بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Perjalanan Hidup Ariel Sharon, Sang Pembantai
Go Green

Clock Link

Tuesday, February 18, 2014

Perjalanan Hidup Ariel Sharon, Sang Pembantai

Beberapa pekan lalu kita di hebohkan akan meninggalnya mantan PM Zionis Ariel Sharon, 8 tahun sudah Sang pembantai ini koma dari penyakit strokenya, meninggalkan sejarah kelam sewaktu Ariel masih hidup berikut perjalanan hidup sang pembantai:


Komandan dan perdana menteri


Ariel Sharon membuka pertemuan kabinet mingguan di kantornya di Yerussalem pada Juli 2003.
Dari prajurit hingga politisi dan negarawan, Perdana Menteri ke-11 Israel Ariel Sharon memiliki karier dan kontroversi yang sama imbangnya. Dianggap sebagai komandan lapangan militer Israel terbesar untuk strategi dalam perang 1960-an dan 70-an, Ariel terpilih sebagai perdana menteri negara yang sangat dia bela itu pada 200. Pada 2005 Sharon bertanggung jawab atas penarikan sepihak pemukim dari Jalur Gaza yang diduduki, sebelum secara permanen lumpuh akibat stroke pada 2006.


Awal kehidupan


Sharon muda, kedua dari kanan, masih berusia 14 tahun
Sharon lahir pada 26 Februari 1928 di Kfar Malal, wilayah yang kemudian di sebut British Mandate of Palestine, dari keluarga Yahudi Belarusia.
Saat masih kecil dan remaja, dia menjadi anggota sejumlah kelompok kepemudaan Zionis dan kelompok paramiliter, sebelum bergabung dengan pasukan militer Haganah – milisi prekursor Pasukan Pertahanan Israel – pada usia 14 tahun.


Aksi militer


Ariel Sharon memegang senjata api Sten sebagai seorang komandan muda di Brigade Alexandroni Israel saat War of Independence (Perang Kemerdekaan) pada 1948.
Unit Sharon dari Haganah terlibat dalam aksi militer dari 1947, dan dia menjadi terkenal pada 1948 selama Perang Kemerdekaan Israel. Dia memimpin sebuah unit infanteri, dan terluka parah dalam Pertempuran Latrun, ditembak di pangkal paha, perut dan kaki.
Pada 1953 , setelah belajar di Universitas Ibrani Yerusalem, Sharon menerima permintaan langsung dari Perdana Menteri untuk membentuk dan memimpin cabang baru elit khusus Pasukan Pertahanan Israel yang disebut Unit 101, yang bertugas melakukan operasi perang gerilya ofensif di dalam menanggapi serangan gerilyawan Palestina.
Meskipun berhasil, unit militernya menuai kecaman atas pembantaian Qibya pada Oktober 1953, saat 69 warga sipil Palestina, beberapa dari mereka anak-anak, tewas ketika pasukan Sharon menyerang desa dalam pembalasan atas serangan gerilyawan di Yehud. Pada awal tahun berikutnya, Unit 101 digabung dengan 890 Paratroopers Batalyon untuk menciptakan Brigade Paratroopers dan Sharon kemudian menjadi komandan unit baru tersebut.


Perang Arab-Israel


Sebagai staf muda Paratroop, Ariel Sharon (kedua dari kiri) berdiri di sebelah Kepala Staf Moshe Dayan (yang mengenakan penutup mata), bersama dengan staf Paratrooper Brigade lainnya pada 28 Oktober 1955.
Sharon memimpin Unit 202 (Paratrooper Brigade) selama Perang Arab-Israel 1956 di Terusan Suez, dan diberi tanggung jawab di medan timur Sinai Pass, Mitla. Korban pun berjatuhan di kedua belah pihak Israel dan Mesir, namun keterampilan Sharon dalam taktik militer-lah yang pada akhirnya menyebabkan kekalahan dan penarikan Mesir.
Meski demikian, Sharon tidak “menang” mutlak. Dia menuai kritikan dari anggota IDF, yang menyalahkan kematian 38 tentara Israel serta agresi yang tidak sah dan tampaknya tidak perlu dilakukan oleh Sharon selama pertempuran tersebut. Setelah kontroversi itu, Sharon melanjutkan pendidikannya, hingga akhirnya mendapatkan gelar sarjana hukum dari Universitas Tel Aviv.


