”, “Guardians of the Galaxy”, dan “Avengers: Age of Ultron”, banyak tanda tanya yang melingkupi proyek film dari properti baru ini. Tetapi, Kevin Feige yang yakin bahwa Marvel bisa membuat film superhero apa saja asal didukung cerita yang tepat dan penggarapan maksimal tidak menjadikan keraguan para pengamat sebagai alasan untuk mencemaskan potensi filmnya.

Hal lain yang juga menjadi tantangan adalah maraknya produksi film-film adaptasi komik yang mulai banyak disambut dengan sinisme. Selain dianggap sebagai usaha mengeruk uang dengan mendompleng hype film-film superhero beberapa tahun belakangan, stempel “made by committee” juga membuat beberapa film dianggap tidak lagi punya sentuhan personal filmmaker-nya, dan hanya diarahkan untuk membangun sebuah franchise panjang bermodalkan properti milik studionya dengan pemanfaatan seluas-luasnya.

Marvel yang merupakan salah satu studio penghasil film-film superhero sukses pun juga menjalankan hal ini, meski kendalinya tidak sampai taraf ekstrem. Yang berbeda, Marvel di sana-sini ternyata masih menyisakan ruang untuk eksperimen dan berkelakar. Di masa di mana film-film superhero dibuat dengan hati-hati dan penuh kalkulasi, mereka justru berani menelurkan kisah dengan imajinasi liar dalam cerita petualangan yang penuh makhluk asing, planet-planet fantastis, jagoan yang kadar heroismenya dipertanyakan, seekor rakun pemarah, serta pohon yang bisa bicara. Dalam pasar yang penuh dengan film-film superhero yang kelelahan mencoba untuk melakukan diferensiasi, Marvel adalah salah satu contoh studio yang membuktikan bahwa mereka bisa membangun sebuah franchise besar tanpa mengorbankan kualitas film-filmnya. Semoga saja ini bisa tetap bertahan sampai Phase Three nantinya, meski sudah ada tanda-tanda keretakan dengan “Ant-Man” (2015).


Lima jagoan utama di Guardians of the Galaxy.
Lima jagoan utama di Guardians of the Galaxy.
2. James Gunn

Pemilihan James Gunn sebagai sutradara merupakan bagian dari pola yang kini sudah cukup melekat dengan Marvel – merekrut sutradara dengan visi unik yang belum pernah membuat film berbiaya ratusan juta, tetapi punya cukup banyak penggemar. Dukungan positif terhadap cult director semacam ini merupakan nilai plus bagi Marvel. Sebelum membuat “Guardians of the Galaxy”, Gunn sendiri pernah menyutradarai “Slither” (2006) dan “Super” (2010) yang sama-sama merupakan genre pic independen berbiaya pembuatan rendah dengan rating R.

Butuh keyakinan besar untuk mempercayakan sebuah film mahal pada sutradara yang belum punya rekam jejak dalam genre yang relevan. Namun, kalau Jon Favreau bisa membuat film aksi fiksi ilmiah dengan “Iron Man”, Kenneth Branagh sudah membuat drama Shakespeare di luar angkasa dengan “Thor”, dan Joss Whedon yang lebih banyak mengukir kesuksesan melalui serial televisi ternyata berhasil membuat film superhero ensemble dengan pendapatan lebih dari satu milyar dolar Amerika Serikat, pemilihan Gunn sebagai sutradara menjadi sesuatu yang terdengar normal.

Keputusan ini ternyata berbuah manis, karena James Gunn ternyata merupakan orang yang tepat untuk menangani tim pahlawan nyentrik ini. Gunn dengan luwes membuat karakter-karakter komik yang terlihat sangat asing ini terasa segar, dan di saat yang sama, tetap sangat familiar. Komik “Guardians of the Galaxy” yang relatif kurang dikenal tidak dilihatnya sebagai tantangan. Gunn justru memanfaatkan pengetahuan penonton yang minim untuk mengembangkan kisahnya dengan lebih leluasa, karena tidak ada banyak penonton yang akan protes terlalu keras bila para karakternya tidak sama persis dengan komiknya.

Pilihan visual yang diambil Gunn dengan membuat “Guardians of the Galaxy” setengahnya menjadi epik luar angkasa, dan setengahnya lagi dibuat seperti film-film fiksi ilmiah lawas juga menjadikan film ini makin unik. Yang paling penting, film ini tidak dibangun dengan CGI dan ledak-ledakan saja. “Guardians of the Galaxy” menjadi film yang kuat karena Gunn yang berbagi kredit penulisan naskah bersama Nicole Perlman berhasil membuatnya sebagai sebuah perjalanan karakter-karakter yang menyatu sepenuhnya dengan kisahnya. “Guardians of the Galaxy” bukan hanya film tentang perang yang terjadi di luar angkasa. Film ini juga bercerita tentang Star-Lord, Gamora, Rocket Raccoon, Drax the Destroyer, dan Groot. Semua pahlawan punya kisah awal mula, dan “Guardians of the Galaxy” adalah sebuah permulaan yang impresif.


Chris Pratt
Chris Pratt
3. Para Penjaga Galaksi

Sama seperti karakter Quicksilver dalam “X-Men: Days of Future Past”, tidak ada yang menyangka bahwa setelah selesai menonton “Guardians of the Galaxy”, karakter yang paling banyak mengundang reaksi positif adalah Rocket Raccoon (Bradley Cooper) dan Groot (Vin Diesel). Anda mungkin susah membayangkan apa yang begitu menghibur dari sosok rakun sarkastis yang punya emosi meledak-ledak ini. Selain itu, pohon yang bisa bicara sepertinya punya potensi terbatas untuk memberikan sebuah perjalanan karakter yang menyentuh hati. Tapi, begitulah apa yang terjadi.

