بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Buru Teroris Bom Maraton, Boston Jadi "Zona Perang"
Go Green

Clock Link

Saturday, April 20, 2013

Buru Teroris Bom Maraton, Boston Jadi "Zona Perang"



VIVAnews - Ini pekan yang mencekam bagi penduduk Kota Boston dan sekitarnya. Setelah Senin diguncang dua ledakan bom, selama beberapa hari berikut Boston menjadi lokasi perburuan teroris, dan berlanjut menjadi "medan perang" di beberapa wilayahnya antara bala pasukan polisi dengan pelaku bom teror, yang diyakini adalah dua bersaudara dari Rusia.

Satu sudah ditembak mati. Namun, satunya lagi lolos dari pengejaran pertama. Dia diyakini bersenjata dan berbahaya. Selama berjam-jam, dari Kamis tengah malam hingga Jumat tengah hari waktu Boston (Sabtu dini hari WIB), ribuan polisi masih berjuang mencari teroris buron.

Gubernur negara bagian Massachusetts, Deval Patrick, terpaksa mengeluarkan maklumat bahwa semua rutinitas di Kota Boston "dihentikan" dulu sepanjang Jumat. Kebijakan ini juga berlaku bagi kota-kota kecil di sekitarnya, yaitu Cambridge, Watertown, Waltham, Newton, dan Belmont.

Gubernur tidak mau ada warganya yang menjadi korban lagi karena teroris yang diburu itu bersenjata dan berbahaya. Lagipula kebijakan ini juga untuk memudahkan polisi untuk mencari teroris di Boston, salah satu kota besar di AS. 

Itulah sebabnya, biasa sibuk dengan kegiatan bisnis dan perkuliahan di kampus-kampusnya yang ternama, Boston pada Jumat itu mendadak lumpuh. Polisi dan pemerintah setempat memerintahkan masyarakat untuk tetap di rumah masing-masing. "Mohon jangan buka pintu rumah kecuali yang mengetuk adalah polisi dengan tanda pengenal," kata Patrick, dalam jumpa pers Jumat siang waktu setempat (malam WIB) seperti dikutip CNN. 

Boston untuk sementara waktu menjadi kota mati. Kantor berita Reuters melaporkan suasana di alun-alun Balai Kota dan Faneuil Hall, yang biasanya ramai, sejak Jumat pagi hingga siang sunyi senyap. Hanya para polisi, agen keamanan FBI, pasukan SWAT, dan sejumlah jurnalis yang bisa berlalu-lalang di jalanan. Para jurnalis pun tidak boleh mendekat ke lokasi operasi polisi. 

Sesuai instruksi gubernur, kantor-kantor dan sekolah-sekolah tutup, termasuk kampus elit seperti Harvard University dan Massachusetts Institute of Technology (MIT), yang berada di pinggiran Boston. Layanan transportasi, mulai dari kereta, bus, hingga taksi sepanjang Jumat tidak boleh beroperasi. Bandar udara setempat hanya beroperasi terbatas dengan pengamanan yang ketat. 

Bahkan di wilayah perburuan seperti Kota Watertown, orang-orang sipil yang ketahuan melanggar perintah dengan bermobil di jalanan langsung ditangkap untuk diperiksa, seperti yang ditayangkan stasiun berita CNN. Bahkan ada seorang pria yang mengalami nasib sial setelah harus digelandang polisi dalam keadaan bugil karena dianggap mencurigakan di jalanan. 

Perburuan dua tersangka teroris di Boston dan sekitarnya itu berlangsung sangat mencekam. Selama Kamis malam hingga Jumat pagi waktu setempat, sudah dua orang tewas. Masing-masing adalah seorang polisi di dekat kampus MIT dan satunya lagi diketahui seorang tersangka teroris bernama Tamerlan Tsarnaev. Seorang polisi menderita luka tembak.

Adiknya, Dzhokar Tsarnaev, selama berjam-jam diburu 9.000 petugas polisi ditambah para agen dari Biro Penyelidik Federal (FBI). Dia bersembunyi di suatu rumah penduduk dan dicurigai membawa bahan peledak. Pihak berwenang memastikan ini merupakan perburuan yang berbahaya.

Itu sebabnya polisi Boston, selain memerintahkan para warga tidak boleh keluar rumah untuk sementara waktu, juga melancarkan pemeriksaan dari rumah ke rumah, untuk menemukan persembunyian teroris yang masih buron.

Warga yang rumahnya diperiksa harus menunggu di luar beberapa saat bersama anggota keluarga. Bahkan, seorang jurnalis CNN melihat seorang ibu terpaksa mengganti popok untuk bayinya di pinggir jalan sementara rumahnya digeledah polisi. 


Masih Muda

Bila kecurigaan pihak keamanan AS benar, aksi dua bersaudara Tsarnaev ini memang gila dan di luar perkiraan. Kalangan pengamat, pejabat keamanan, hingga media massa dalam beberapa hari terakhir mengira bahwa bom teror di Boston ini merupakan ulah "pemain lama," seperti jaringan teroris al-Qaeda atau kelompok militan sayap kanan anti pemerintah di AS. Namun penyelidikan masih berlangsung untuk mencari tahu siapa lagi yang harus dicurigai selain Tsarnaev bersaudara.