Perang Enam Hari dan peningkatan karier militer


Jenderal Ariel Sharon Kepala Komando Selatan tentara Israel pada 1 Desember 1969.
Meskipun kontroversi Mitla menghambat kariernya selama beberapa tahun, karier militer Sharon terus melejit. Pada saat Perang Enam Hari 1967, ia telah menjadi Mayor Jenderal, komandan dari divisi lapis baja paling kuat di front Sinai, yang membuat terobosan di daerah Kusseima-Abu-Ageila yang dibentengi, membuat dia mendapat pujian internasional di antara para ahli strategi militer.
Kemudian, dia menangani wilayah Terusan Suez selama Perang Atrisi pada tahun 1969 sebagai Kepala Komando Selatan, dan memimpin operasi untuk membatalkan Organisasi Pembebasan Palestina di Jalur Gaza pada tahun 1971.


Pensiun, pembentukan Likud dan kembali ke dinas militer


Menteri Pertahanan Israel Moshe Dayan, berdiri sebelah kiri bersama Mayor Jenderal Ariel Sharon di tepi barat Terusan Suez pada 18 Oktober, saat hari kedua serangan Israel di sepanjang terus menuju Mesir. Kepala Sharon diperban setelah mengalami cedera ringan pada awal perang.
Sharon pensiun dari dinas militer pada tahun 1973 dan terjun pertama kali ke dalam politik dengan membantu membentuk partai sayap kanan, Likud, yang merupakan penggabungan Herut, Partai Liberal dan beberapa partai independen. Sharon menjadi ketua staf kampanye untuk pemilu 1973.
Ketika Perang Yom Kippur meletus dua setengah pekan setelah dimulainya kampanye pemilu, dengan pasukan Mesir dan Suriah menyerang Israel dari dua front saat hari libur Yahudi, ia kembali ke IDF untuk mengawasi dan memperkuat divisi tempur.
Sharon memainkan peran kunci dalam perang, dan secara luas dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab memastikan kemenangan Israel di Sinai selama konflik tersebut. Foto Sharon mengenakan perban kepala di Terusan Suez di atas menjadi simbol terkenal kekuatan militer Israel.


Manuver politik


Dalam foto 1977 di atas Ariel Sharon menghadiri acara proklamasi partai Shlomzion bersama putranya Gilad, kedua dari kiri, istri Lily, ketiga dari diri, dan putranya Omri, keempat dari kiri.
Selama pertengahan 1970-an, Sharon melakukan beberapa upaya untuk kembali ke politik. Tidak mampu meraih kepemimpinan Likud, dia membentuk partainya sendiri, Shlomtzion, yang memenangkan dua kursi di Knesset pada 1977, sebelum dia menggabungkan partainya dengan Likud dan menjadi Menteri Pertanian.
Sharon adalah seorang pro-permukiman yang kuat, dan memulai sebuah program yang menyebabkan perkembangan lebih dari 200 permukiman Yahudi di wilayah yang diperebutkan seperti Jalur Gaza di bawah pemerintahan Perdana Menteri Menachem Begin. Setelah pemilu 1981, Sharon dipromosikan menjadi Menteri Pertahanan.


