بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Lima Pelatih Muda yang Menjanjikan
Go Green

Clock Link

Tuesday, June 4, 2013

Lima Pelatih Muda yang Menjanjikan

Orang bilang, mati satu tumbuh seribu. Pensiunnya Alex Ferguson, salah seorang pelatih berkualitas, akan tergantikan oleh beberapa pelatih muda potensial yang berusia kurang dari 45 tahun. Mereka punya prestasi menjanjikan, mereka berpengaruh terhadap dunia sepak bola. Siapa saja?

Berikut ini lima pelatih muda potensial di Eropa.

1. Antonio Conte


Mantan kapten Juventus ini kini berprofesi sebagai pelatih dan sukses menangani Juventus dalam dua musim terakhir. Dia mempersembahkan scudetto musim 2011/2012 dan 2012/2013, serta satu Piala Super Italia 2012.

Pria kelahiran Lecce 31 Juli 1969 (44 tahun) ini memulai karir kepelatihannya di Arezzo pada 2007. Tapi, saat itu dirinya gagal menyelamatkan Arezzo dari jurang degradasi ke Serie C1.

Desember 2007, Conte ditunjuk untuk menjadi pelatih Bari menggantikan Giuseppe Materazzi dan berhasil membawanya naik ke papan tengah. Conte kemudian mempersembahkan gelar juara Serie B 2008/2009 dan promosi ke Serie A.

Sukses di Bari, kemudian Conte pindah ke Atalanta menggantikan Angelo Gregucci pada September 2009. Sayang karirnya di sini diwarnai dengan perselisihan. Pada 2010, dia mengundurkan diri.

Tidak lama menganggur, Mei 2010, Conte menjadi pelatih Siena dan berhasil membawa klub ini promosi ke Serie A musim 2011/2012 setelah finis di urutan kedua klasemen Serie B.

Keberhasilan itu mengantarkannya ke Juventus tahun 2011, menggantikan Luigi Del Neri yang dianggap gagal. Kepercayaan manajemen dan suporter langsung dibayar tuntas dengan kemenangan 4-1 atas Parma pada 11 September 2011.

Conte memiliki kemauan menerapkan strategi menyerang. Sempat memakai formasi 4-3-3, Conte lantas konsisten menerapkan 3-5-2. Formasi yang sempat ditinggalkan ini kemudian ramai ditiru oleh pelatih lain, termasuk Cesare Prandelli, pelatih timnas Italia. Conte juga dikenal sebagai pelatih yang haus akan kemenangan dan mampu menjalin komunikasi dengan pemain.


2. Andre Villas-Boas


Dia dianggap sebagai orang yang paling pas disejajarkan dengan Jose Mourinho. Wajar saja, pria bernama lengkap Luis Andre de Pina Cabral e Villas-Boas ini memang anak didik Mou. Dia mendampingi The Special One ketika melatih di Porto kemudian Chelsea dan Inter Milan.

AVB baru akan berusia 36 tahun pada 17 Oktober 2013 mendatang tapi sudah punya reputasi mentereng. Bukan pemain profesional, dia langsung berkarir sebagai asisten pelatih Mou di Porto. Dia pernah memberi analisis pertandingan kepada Bobby Robson yang melatih Porto di medio 1994-1996 (dan kemudian digunakan oleh sang pelatih).

Saat menjadi asisten pelatih Mou, AVB menjadi asisten yang secara khusus menganalisis gaya permainan lawan.

September 2009, AVB dikontrak oleh Academica de Coimbra. Tugasnya berat: Academica yang berada di dasar klasemen harus diselamatkan dari degradasi. Hasilnya di akhir musim Academica finis di peringkat 11 dan mampu menembus semi final Taca de Portugal 2009/2010.

AVB kemudian pindah ke Porto menggantikan Jesaldo Ferreira. Hasilnya instan, Porto langsung menjadi juara Liga Portugal 2010/2011 ketika liga masih menyisakan lima laga. Lebih lengkap lagi Porto memenangi Liga Europa dengan mengalahkan Braga 1-0 melalui gol Radamel Falcao. AVB pun didaulat sebagai pelatih termuda yang menjuarai ajang tersebut.

Pada Juni 2011, AVB meninggalkan Porto menuju Chelsea dengan biaya kompensasi 15 juta euro. Sayang kiprahnya di Chelsea tidak semoncer ketika dia menjadi asisten Mou. Terlibat perselisihan dengan pemain senior, AVB menuai serentetan hasil buruk dan dipecat pada Maret 2012.

Sejak Juli 2012, AVB menukangi Tottenham Hotspurs durasi kontrak tiga tahun.


3. Diego Simeone


Inilah pelatih muda (43 tahun) paling berbakat dari Amerika Latin.

Datang ke Atletico Madrid bulan Desember 2011, Simeone dihadapkan pada kondisi tim yang buruk. Zona degradasi La Liga dan baru saja tersingkir dari Piala Raja setelah kalah dari Albacete, klub Segunda B.