Kalau Anda membayangkan bagaimana rasanya bila “Star Wars” punya dua Han Solo, “Guardians of the Galaxy” adalah jawabannya. Peter Quill (Chris Pratt) sebagai sosok jagoan sekaligus berandal luar angkasa memang punya beberapa sifat yang mirip dengan karakter yang diperankan Harrison Ford ini. Tetapi, interaksi antara Han dengan Chewbacca merupakan sesuatu yang lebih tergambar jelas melalui hubungan antara Rocket dengan Groot. Kalau tidak percaya, saksikan sendiri filmnya, dan jangan heran kalau setelah keluar dari bioskop Anda ingin punya action figure Rocket Raccoon atau boneka Groot yang bisa berjoget.

Zoe Saldana yang sudah akrab dengan genre fiksi ilmiah melalui “Avatar” (2009) dan franchise “Star Trek” juga tidak hanya numpang lewat. Gamora yang diperkenalkan sebagai seorang pembunuh berdarah dingin tidak dihadirkan untuk jadi pemanis atau love interest, karena sosoknya merupakan tokoh penting yang berhubungan erat dengan plot dalam filmnya. Dave Bautista yang mungkin dikira hanya tampil sebagai pelengkap pun dalam film ini ternyata juga punya kontribusi yang besar untuk membuat penonton tertawa dalam perannya sebagai Drax the Destroyer yang sama sekali tidak paham metafora dan tidak bisa diajak bercanda.

Yang terakhir, tentu saja adalah Chris Pratt sendiri. Akhirnya, setelah sekian lama, Hollywood menyadari potensinya sebagai seorang pemeran utama. Tidak hanya telah membuktikan bahwa ia mampu untuk berperan dalam film drama dan komedi, aktor kelahiran Virginia ini pun memperlihatkan bahwa ia punya komitmen tinggi untuk tampil maksimal dalam sebuah film aksi. Pratt pun rasanya tak perlu merendah dengan perhatian yang kini diterimanya, karena dengan kesuksesan “The Lego Movie” dan “Guardians of the Galaxy” – plus “Jurrasic World” nantinya – Pratt akhirnya menjadi seorang bintang. Selamat, Star-Lord! 


Salah satu adegan di Guardians of the Galaxy
Salah satu adegan di Guardians of the Galaxy
4. Film Terlucu Marvel Studios

Selama ini, franchise “Iron Man” selalu menjadi bagian paling lucu dari film-film Marvel Studios. Tetapi, dengan kehadiran “Guardians of the Galaxy”, Tony Stark harus rela menyerahkan gelar tersebut pada film besutan James Gunn ini. Tidak perlu diragukan lagi, “Guardians of the Galaxy” adalah film paling lucu, menggelikan, nakal, dan juga paling tidak serius yang pernah dihasilkan Marvel.

Meskipun “Guardians of the Galaxy” adalah film dengan rating PG-13, pada kenyataannya, film ini lebih mengena bagi para penonton yang sudah jauh lebih dewasa. Karena memang sudah lama tidak tahu perkembangan di Bumi, perbendaharaan wawasan dan lelucon yang dilontarkan oleh Peter Quill memang terasa benar-benar lawas. Referensi humornya tentu saja lebih mudah dimengerti oleh mereka yang sudah agak berumur. Tetapi, bagi anak-anak muda yang punya pengetahuan luas akan budaya pop tahun ’70 atau ’80-an, “Guardians of the Galaxy” juga akan terasa sangat lucu. Meski demikian, Anda tak perlu khawatir. Masih banyak lelucon lain yang tak mengharuskan Anda memutar otak untuk menikmatinya.

Sebagai catatan, “Guardians of the Galaxy” yang memang sejak awal sudah dirancang sebagai film dengan muatan komedi ternyata dengan cerdas mengajak penonton menertawakan film-film dari geek property lain melalui penggunaan detail dan sindiran yang sama sekali tidak terasa sinis. Tak hanya menyindir orang lain, humor-humor yang disajikan pun juga punya cerminan dalam film-film buatan Marvel sendiri. Karena itu, sungguh menyegarkan melihat sebuah film yang mampu mengamati jauh ke dalam, dan dengan riang mampu untuk menertawakan kekonyolan dirinya sendiri.


Kocak namun tetap penuh aksi.
Kocak namun tetap penuh aksi.
5. Soundtrack

Salah satu bagian terbaik dari “Guardians of the Galaxy” adalah pemilihan soundtrack retronya. Keputusan yang terkait erat dengan elemen tematik filmnya ini sungguh brilian, karena setiap alunan lagu yang menyertai film ini punya ikatan yang dalam dengan ceritanya, dan tentu saja, dengan sejarah Peter Quill. Seperti yang sudah dapat didengarkan melalui trailernya, lagu-lagu seperti “Hooked On a Feeling” dari Blue Swede dan “Cherry Bomb” dari The Runaways memberikan hentakan yang menyegarkan untuk adegan aksi serta montage-nya. Bagi para penonton dewasa, deretan lagu-lagu dari tahun ’60-an dan ’70-an ini tentu menjadi ajang nostalgia yang manis sekaligus konyol.

Kalau Anda tertarik untuk membeli album soundtrack-nya setelah menonton film ini, Anda tidak sendiri. Saat ini, album “Awesome Mix Vol. 1” masih bertengger di posisi pertama di iTunes Chart. Bagi Anda yang sudah sangat familiar dengan lagu-lagunya, jangan lupa untuk tetap menonton dengan tenang di bioskop. Jangan sampai sesi sing-along Anda mengganggu penonton yang ada di sebelah Anda. Selamat menyaksikan!


No comments:

Post a Comment