Perang Lebanon 1982 dan Pembantaian Sabra dan Shatila


Menteri Pertahanan Israel Ariel Sharon, depan, mengendarai kendaraan lapis baja dalam sebuah kunjungan unit-unit tentara Israel ke daerah pinggiran Beirut, Lebanon pada 15 Juni 1982 saat pendudukan Israel.
Pada 1982, Sharon melancarkan invasi kontroversial ke Lebanon, bertujuan untuk mendorong pemimpin PLO Yasser Arafat dan pasukannya keluar dari Beirut, yang akhirnya menyebabkan kehadiran militer Israel yang berkepanjangan di Lebanon.
Sharon bersekutu dengan beberapa faksi pro-Kristen Lebanon, dan mendukung pemerintahan yang dipimpin oleh Bachir Gemayel dari partai Phalange Kristen, yang kemudian dibunuh. Tak lama setelah kejadian itu milisi Phalange menyerang kamp-kamp pengungsi Palestina, Sabra dan Shatila - langkah yang diizinkan Sharon di bawah naungan pembersihan kamp teroris PLO. Namun peristiwa ini menjadi terkenal karena milisi telah membunuh tanpa pandang bulu antara 800 hingga 3.500 warga sipil.
Komisi Kahan didirikan untuk menyelidiki pembantaian tersebut dan Sharon dianggap lalai dalam penanganan masalah itu dan dicabut dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan pada Februari 1983, tetap berada di pemerintahan sebagai Menteri tanpa Portofolio.


Pemulihan politik


Menteri Infrastruktur Nasional Ariel Sharon berbicara sambil memberi arahan kepada anggota Foreign Press Association dalam sebuah kunjungan di Tepi Barat pada Desember 1997, saat dia memetakan permukiman masa depan kaum Yahudi dan membagikan visi tentang sebuah zona keamanan Israel yang membentang jauh ke Tepi Barat di lahan warga Palestina yang dianggap sebagai negara masa depan.
Namun, skandal seputar peristiwa 1982 sedikit menghancurkan karier politik Sharon dalam jangka panjang. Dia kembali ke jantung pemerintah Israel, menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan antara 1984 dan 1990 dan berperan penting dalam penandatanganan perjanjian perdagangan bebas dengan Amerika Serikat pada 1985.
Dia kemudian menjadi Menteri Perumahan dan Infrastruktur, dan mengawasi program besar pembangunan rumah untuk mengatasi pertumbuhan populasi negara itu dari para imigran Uni Soviet antara 1990 hingga 1992.
Dia menjadi pesaing Perdana Menteri Yitzhak Shamir, tapi akhirnya gagal dalam beberapa upaya untuk menggantikannya sebagai ketua Likud. Kemudian, dia menjabat sebagai Menteri Infrastruktur Nasional dan Menteri Luar Negeri di bawah pemerintahan Benjamin Netanyahu 1996-1999, dan menjadi pemimpin Likud menyusul pemilihan Partai Buruh Ehud Barak.


Al-Aqsa Intifada dan kemenangan pemilu


petugas keamanan Israel menjaga pemimpin oposisi Ariel Sharon (tengah) saat dia meninggalkan Temple Mount di Kota Tua, Yerusalem timur pada September 2000.
Pada 28 September 2000 , Sharon yang dikawal lebih dari 1.000 petugas polisi Israel melakukan kunjungan kontroversial ke kompleks Temple Mount, situs Dome of the Rock dan al-Aqsa, tempat tersuci di dunia bagi kaum Yahudi dan situs tersuci ketiga dalam Islam .
Selama kunjungannya, Sharon menyatakan bahwa kompleks tersebut tetap berada di bawah kendali Israel, dia berkomentar bahwa kritikus Palestina dengan sengaja mengobarkan emosi dalam acara yang dirancang untuk memprovokasi kekerasan dan menghambat keberhasilan pembicaraan damai yang sedang berlangsung.
Keesokan harinya , sejumlah besar demonstran Palestina dan kontingen polisi Israel bentrok di situs tersebut dan mengakibatkan empat orang meninggal dan dimulainya Intifada II yang juga dikenal sebagai Al-Aqsa Intifada yang berlangsung sampai 2005. Dengan latar belakang kekerasan sektarian inilah, Sharon meraih kemenangan dalam pemilu Israel pada 2001.