Namun, Simeone yang bertangan dingin mampu mengubah peruntungan Atletico. Berkat pembenahan di segi teknis dan mental tim, di akhir musim Atletico berhasil finis di urutan lima. Hanya beda dua poin dari zona Liga Champions. Tidak hanya itu, Atletico mampu menjadi raja di Eropa setelah mengalahkan Athletic Bilbao di final Liga Europa pada 9 Mei. Itulah gelar kedua Atletico Madrid di ajang Piala Europa dalam tiga musim terakhir. Kesuksesannya berlanjut ketika mengalahkan Chelsea 4-1 di Monaco pada 31 Agustus dan membawa pulang Piala Super Eropa.

Musim ini, Simeone berhasil membawa timnya berada di peringkat ketiga, hanya kalah dari Barcelona dan Real Madrid. Itu berarti mereka akan berlaga di Liga Champions musim depan.

Atletico juga berhasil meraih Copa del Rey setelah mengalahkan Real Madrid 2-1 di Santiago Bernabeau. Kemenangan istimewa karena itulah kemenangan pertama atas sang musuh sekota dalam 14 tahun terakhir.

Selama 16 bulan bekerja, dia memberikan tiga gelar dan masuk zona Liga Champions. Pencapaian yang memuaskan sehingga wajar jika dia aman di kursinya sekarang ini. Justru pihak klub yang mulai khawatir jika sewaktu-waktu, Simeone dipinang oleh klub lain.

Pria yang pernah mempersembahkan Torneo Apertura 2006 kepada Estudeantes dan Torneo Clausura 2008 bagi River Plate ini tidak secara revolusioner mengubah taktik. Namun, pendekatannya ke tim sangat istimewa. Tidak ada konflik di tubuh tim Atletico Madrid. Simeone menjaga betul harmoni dalam timnya.


4. Frank de Boer


Sepak bola menyerang sudah menjadi darah dagingnya. Filosofi pertahanan terbaik adalah menyerang, benar-benar dipegang oleh pria kelahiran Hoorn, 15 Mei 1970 ini.

Ajax Amsterdam mencetak 83 gol dan hanya kebobolan 31 gol, yang merupakan paling sedikit di liga. Itu tandanya, Ajax memiliki keunggulan 52 gol. Rata-rata gol setiap pertandingannya mencapai 2,4 gol per pertandingan — rata-rata yang cukup tinggi dan menunjukkan tim ini produktif.

Frank de Boer mulai melatih Ajax pada 2010 setelah ditunjuk menggantikan Martin Jol yang mengundurkan diri pada 6 Desember 2010. Sebelumnya dia melatih akademi Ajax dan menjadi asisten Bert Van Marwijk di timnas Belanda untuk Piala Dunia 2010. Sejak mulai melatih Ajax, performa tim meningkat. Dalam tiga musim terakhir, Frank de Boer selalu membawa Ajax menjuarai Eredivisie.

Inilah untuk kali ketiga, Ajax bisa meraih hattrick juara Liga Belanda.

Tahun ini kesuksesannya semakin lengkap setelah dianugerahi Rinus Michels Award, penghargaan yang memilih pelatih terbaik Liga Belanda selama semusim mengalahkan kandidat lain Ronald Koeman (Feyenoord Rotterdam), Fred Rutten (Vitesse Arnhem), Jan Wouters (FC Utrecht), dan Art Langeler (PEC Zwolle). Penghargaan yang pantas untuk seseorang yang memiliki persentase kemenangan di Eredivisie mencapai 68,24 persen.


5. Markus Weinzierl


Namanya tidak banyak diketahui orang. Berbeda dengan empat pelatih muda berbakat sebelumnya yang sudah populer, Markus Weinzierl tidaklah begitu dikenal. Mungkin hanya penggemar Bundesliga Jerman yang tahu.

Semasa menjadi pemain, Weinzierl memang tidak terlalu bersinar meskipun sempat memperkuat Bayern Muenchen. Karirnya lebih banyak dihabiskan di klub medioker seperti Stuttgarter Kickers, Spvgg Unterchaching, dan SSV Jahn Regengsburg.

Tetapi ketika melihat kiprahnya dalam dua tahun terakhir, jelas dia nama yang layak disebut sebagai salah satu pelatih muda Jerman yang paling berbakat dan potensial bisa menjadi pelatih hebat. Pemuda yang masih berusia 38 tahun ini kini melatih Augsburg.

Sebelumnya dia hanya melatih klub divisi tiga SSV Jahn Regensburg sejak 2008. Beberapa saat setelah berhasil membawa Jahn Regensburg promosi, Weinzierl memperoleh keberuntungan untuk melatih FC Augsburg. Klub ini tidak punya tradisi juara, tetapi sebagai klub Bundesliga jelas reputasinya lumayan.

Targetnya sederhana untuk musim 2012/2013 ini: cukup bertahan di Bundesliga musim depan. Walaupun hanya punya persentase kemenangan 27,03 persen, FC Augsburg selamat dari jurang degradasi. Klub ini mengemas 33 poin dan mengungguli tiga klub yang berada di zona degradasi, Greuther Furth, Fortuna Dusseldorf, dan TSG 1899 Hoffenheim.

Untuk klub yang baru berlaga di Bundesliga musim 2011/2012 ini jelas merupakan prestasi.

Weinzierl memang belum begitu memiliki prestasi mentereng dan belum cukup teruji. Namun, dia mampu memanfaatkan sumber daya yang dipunyai semaksimal mungkin dan bersedia melakukan perubahan rencana jika rencana A yang disusun gagal.

yahoo.com

No comments:

Post a Comment