بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Lima Alasan Menonton “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno”
Go Green

Clock Link

Sunday, September 21, 2014

Lima Alasan Menonton “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno”



Setelah sukses menyajikan kisah Tokyo Arc dalam “Rurouni Kenshin” (2012), petualangan Kenshin Himura berlanjut dengan adaptasi Kyoto Arc dalam “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” (“Rurouni Kenshin: Kyoto Taika-hen”) (2014) yang punya skala lebih besar, adegan pertarungan yang lebih dinamis, dan juga hadir dengan para karakter favorit yang telah lama ditunggu kemunculannya.


Kisah sekuel bagian pertama yang nantinya akan langsung dilanjutkan dengan “Rurouni Kenshin: The Legend Ends” (“Rurouni Kenshin: Densetsu no Saigo-hen”) (2014) yang rilis bulan depan ini berhasil menjadi film yang cukup memuaskan penggemarnya, meski penonton biasa yang tidak familiar dengan kisahnya mungkin akan bermasalah dengan durasinya yang cukup panjang. Apabila Anda belum yakin apakah “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” merupakan tontonan yang cocok untuk disaksikan minggu ini, mari simak rekomendasi kami di bawah ini. Berikut adalah lima alasan menonton “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno”.



1. Nostalgia



“Rurouni Kenshin: Meiji Kenkaku Romantan” karya Nobuhiro Watsuki telah lama menjadi salah satu serial manga populer. Sejak diterbitkan pertama kali secara berseri dalam majalah “Weekly Shonen Jump”, kisah hidup sang Hitokiri Battousai ini telah diterjemahkan dalam 23 bahasa, dan terjual sampai 58 juta kopi. Di Indonesia, Rurouni Kenshin makin terkenal karena serial televisi animasinya dulu punya banyak penonton. Tidak heran, ketika film live-action pertamanya, “Rurouni Kenshin” (2012) dirilis, beredarnya buzz positif mengenai filmnya melalui word of mouth membuat banyak orang menontonnya, meski film ini sendiri tidak pernah beredar secara luas di bioskop Indonesia.



Dibangun di atas kabar mengenai film perdananya yang ternyata tidak mengecewakan, “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” ternyata mendulang sukses ketika dipadati penonton saat rilis secara resmi di bioskop lokal. Seperti yang dapat diduga, mayoritas penonton yang berbondong-bondong menyaksikan filmnya adalah mereka yang sewaktu kecil pernah membaca manga-nya, atau menyaksikan anime-nya.



Meski lama dianggap sebagai manga yang sulit untuk diangkat dalam bentuk live-action, sang sutradara, Keishi Ohtomo, membuktikan melalui “Rurouni Kenshin” dan “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” bahwa dengan pendekatan yang benar, impian ini merupakan sesuatu yang tidak mustahil. Karena itu, dengan visinya yang dengan tepat menggambarkan “Rurouni Kenshin” sebagai period piece dengan set Jepang di abad ke-19, kita akhirnya diberi kesempatan nostalgia untuk menyaksikan Kenshin Himura (Takeru Satoh), Kaoru Kamiya (Emi Takei), Sanosuke Sagara (Munetaka Aoki), Megumi Takani (Yu Aoi), Hajime Saito (Yosuke Eguchi), dan Yahiko Myojin (Taketo Tanaka) secara langsung dalam wujud manusia. Menyaksikan aksi mereka di layar lebar sungguh merupakan sesuatu yang sayang untuk dilewatkan oleh para penggemarnya.



2. Takeru Satoh



Mendapat peran ikonis seperti Kenshin Himura merupakan tanggung jawab berat yang ternyata sanggup diemban oleh Takeru Satoh dengan nyaris sempurna. Satoh yang jadi pilihan Keishi Ohtomo pertama dan satu-satunya untuk memerankan Kenshin setelah dirinya main dalam serial “Ryomaden” (2010) yang ia sutradarai, ternyata tampil dengan memuaskan. Dalam “Rurouni Kenshin”,  Satoh membuktikan bahwa ia mampu untuk memerankan Kenshin di era Meiji yang telah berubah menjadi sosok lembut dan rendah hati, sekaligus memberi kilasan mengenai sosok Hitokiri Battousai di masa Bakumatsu yang menakutkan dan sangat disegani.



Kalau dalam film sebelumnya, Satoh yang memerankan sebagian besar adegan laganya sendiri telah memberikan penampilan yang meyakinkan, dalam “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno”, ia hadir dengan koreografi perkelahian yang lebih rumit. Bila “Rurouni Kenshin” banyak bercerita mengenai filosofi yang melatari Kenshin untuk membawa sakabatou (pedang bermata terbalik), “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” hadir dengan plot yang membuat idealismenya teruji, sehingga Satoh diberi kesempatan untuk lebih banyak menyerempet transisi antara dirinya sebagai Kenshin Himura, dan Himura Battousai. Perbedaan yang sangat mencolok antara dua sisi dari Kenshin ini ditampilkan dengan kuat oleh Satoh yang dalam seketika mampu mengubah cara bicara, mimik wajah, dan cara berjalannya, sehingga Kenshin bisa hadir sebagai sosok yang bertolak belakang hanya dalam sepersekian detik.