Road Map for Peace


Dari kiri ke kanan, Perdana Menteri Palestina Mahmoud Abbas, Presiden AS George W. Bush, Perdana Menteri Israel Ariel Sharon dan Raja Yordania Abdullah II berjalan ke podium untuk pernyataan terakhir mereka pada akhir pertemuan puncak di Aqaba pada 4 Juni 2003.
Tahun-tahun awal pemerintahan Sharon ditandai dengan penekanan kebijakan keamanan agresif dan praktik pembangunan penghalang yang dianggap penting untuk menjaga Israel dari tetangga Arabnya. Tapi seiring berjalannya waktu posisinya bergeser, dengan beberapa pihak berspekulasi bahwa Sharon, semakin pragmatis, menyimpulkan bahwa keinginan Israel untuk mengendalikan wilayah sengketa dalam jangka panjang adalah tujuan yang tidak realistis.
Pada Mei 2003, Sharon mendukung 'Road Map for Peace' yang diajukan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Rusia, yang membuka dialog dengan Perdana Menteri yang baru terpilih dari Otoritas Nasional Palestina, Mahmud Abbas, dan mengumumkan komitmennya terhadap pembentukan negara Palestina di masa depan.


Pelepasan dan penarikan mundur dari Gaza


Saat pasukan Israel bergerak menuju Jalur Gaza untuk mengusir pemukim Yahudi, bentrokan antara kedua belah pihak memanas. Foto di atas memperlihatkan seorang pemukim melemparkan ban ke barikade yang terbakar di luar permukiman pantai Shirat Hayam di wilayah Gush Katif, Jalur Gaza pada 18 Agustus 2005.
Pada 2005 Sharon memulai program penarikan sepihak dari Jalur Gaza, meski tetap mempertahankan kontrol garis pantai dan wilayah udara. Saat rencana Sharon untuk mengurangi ketegangan berjalan dia memerintahkan pengusiran paksa 9.480 pemukim Yahudi dari 21 permukiman di Gaza dan empat permukiman di Tepi Barat bagian utara yang berlangsung antara 16 Agustus dan 30 September 2005. Pengusiran tersebut memicu bentrokan antara pasukan keamanan dan para pemukim garis keras.
Dengan perginya para pemukim, tentara Israel membuldoser setiap bangunan permukiman kecuali beberapa bekas sinagoga dan pada 11 September tentara Israel secara resmi meninggalkan Gaza dan menutup pagar perbatasan di Kissufim.


Skandal, penyimpangan dan peristiwa pulau Yunani


Omri Sharon dikelilingi para fotografer pada 23 Januari 2006, di pengadilan Tel Aviv saat berlangsungnya sidang vonis setelah dia mengaku bersalah atas penggalangan dana ilegal selama kampanye pemilihan ayahnya pada 1999.
Karier Sharon ddiwarnai berbagai skandal termasuk investigasi atas dugaan keterlibatannya dalam apa yang dikenal sebagai Greek Island Affair dan penyimpangan dalam penggalangan dana untuk kampanye pemilu 1999. Dalam Greek Island Affair, Sharon dituduh menjanjikan (selama masa jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri) untuk membantu pengusaha Israel David Appel dalam proyek pembangunan di sebuah pulau Yunani sebagai ganti pembayaran konsultan untuk Gilad, anak Sharon. Tuduhan ini kemudian dibatalkan karena kurangnya bukti.
Berkenaan dengan skandal penggalangan dana pemilu 1999, Sharon tidak pernah dituduh melakukan kesalahan, tapi anaknya Omri, anggota Knesset saat itu, mengaku bersalah pada beberapa tuduhan penggalangan dana ilegal untuk kampanye pemilihan ayahnya pada 1999 dan dihukum penjara selama sembilan bulan pada tahun 2006.


