بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Capung Di Indonesia Terancam Punah
Go Green

Clock Link

Tuesday, January 28, 2014

Capung Di Indonesia Terancam Punah


Sebuah laporan mengejutkan datang dari World Dragonflies Association (WDA) atau komunitas pecinta capung internasional yang berpusat di Inggris. Diberitakan, capung di Indonesia terancam punah.

Tak mengherankan, semakin lama bertambah susah menemukan capung terbang di alam bebas. Di tahun 80-an, kita masih mudah melihat koloni capung di lapangan, di antara semak dan pepohonan, apalagi saat musim panas tiba.

Orang tua kita dulu masih percaya mitos, bahwa capung bisa menghentikan kebiasaan ngompol pada anak. Caranya dengan membiarkan capung menggigit pusar di perut. Pernah dengan kepercayaan demikian?

Dewasa ini, di mana kita bisa dengan mudah menemukan capung? Menurut Ketua Indonesia Dragonfly Society (IDS) Wahyu Sigit, catatan dari WDA berdasarkan temuan PBB menyebutkan kondisi perairan di Indonesia sangat memprihatinkan. Padahal kehidupan capung sangat tergantung pada kondisi air.

___________________________________________________

Ketua Indonesia Dragonfly Society ( IDS ) Wahyu Sigit mengemukakan, catatan dari WDA berdasarkan temuan PBB yang menyebutkan kondisi perairan di Indonesia sangat memprihatinkan. Menurutnya, kehidupan Capung sangat tergantung pada kondisi air.

"Di beberapa daerah yang terdapat air, sudah banyak tidak ditemukan Capung. Di Malang, Capung tidak ditemukan di Talun atau sepanjang Sungai Brantas,” kata Sigit.

Sebenarnya, Capung sudah akrab dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Terbukti Capung memiliki nama berbeda di setiap daerah. Orang Sunda menyebutnya Papatong, di Jawa dikenal Kinjeng, Coblang, Gantrung, atau Kutrik.Orang Banjar mengenal Kasasiur, dan di Flores disebut Tojo.

Meski banyak istilah untuk menyebut hewan ini, ternyata tidak banyak buku tentang Capung untuk lebih mengakrabkan hewan pemakan jentik nyamuk dan hama di sawah.

Meski banyak istilah untuk menyebut hewan ini, ternyata tidak banyak buku tentang Capung untuk lebih mengakrabkan hewan pemakan jentik nyamuk dan hama di sawah.






Keberadaan capung Indonesia memang semakin mengkhawatirkan. Hal ini bisa disamakan dengan eksistensi kunang-kunang yang juga terancam punah.

Budayawan Prie GS pernah menyinggung hal ini dalam sebuah acara. Disebutkan, orang Jepang yang menyadari kunang-kunang telah musnah dari negeri mereka terpaksa beternak kunang-kunang agar bisa disebarkan lagi di alam. Apakah hal yang sama akan, dan terpaksa kita lakukan di negeri ini?

Berdasar catatan IDS, hinggga kini hanya dua buku karya orang Indonesia yang membahas tentang Capung, yaitu ‘Mengenal Capung’ karya Shanti Susanti terbitan Puslitbang Biologi - LIPI tahun 1998, dan kumpulan esai berjudul ‘Capung Teman Kita’ yang diterbitkan Pelestarian Pusaka Indonesia pada 2011 lalu.

“Ahli serangga di Indonesia sudah sangat banyak, tapi tidak ada yang mengambil spesifikasi pada capung. Bahkan anak - anak sekolah saja, banyak yang tidak tahu capung,” tambahnya.

No comments:

Post a Comment