بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Thailand Darurat Militer
Go Green

Clock Link

Tuesday, May 20, 2014

Thailand Darurat Militer



BANGKOK (AP) — Militer Thailand secara mengejutkan mendeklarasikan situasi darurat militer sebelum subuh pada Selasa. Menurut mereka, upaya ini dilakukan untuk menjaga stabilitas negara setelah terjadi keresahan politik yang kadang berujung pada kekerasan selama 6 bulan terakhir. Meski begitu, militer membantah bahwa ini adalah upaya perebutan kekuasaan. 

Pemberlakuan undang-undang darurat militer menjadikan militer sebagai penjaga keamanan publik secara nasional. Aksi ini terjadi sehari setelah perdana menteri menolak untuk turun setelah selama 6 bulan terakhir terjadi demonstrasi antipemerintah. 

Tentara bersenjata memasuki berbagai stasiun televisi swasta di Bangkok untuk menyampaikan pesan mereka. Mereka juga mengepung markas-markas polisi di pusat kota. Jip tentara dengan senjata otomatis mengalihkan lalu lintas di jalan besar di depan Central World, salah satu mal paling mewah di negara itu. Tapi kota metropolis dengan 10 juta penduduk itu tampak tenang, dan pelaju tetap terlihat mengemudi dan pergi ke kantor seperti biasa. 

Pejabat tentara yang berbicara secara anonim mengatakan pada Associated Press, “Ini bukanlah perebutan kekuasaan. Upaya ini dilakukan untuk memberikan rasa aman pada orang-orang dan mereka bisa menjalani kehidupan seperti biasa.”

Berita di Chanel 5, saluran milik tentara, juga membantah bahwa militer sedang mengambilalih pemerintahan dan meminta agar masyarakat tetap tenang. 

Militer Thailand setidaknya sudah 11 kali berhasil melakukan coup sejak akhir monarki pada 1932. Perebutan kekuasaan terakhir terjadi pada 2006. 

Thailand, jalur utama ekonomi di Asia Tenggara, mengalami naik turun politik sejak 2006, saat PM Thaksin Shinawatra digulingkan oleh coup militer setelah dituduh melakukan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan tidak hormat pada Raja Bhumibol Adulyadej. 

Pergulatan kekuasaan mulai terjadi sejak November lalu, saat kelompok protes anti-pemerintah turun ke jalanan untuk mencoba menggulingkan PM Yingluck Shinawatra, saudari Thaksin. Dalam upaya menangani krisis, ia membubarkan parlemen pada Desember. 

Awal bulan ini, Mahkamah Konstitusi Thailand menurukan Yingluck and 9 menteri kabinet atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan, tapi upaya ini tak berhasil meredakan konflik politik yang mengadu penduduk miskin di pedesaan pendukung Yingluck dengan penduduk perkotaan kelas menengah ke atas. 

Pernyataan militer ditandatangani oleh panglima militer Jenderal Prayuth Chan-Ocha yang kemudian membacakannya di saluran televisi dan radio. Ia mengutip undang-undang tahun 1914 yang memberi kekuasaan untuk mengintervensi pada masa-masa krisis. Ia menambahkan bahwa aksi ini diambil karena protes besar antara kedua rival politik “bisa berdampak pada keamanan negara dan keamanan hidup serta properti publik.”

Pada Senin, PM pengganti mengatakan bahwa pemerintahannya tidak akan mundur, meski ada tekanan dari sejumlah senator yang mencari cara untuk menenangkan krisis politik negara tersebut, dan dari demonstran anti-pemerintah yang menuntut ada perdana menteri baru. 

Kelompok yang terdiri dari 70 senator, sebagian besar berpihak pada demonstran anti-pemerintah, Jumat lalu, menyodorkan kerangka kerja sebuah pemerintahan dengan kuasa penuh untuk melakukan reformasi politik.

PM sementara Niwattumrong Boonsongpaisan dan Menteri Keadilan Chaikasem Nitisiri bertemu dengan dua perwakilan Senat di sebuah lokasi yang dirahasiakan, Senin, untuk menghindari gangguan dari demonstran.

Setelah pertemuan itu, Niwattumrong mengatakan bahwa Kabinet tak dapat mengundurkan diri karena akan melanggar undang-undang. Dia bersikeras bahwa dia “bisa melaksanakan tugas dan punya otoritas penuh” sebagai perdana menteri. 

Kabinet sementara ini menjalankan tugas hanya dengan kekuasaan terbatas sejak Yingluck membubarkan parlemen pada Desember lalu. Pemerintahan yang baru tak bisa terbentuk sampai ada pemilu, dan ini tidak dapat terjadi karena demonstran anti-pemerintah sudah bersumpah akan menghambatnya kecuali ada reformasi politik terlebih dulu. 

Senat, satu-satunya badan legislatif yang berfungsi di negara itu, dilihat sebagai upaya terakhir oleh demonstran anti-pemerintah. Demonstran meminta ada perdana menteri interim lain yang dipilih.

Menurut para demonstran, mereka kini melakukan aksi final untuk mendorong keluar pemerintahan lama dan memasang perdana menteri serta pemerintahan baru. Mereka berjanji untuk menghentikan aksi-aksi ini pada 26 Mei, jika mereka tak berhasil, setelah enam bulan berdemonstrasi. Selama periode ini, 28 orang tewas dan ratusan terluka. 

Pada Senin, demonstran bergerak untuk mencari anggota Kabinet di kediaman mereka dan menuntut para menteri ini untuk mengundurkan diri. Namun mereka tak berhasil menemukan para menteri. 

Serikat pekerja yang mewakili 20 perusahaan BUMN berjanji untuk mogok kerja pada Kamis untuk mendukung pemrotes anti-pemerintah, meski beberapa perusahaan, termasuk Thai Airways dan Badan Listrik Negara mengatakan pada Senin bahwa mereka akan bekerja seperti biasa. 

Thaksin, bekas miliarder telekomunikasi, adalah sosok populer buat penduduk miskin di utara dan timur laut Thailand. Partai yang ia kendalikan telah memenangkan setiap pemilu yang digelar sejak 2001. Demonstran anti-pemerintah, yang beraliansi dengan oposisi Partai Demokrat dan didukung oleh elite tradisional negara tersebut, mengatakan mereka ingin menghilangkan semua jejak Thaksin dalam mesin-mesin politiknya. 

Pendukung Thaksin, dikenal dengan nama Red Shirt, mengadakan penggalangan massa di luar Bangkok barat pada 10 Mei. Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadi bentrokan antara dua kelompok yang berlawanan.

s

No comments:

Post a Comment