Stroke berturut-turut dan lumpuh


Perdana Menteri Israel Ariel Sharon menyapa awak media saat konferensi pers setelah keluar dari rumah sakit di Yerusalem pada 20 Desember 2005.
Pada 18 Desember 2005, Sharon menderita emboli paradoks, sejenis stroke ringan saat dalam perjalanan ke Havat Shikmim, peternakannya di Negev. Ia dibawa ke Rumah Sakit Hadassah Ein Kerem, di sana ia dirawat dan keluar dua hari kemudian.
Pada 4 Januari 2006, semalam sebelum Sharon menjalani operasi untuk mengobati lubang di jantungnya, yang menurut dokter menjadi penyebab masalah kesehatannya pada Desember, dia mengalami pendarahan hebat di otak saat berada di Havat Shikmim. Dia kembali dilarikan ke rumah sakit dan menjalani operasi yang kompleks yang berlangsung sekitar tujuh jam untuk mengalirkan darah dari kepalanya dan menutup pembuluh darah di otaknya.
Pascaoperasi dokter menempatkan Sharon dalam kondisi koma yang diinduksi obat penenang untuk menjalani pemulihan, tetapi pada 13 Januari, ketika dokter menghentikan pengobatan dan berusaha membangunkannya untuk memeriksa kerusakan pada otak Sharon, para dokter tidak dapat membangunkannya. Pada 1 Februari, pipa makanan (feeding tube) dimasukkan ke dalam perutnya, memberi petunjuk bahwa dokter sedang mempersiapkan Sharon untuk perawatan jangka panjang.


Perawatan jangka panjang


Pasukan khusus Israel mengawal ambulans keluar dari rumah sakit Hadassah Ein Karem, di Yerusalem, saat Ariel Sharon dipindahkan ke klinik perawatan jangka panjang di dekat Tel Aviv pada 28 Mei 2006.
Pada 28 Mei 2006, Sharon dipindahkan dari Rumah Sakit Hadassah Ein Kerem ke unit perawatan jangka panjang di Sheba Medical Centre, sebuah rumah sakit sipil dan militer besar di Tel Hashomer dekat Ramat Gan.
Pada 2010, seorang manajer rumah sakit yang terlibat dalam perawatan Sharon mengatakan bahwa dia tidak memiliki kesempatan untuk pulih dan menambahkan bahwa otaknya tinggal ‘seukuran jeruk’, dan bahwa ‘bagian dari otak itulah yang membuat tubuh dan organ-organ vitalnya tetap berfungsi tetapi di luar itu, tidak ada lagi, hanya ada cairan’.


Pemakamannya Sepi, Bukti Bangsa-Bangsa Dunia Lupakan Sharon


Jasad mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, akhirnya dimakamkan di samping kuburan istrinya di Gurun Negev, Senin (13/1). Namun, ternyata tak banyak pemimpin dunia yang menghadiri pemakaman yang dilangsungkan secara militer itu. Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan, pejabat yang datang menyaksikan prosesi penguburan Sharon hanya dari 21 negara.
“Terutama dari Eropa. Tetapi tidak ada satu pun delegasi dari Timur Tengah, Afrika, atau pun Amerika Latin yang masuk dalam daftar tamu,” kata pernyataan Kemenlu Israel, seperti dilansir World Bulletin, Senin (13/1).
Sharon meninggal pada usia 85 pada Sabtu (11/1) lalu, setelah menghabiskan delapan tahun terakhir sisa hidupnya dalam kondisi koma akibat stroke yang dideritanya.Bagi ratusan jutaan penduduk di dunia, terutama di Arab, Sharon adalah seorang ‘pembunuh massal’.
Ia juga menjadi penyebab meletusnya perlawanan rakyat Palestina yang dikenal dengan Intifada II pada 2000, setelah kunjungannya yang provokatif ke Masjid Al Aqsa , tempat paling suci ketiga dalam Islam.
Berbeda dengan Sharon, lebih dari 70 pemimpin dunia terbang ke Afrika Selatan untuk menghadiri pemakaman Nelson Mandela di Johannesburg, beberapa waktu lalu.
Mulai dari Presiden AS Barack Obama, Pemimpin Kuba Raul Castro, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, PM Inggris David Cameron, hingga Pemimpin Iran Hassan Rouhani.“Sepinya pamakaman Ariel Sharon ini menunjukkan, bangsa-bangsa di dunia memang melupakan lelaki yang mendapat julukan ‘The Butcher of Beirut’ ini,” tulis World Bulletin lagi.

No comments:

Post a Comment