بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Daftar Merek Pembalut dan Pantyliner Wanita Berbahaya karena Mengandung Klorin
Go Green

Clock Link

Wednesday, July 8, 2015

Daftar Merek Pembalut dan Pantyliner Wanita Berbahaya karena Mengandung Klorin

Awas, Ada Klorin di Pembalut Wanita, Ini Daftar Mereknya


EMPO.COJakarta - Penelitian oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menunjukkan sebagian besar pembalut yang umum beredar di pasaran mengandung klorin yang membahayakan kesehatan.

Anggota Pengurus Harian YLKI, Ilyani Sudrajat, mengatakan selama ini cukup banyak keluhan dari perempuan yang mengatakan pembalut yang mereka gunakan menyebabkan iritasi. "Kami sendiri orang-orang YLKI juga merasakan dampak buruk pembalut yang merugikan kesehatan," kata Ilyani dalam konferensi pers di kantornya, Selasa, 7 Juli 2015.

Adapun di Indonesia sendiri, Standar Nasional Indonesia (SNI) pembalut dan pantyliner belum mencantumkan kadar klorin di dalamnya. Ilyani menyatakan konsumen harus berhati-hati memilih produk pembalut karena menyangkut ancaman bahaya yang cukup serius. "Ini menyangkut reproduksi perempuan sehingga harus diperhatikan dengan baik. Sayangnya, pemerintah kita belum membuat regulasi tentang hal ini," ujar Ilyani.
Dalam pengujian yang dilakukan di laboratorium independen TUV NORD pada Januari-Februari 2015, terbukti sembilan merek pembalut dan tujuh merek pantyliner mengandung klorin dengan kadar beragam, dengan hasil sebagai berikut

Pembalut:
1. Charm: 54,73 ppm
2. Nina Anion: 39,2 ppm
3. My Lady: 24,44 ppm
4. VClass Ultra: 17,74 ppm
5. Kotex: 8,23 ppm
6. Hers Protex: 7,93 ppm
7. Laurier: 7,77 ppm
8. Softex: 7,3 ppm9. Softness Standard Jumbo Pack: 6,05 ppm



Pantyliner:
1. V Class: 14,68 ppm
2. Pure Style: 10,22 ppm
3. My Lady: 9,76 ppm
4. Kotex Fresh Liners: 9,66 ppm
5. Softness Panty Shields: 9,00 ppm
6. CareFree Superdry: 7,58 ppm
7. Laurier Active Fit: 5,87 ppm
Produsen dari merek tersebut tidak mencantumkan kandungan klorin pada komposisi. Namun hasil pengujian YLKI menunjukkan pembalut dan pantyliner itu mengandung klorin yang biasa digunakan sebagai pemutih.


Tanggapan Charm dan Laurier
Reaksi muncul dari produsen Charm.  "Pembalut perusahaan kami, diproduksi melalui metode yang tidak menggunakan gas klorin," tulis PT Unicharm Indonesia di siaran resmi mereka. Mereka menegaskan proses pemutihan pulp penyerap menggunakan metode tanpa gas klorin.
Selain itu, pulp penyerap juga berada di lapisan bawah, sehingga tak bersentuhan langsung dengan kulit. Berdasarkan fakta di atas, sejak dulu tidak pernah terjadi masalah kulit apapun yang diakibatkan dari pulp. Di Jepang, Singapura, Thailand , dan negara-negara yang memasarkan produk ini pun, melakukan proses pemutihan dengan metode yang sama, dan tak pernah ada keluhan semacam ini. Produk pembalut mereka, Charm, dinyatakan memiliki kadar klorin tinggi yakni 54,73 ppm.


PT KAO Indonesia yang mengeluarkan produk  Laurier dan Laurier Active Fit  juga menyatakan hal sama. Mereka menegaskan produk mereka tak menggunakan bahan yang membahayakan kesehatan. "Pemilihan supplier bahan baku Laurier dikontrol dengan ketat oleh Kao Corporation Jepang untuk semua negara termasuk Indonesia dengan spesifikasi dan kualitas terbaik.

Proses pembuatan bahan baku seperti pulp dan tissue tidak menggunakan senyawa Klorin (Cl2) sehingga produk Laurier tidak mengandung gas Klorin (Cl2) atau ‘Chlorine free’," kata Consumer Advisor Manager PT KAO Indonesia Agnes K. melalui surat elektronik kepada Tempo pada Rabu, 8 Juli 2015. Mereka memastikan bahan yang digunakan tak akan menimbulkan dioksin.

Ia juga menjelaskan belum ada penelitian yang menyebutkan paparan zat kimia tertentu dari luar tubuh, ataupun pemakaian pembalut dapat memicu kanker serviks pada wanita. Penyebab utama dari Kanker Serviks adalah Human Papilomaviruses (HPVs).


Tanggapan Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan mengimbau YLKI  membuat klarifikasi atas temuan klorin di pembalut dan pantyliner. Temuan mereka ini dianggap ada salah persepsi. "Kami harap YLKI dapat menjelaskan lebih detil wujud dan senyawa kimia dari klorin yang ditemukan," kata Maura Linda Sitanggang, Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan di kantornya pada Rabu, 8 Juli 2015.

Klarifikasi ini dianggap perlu untuk meredakan keresahan yang timbul di masyarakat akibat pernyataan tersebut. Menurut Linda, yang ditemukan adalah residu klorin dari proses pemutihan. Residu ini tak berbahaya karena bukan gas klorin.

Pada proses produksinya, pembalut wanita memang melalui proses pemutihan benang selulolid. Metode yang digunakan, sesuai dengan petunjuk Food and Drug Association (FDA) adalah:


1. Elemental Chlorine Free (ECF), yang menggunakan klorin dioksida. Zat ini sudah dinyatakan bebas dioksin.
2. Totally Chlorine Free (TCF), pemutihan yang menggunakan hidrogen peroksida, dan bebas dioksin.

Residu yang timbul akibat proses ini, menurut Linda, tak berdampak pada kesehatan alat kelamin wanita. Petunjuk dari Food and Drug Association (FDA) pun menyatakan masih diperbolehkan adanya jejak residu klorin pada hasil akhir pembalut wanita. "Selama proses ini pun, tak diperbolehkan menambahkan klorin," kata Linda. Hal ini berlaku juga untuk produsen 9 pembalut dan 7 pantyliners yang dituding mengandung klorin.

Kemenkes juga rutin melakukan uji sampling untuk produk yang sudah beredar di pasaran. Linda mengatakan, selama 2012 sampai 2015, tak ditemukan pembalut yang tak memenuhi syarat. Kalaupun ada, produsen yang bersangkutan harus menarik seluruh barangnya dari pasar.

NIBRAS NADA NAILUFAR |URSULA FLORENE SONIA

No comments:

Post a Comment