3. Tatsuya Fujiwara



Makoto Shishio pastinya merupakan musuh Kenshin yang paling ditunggu kehadirannya ketika orang mendengar bahwa “Rurouni Kenshin” akan dibuat sebagai film live-action. Tetapi, mencari aktor yang tepat untuk memerankan sosok yang sangat berbahaya ini merupakan sesuatu yang sulit. Selain harus punya screen presence yang kuat, aktor yang dipilih juga harus memiliki kemampuan akting yang dapat mengimbangi Satoh yang impresif.



Dalam “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno”, Tatsuya Fujiwara yang lebih banyak dikenal penonton dari “Death Note”, ternyata mampu untuk menghidupkan karakter Shishio tanpa banyak beradegan laga. Selain itu, dalam “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno”, Fujiwara diberi kesempatan yang sangat bagus untuk membuat penonton terkesan dengan aktingnya melalui setup keren di awal film dalam Tambang Settsu yang tidak berpenghuni, di mana Shishio memperkenalkan konsep neraka pada Hajime Saito. Selain itu, kisah latar belakang yang menjelaskan bagaimana Shishio berubah menjadi sosok menakutkan yang dililit perban di sekujur tubuhnya juga dihadirkan dengan dramatis.



4. Adegan Aksi



Keishi Ohtomo dan Nobuhiro Watsuki setuju bahwa meskipun dalam manga dan anime-nya, pertarungan-pertarungan yang dihadirkan cukup fantastis, dalam versi film live-action “Rurouni Kenshin”, adegan laganya harus dibuat dengan lebih realistis. Ini menjadi sebuah poin plus, karena dengan desain produksi yang detail, ditunjang oleh kemampuan akting para cast yang baik, koreografi pertarungan yang tidak berlebihan membuat filmnya jadi lebih enak untuk dinikmati. Kalau dalam “Rurouni Kenshin”, Ohtomo lebih banyak menggunakan wire work dan slow motion, dalam “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno”, ia mengurangi dua hal tersebut, dan lebih fokus untuk menampilkan pertarungan tanpa terlalu banyak dipotong, sehingga para aktornya diperkenankan untuk memperlihatkan pada penonton hasil latihan koreografi yang telah mereka siapkan berbulan-bulan.



Bagi mereka yang sudah familiar dengan cerita dalam Kyoto Arc, “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” tak lupa menampilkan adegan-adegan pertarungan seru dengan anggota Juppongatana (Ten Swords), yang memberikan sedikit gambaran mengenai suguhan yang nantinya akan hadir di film ketiganya. Salah satu perkelahian yang paling seru adalah pertemuan singkat Kenshin dengan Sojiro Seta (Ryunosuke Kamiki). Selain menampilkan adu teknik pedang yang keren, karakter Sojiro yang berhasil dihidupkan dengan meyakinkan oleh Kamiki juga membuat mereka yang tahu plot Kyoto Arc tidak sabar untuk menunggu film lanjutannya. Perkelahian antara karakter-karakter favorit lain pun juga sangat menarik untuk disaksikan. Tetapi, Anda lebih baik langsung pergi ke bioskop untuk mencari tahu siapa saja yang dihadirkan dalam film ini.



5. Rurouni Kenshin: The Legend Ends



Tentunya, bagi mereka yang memang tertarik untuk menonton semua film live-action-nya, “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” wajib ditonton, karena film sekuel ini juga berfungsi sebagai bagian pertama dari dua film yang menyajikan kisah dari Kyoto Arc dengan penuh. Sebelum menyaksikan “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno”, pastikan Anda sudah menonton film pertamanya supaya lebih enak menikmati kisahnya. Bagi mereka belum pernah membaca manga-nya atau nonton anime-nya, cobalah untuk sedikit mencari tahu mengenai karakter-karakter dan ceritanya, supaya Anda tidak perlu berdiskusi panjang lebar di dalam bioskop dan menganggu penonton lain.



Meski punya banyak kelebihan, “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” tak lepas dari kelemahan yang sudah ditunjukkan melalui film pertamanya. Karena ada begitu banyak sub-plot yang harus diceritakan demi mengakomodasi percabangan cerita dan perkenalan karakter dari manga-nya, film ini punya durasi yang cukup panjang. Ketika masuk dalam bagian dramanya, dialog-dialog panjang dalam filmnya juga mungkin membuat mereka yang suka kisah dengan tempo cepat menjadi bosan. Sebagai konsekuensi dari cerita Kyoto Arc yang dibelah menjadi dua bagian, rasa penasaran akibat bagian akhir “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” yang terasa tanggung juga mungkin mengganggu. Tetapi, jangan khawatir. Bagian terakhirnya, “Rurouni Kenshin: The Legend Ends” akan diputar di Indonesia kurang dari sebulan lagi. Karena itu, pastikan Anda sudah nonton “Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno” dalam waktu dekat, dan jangan lupa untuk menyisihkan uang untuk membeli tiket nonton bulan depan. Oro!

No comments:

Post a Comment