بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Sejarah Bedug Kyai Bagelen
Go Green

Clock Link

Monday, August 20, 2012

Sejarah Bedug Kyai Bagelen



Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang di utara, Kabupaten Kulon Progo (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di timur), Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Kebumen di sebelah barat.


Sejarah perkembangan Islam di Kabupaten Purworejo tidak bisa dipisahkan dengan adanya Bedug Kyai Bagelen. Bedug yang paling besar diseluruh dunia jadi sejarah yang paling penting di Provinsi Jawa Tengah, khususe wilayah eks Karesidenan Kedu, Bedug Kyai Bagelen itu populer dengan nama Bedug Pendowo. Bedug yang terkenal punya keistimewaan dibandingkan bedug lainnya. Dari wujudnya saja, Bedug Kyai Bagelan paling besar diseluruh dunia.






Kalau dilihat dari sejarahnya, bedug itu sudah berjasa menyiarkan agama Islam turun temurun di Kabupaten Purworejo dari abad ke-19. Bedug Kyai Bagelen letaknya di Masjid Agung Kauman, sebelah barat alun-alun Purworejo. Bedug itu berumur hampir dua abad dari jaman pemerintahan Bupati Purworejo pertama, Raden Cokronegoro I.

Bedug Kyai Bagelen sampai sekarang masih dikagumi wisatawan . Bahkan selama Ramadhan, banyak wisatawan yang sengaja dating ke Purworejo untuk melihat langsung bedug itu.

Sejarah pembuatan Bedug Kyai Bagelen bisa dihubungkan dengan sejarah berdirinya masjid agung diatas tanah wakaf seluas kurang lebih 70 x 80 m2 ukuran 21 x 22 m2 ditambah gandok ukuran ± 10 x 21 m2.

Menurut catatan sejarah, begitu selesai Perang Diponegoro (1825-1830), Pemerintah Hindia Belanda mengangkat pemimpin dari kalangan pribumi untuk memerintah wilayah Tanah Bagelen (Purworejo sekarang). Yang jadi Bupati saat itu Kanjeng Raden Tumenggung Cokronegoro I dan jabatan patih (pembantu Bupati) dipercayakan kepada Raden Cokrojoyo.

Pada jaman Bupati Cokro I masjid agung mulai dibangun. Berdasarkan tulisan di prasasti yang ditempel di atas pintu utama, pembangunannya selesai tahun Jawa 1762 atau tahun 1834 Masehi. Setelah pembangunan selesai, Bupati Cokronegoro I memiliki gagasan untuk melengkapinya dengan sebuah bedug yang harus dibuat istimewa sehingga menjadi tanda peringatan di kemudian hari.

Adik Bupati, Mas Tumenggung Prawironegoro Wedana Bragolan menyarankan agar bahan bedug dibuat dari pangkal (bongkot) pohon Jati. Pohon jati tadi sesungguhnya diambil dari Dusun Pendowo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Dari cerita lisan yang turun temurun, pohon-pohon jati yang terdapat di Dusun Pendowo telah berusia ratusan tahun dengan ukuran besar-besar, bahkan ada yang bercabang lima.

Dalam ilmu kejawen, pohon-pohon jati besar bercabang lima yang disebut Pendowo mengandung sifat perkasa dan berwibawa. Pembuatan Bedug yang dikenal sebagai Bedug Kyai Bagelen (Bedug Pendhawa) ini diperkirakan dilakukan pada tahun jawa 1762 atau tahun 1834 masehi bersamaan dengan selesainya pendirian bangunan Masjid Agung.


Pemindahan

Ada persoalan baru ketika bedug selesai dibuat, yakni pemindahan dari Dusun Pendowo (Jenar) ke Kota Purworejo yang jaraknya sekitar 9 KM dengan kondisi jalan yang sangat sukar dilalui. Bupati Cokronegoro I atas usul adiknya Raden Tumenggung Prawironegoro mengangkat Kyai Haji Muhammad Irsyad yang menjabat sebagai Kaum (Lebai/Naib) di desa Solotiyang, Kecamatan Loano untuk memimpin proyek pemindahan Bedug Kyai Bagelan.

Pemindahannya dilakukan oleh para pekerja yang mengangkatnya secara beramai-ramai diiringi bunyi gamelan lengkap dengan penari tayub yang telah menanti di setiap pos perhentian. Akhirnya setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, Bedug Kyai Bagelen tiba di Masjid Agung Kabupaten Purworejo.

Bedug tersebuti mula-mula ditutupi bahan dari kulit banteng. Akan tetapi, setelah 102 tahun kemudian (3 mei 1936) kulit bedug bagian belakang mengalami kerusakan sehingga diganti dengan kulit sapi ongale (benggala) dan sapi pemacek yang berasal dari Desa Winong, Kecamatan Kemiri Kabupaten Purworejo.

Di bagian di pasang sebuah gong besar yang berfungsi untuk menambah getaran dan bunyi (anggreng). Kini, Bedug kyai Bagelen diletakkan di sebelah dalam serambi masjid. Tapi sekarang sudah jarang di tabuh di karenakan sudah rapuh.Kini bedug itu di tabuh pada saat hari2 besar saja.

Di samping itu, pada setiap saat menjelang sholat Sunat Idul Fitri dan Idul Adha, acara-acara atau peristiwa-peristiwa keagamaan Islam dan memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Bedug Kyai Bagelen selalu ditabuh untuk memberi tanda dan penghormatan.

No comments:

Post a Comment