Dua kakak beradik ini masih muda. Tamerlan 26 tahun dan adiknya, Dzhokar, 19. Mereka berdua adalah imigran dari Rusia dan diduga berdarah Chechnya dan sudah bertahun-tahun belajar di Amerika sehingga bahasa Inggris mereka sudah fasih dan menempuh pendidikan di sekolah publik Kota Cambridge, yang terletak di pinggiran Boston. 

Pihak berwenang masih mengusut motif aksi teror Tsarnaev bersaudara ini. Benarkah hanya mereka berdua yang bertanggungjawab? Bila betul bom di lomba maraton Senin lalu ulah mereka, apa tujuannya?

Polisi pun tidak mau mengulangi pengejaran maut yang menewaskan Tamerlan. Dalam pengejaran itu dua bersaudara tersebut dituding bertanggungjawab atas tewasnya polisi di MIT dan terlukanya seorang polisi lain serta pembajakan mobil orang lain.

Selama pengejaran, mereka berani menembaki polisi. Bahkan muncul laporan mereka melempari polisi dengan peledak. Itu sebabnya polisi memerintahkan warga Boston untuk sementara tidak keluar rumah selama perburuan berlangsung. 

Sekitar lima jam setelah FBI Kamis waktu setempat mempublikasikan gambar Tsarnaev bersaudara di dekat lokasi pengeboman, muncul laporan seorang polisi di kampus MIT ditembak, ungkap Jaksa Distrik Middlesex yang dikutip kantor berita Reuters.

Tak lama kemudian, polisi menerima laporan pembajakan mobil oleh dua pria. Pemilik mobil sempat disandera, namun dibebaskan tiga puluh menit kemudian.

Polisi lalu mengejar mobil bajakan itu ke Watertown. Di sana para pembajak melempari sejumlah peledak ke arah mobil polisi. Baku tembak pun tak terelakkan. Itu terjadi sekitar Kamis tengah malam atau Jumat dini hari waktu setempat.

"Selama baku tembak, kami yakin salah seorang tersangka ditembak dan akhirnya bisa diamankan. Tersangka kedua berhasil kabur dari mobil dan kini tengah berlangsung perburuan aktif," kata Kolonel Timothy Alben dari Kepolisian Negara Bagian Massachusetts.

Tersangka yang berhasil ditembak, yang diketahui bernama Tamerlan, dibawa ke Rumah Sakit Beth Israel Deaconess Medical Center. Dia menderita beberapa luka tembak dan cedera akibat suatu ledakan, kata Dr. Richard Wolfe dari pihak rumah sakit.


Bukan Ancaman

Setelah Tamerlan tewas ditembak, pihak keamanan Amerika berharap bisa menangkap Dzhokar hidup-hidup, yang berhasil lolos dari pengejaran sebelumnya. Ini butuh proses yang lama mengingat dia diduga membawa serta bahan peledak.

"Kami yakin dia adalah teroris," kata Komisaris Kepolisian Boston, Ed Davis. "Kami yakin ini pria yang datang membunuh banyak orang. Kita harus menangkap dia," lanjut Davis, seperti dikutip kantor berita Reuters.

Pada Kamis lalu FBI, yang memimpin penyelidikan dan setelah menganalisa banyaknya foto dan rekaman video dari para saksi mata, yakin bahwa Tsarnaev bersaudara merupakan tersangka dua ledakan bom dalam Lomba Maraton di Boston yang menewaskan sedikitnya tiga orang dan melukai 176 lainnya. Ini adalah serangan teror terburuk di wilayah AS sejak Tragedi 11 September 2001.

Pihak keamanan masih belum memberi keterangan lengkap mengenai asal-usul Tsarnaev bersaudara. Pihak media massa AS pun masih mengais-ngais informasi dari berbagai orang yang diyakini dekat dengan Dzhokar maupun Tamerlan.

Menurut sumber-sumber pemerintah AS, dua kakak beradik itu sudah bertahun-tahun di Negeri Paman Sam setelah dibawa orang tua mereka dari Rusia. Sebelum pengeboman di Boston, kedua pria itu dianggap bukan ancaman keamanan potensial. 

Suatu laman jejaring sosial berbahasa Rusia menyimpan suatu akun dengan nama Dzhokar Tsarnaev. Dia mengaku lulusan Cambridge Rindge and Latin School pada 2011, yaitu sekolah publik di Cambridge. Masih diselidiki apakah akun itu benar-benar milik dan ditulis sendiri oleh orang yang diburu pihak keamanan AS.

Dalam laman itu, pemilik akun mengaku pernah bersekolah dasar di Makhachkala, ibukota provinsi Dagestan, Rusia. Provinsi itu berdekatan dengan Chechnya, yang menjadi sarang kelompok separatis Chechen. Dalam akunnya, Dzhokar memasukkan Inggris, Rusia, dan Chechen sebagai bahasa yang dia kuasai. Dia pun memasukkan beberapa tautan (link) laman yang menyerukan kemerdekaan Chechnya dari Rusia.

No comments:

Post a Comment