بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Warga Perkirakan Risma Akan Kesulitan Tutup Gang Dolly
Go Green

Clock Link

Sunday, November 17, 2013

Warga Perkirakan Risma Akan Kesulitan Tutup Gang Dolly

Warga perkirakan Risma akan kesulitan tutup Gang Dolly

MERDEKA.COM. Lokalisasi Gang Dolly, kali pertama dibangun perempuan bule yang akrab disapa Tante Dolly. Bisnis esek-esek nonik asal Belanda di Kota Surabaya, Jawa Timur ini terbilang sukses. Bahkan, Dolly cukup mendunia, mengalahkan ketenaran Tugu Pahlawan sebagai monumen kisah heroisme perjuangan para pahlawan kemerdekaan.

Lokalisasi yang mengalahkan Patpong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura itu cukup luas. Tidak hanya terkonsentrasi di Gang Dolly saja, melainkan ada banyak gang lain. Memang, wisma dan PSK di Gang Dolly lebih high class dibanding yang lain, dan itu dimaklumi karena di tempat itulah cikal bakal bisnis prostitusi tumbuh subur di Surabaya.

Selain Gang Dolly, ada Gang Lebar, Putat Jaya, dan Jalan Jarak. Di Dolly ada 57 bangunan, 17 bangunan difungsikan sebagai wisma, selebihnya dijadikan sebagai tempat karaoke, warung, toko, parkir, laundry, pijat urat, klinik, salon, pos kamling, dan balai RT serta rumah tangga.

Di Putat Jaya, terdapat 13 gang dengan total ada ratusan wisma. Sementara di Jalan Jarak, wisma yang ada bisa dihitung dengan jari, sebab sekarang sudah banyak yang tutup.

Merujuk dari data di Kecamatan Sawahan, jumlah PSK sekarang --jika ditotal keseluruhan dari seluruh wisma yang ada di beberapa gang itu-- ada sekitar 1.027 orang (empat tahun lalu ada sekitar 1.300 PSK) dan 280 mucikari.

Di Sabtu malam (16/11) yang dingin, sebab sejak hari Jumat kemarin, Surabaya mulai diguyur hujan. Setelah berkeliling, merdeka.com berhenti di sebuah warung kopi di Jalan Jarak sambil melihat 'Aquarium' raksasa.

Disebut aquarium, karen wisma-wisma di lokalisasi ini mirip etalase kaca raksasa. Sekarang, bagian bawah dicat, hanya bagian atasnya yang bisa langsung melihat perempuan-perempuan berpakaian seksi.

"Sulit kalau ingin menutup tempat ini. Di sini itu, sudah menjadi kehidupan masyarakat sekitar. Kalau ingin menutup ya biar tutup secara alami sajalah. Ibaratnya rasa kopi ini, kalau nggak enak ya nggak diminum dan nggak ada pembeli. Mending pemerintah ngurusi yang di jalan, karena lebih tak terkontrol," kata pria yang mengaku bernama Teguh itu.

Apalagi lokalisasi ini menjadi napas kehidupan bagi warga sekitar. Di tempat ini, menjadi sumber perekonomian warga, mulai dari sopir taksi, pemilik warung, tukang cuci pakaian, tukang parkir dan sebagainya.

"Lokalisasi dan warga sekitar sudah menjadi satu kesatuan yang utuh. Kalau penutupan itu dipaksakan, akan ada banyak orang yang akan melawan. Orang-orang di sini lebih paham daerahnya ketimbang mereka (pemerintah). Biarkan bubar secara alami sajalah," katanya sembari menyeruput kopi pahitnya.

No comments:

Post a Comment