بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Agar Monorel tak Sebatas Angan
Go Green

Clock Link

Monday, December 3, 2012

Agar Monorel tak Sebatas Angan

MERDEKA.COM


Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo agaknya serius hendak membangun kembali kereta monorel yang mandek gara-gara pendanaan tiga tahun lalu. Bulan kemarin, Jokowi, demikian sapaan gaulnya, sempat meninjau prototipe gerbong kereta monorel karya Kusnan Nuryadi bersama tim PT Melu Bangun Wiweka (MBW) di Tambun, Bekasi, Jawa Barat.

Sebelumnya dia juga bertemu Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan untuk membicarakan kesemrawutan masalah transportasi di Jakarta. Keduanya menyinggung gagasan monorel pula. Terbaru, Jokowi bersama Gubernur Banten Atut Chosiah membicarakan kerja sama membangun jalur kereta satu rel dari Jakarta ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Banten. 

Wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, pekan lalu menggelar rapat tertutup dengan kontraktor PT Adhi Karya. Rapat itu membahas kelanjutan program monorel sempat tertunda akibat terantuk biaya. "Saya mau ketemu Adhi Karya. Untuk monorelnya mau diteruskan seperti apa," kata dia.

Pembangunan monorel memang digadang-gadang menjadi solusi mengatasi kemacetan di Jakarta kian parah. Konon, menurut survei Yayasan Pelangi, kerugian ekonomi akibat kemacetan di ibu kota pada 2005 ditaksir Rp 12,8 triliun per tahun. Kerugian meliputi nilai waktu, biaya bahan bakar, dan ongkos kesehatan. 

Berdasarkan catatan the Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek (SITRAMP) II tahun 2004, bila sampai 2020 tidak ada perbaikan sistem transportasi di Jakarta, perkiraan kerugian bisa hingga Rp 65 triliun saban tahun. 

Proyek monorel dimulai pada masa Presiden Megawati Soekarnoputeri dengan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, sekitar 2004. Namun sejak pergantian presiden dan gubernur, periode Fauzi Bowo, proyek tidak diteruskan hingga kini. Lihat saja jejak proyek ini di Jalan Asia Afrika (Senayan) dan Jalan Rasuna Said (Kuningan). Di sana menyisakan tiang beton dan kolom mangkrak. 

Proyek ini sesungguhnya sudah digagas sejak awal 2000-an. Penggagas studi kelayakan adalah PT Indonesian Transit Central (PT-ITC). Salah satu pemegang saham ITC adalah PT Adhi Karya. Empat tahun kemudian gagasan kembali diperbarui dengan menggandeng konsultan Mott Mac Donald International dibantu konsultan dalam negeri. 

Transportasi monorael ini semula dirancang hendak menggunakan teknologi Jepang. Sistemnya meliputi kereta, listrik, sinyal, komunikasi, dan urusan tiket berbiaya USD 424 juta, plus biaya pegawai USD 235 juta. Sehingga total biaya mencapai USD 659 juta atau setara Rp 6,5 trilliun.

Dua jalur lintasan kereta dirancang sepanjang 24 kilometer dengan 27 stasiun, yaitu lintasan Green-line sepanjang 14,275 kilometer, membentang dari Palmerah, Gelora Bung Karno, Casablanca, Dukuh Atas, Karet, dan Pejompongan. Lintasan kedua, Blue-line sepanjang 9,725 kilometer, mulai dari Kampung Melayu, Tebet, Casablanca, Karet, Tanah Abang, Cideng, dan Taman Anggrek.

Setelah rancangan desain lintasan disetujui Pemerintah DKI, kemudian ITC bekerja sama dengan Omnico Singapore Pte menghasilkan PT Jakarta Monorel (PT-JM). Kesepakatan keduanya, Omnico wajib mencari dana pembiayaan selama enam bulan. Sayang, Omnico tidak berhasil mendapat dukungan. Walhasil, monorel pun mangkrak.

No comments:

Post a Comment