بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Sensasi Pedas Mie Nuklir
Go Green

Clock Link

Monday, September 16, 2013

Sensasi Pedas Mie Nuklir

Sensasi Pedas Mie Nuklir

TEMPO.CO, Blitar - Jika di Bandung ada keripik Maicih, di Blitar, Jawa Timur, ada Mie Nuklir. Memakai tingkat kepedasan berjenjang, kedua jenis kuliner ini sama-sama menjual cita rasa cabai yang menyengat. Bertempat di warung sederhana ala kaki lima di Kelurahan Pakunden, 2 kilometer dari pusat Kota Blitar arah Kediri, kios Mie Nuklir ini ramai dikunjungi pembeli. Rata-rata mereka adalah remaja dan anak sekolah yang memang menyukai mie sebagai jajanan favorit.

Begitu menginjakkan kaki ke dalam warung, sebuah spanduk berukuran cukup besar terpampang di dinding atas. Tak selazimnya menu atau daftar makanan yang biasa dipajang di rumah makan, spanduk itu justru bertuliskan deretan jenjang sekolah. Mulai PAUD, TK, SD, SMP, SMA, Sarjana, Magister, Doktor, hingga Profesor. "Itu adalah urutan rasa pedas," kata Sandi, juru masak Mie Nuklir, kepada Tempo, Kamis, 27 Juni 2013.

PAUD adalah sebutan untuk mie yang tidak menggunakan cabai sama sekali. TK berisi satu cabai, SD dengan lima cabai, SMP untuk 10 cabai, SMA dengan 15 cabai, Sarjana 20 cabai, Magister untuk 25 cabai, dan Profesor untuk hidangan satu mangkuk mie dengan 30 cabai. Bisa dibayangkan betapa pedasnya rasa mie dengan tingkat kepedasan Profesor ini.

Menurut Sandi, teknik mengolah dan memasak Mie Nuklir ini nyaris sama dengan menu olahan mie lainnya. Makanan gilik berbahan dasar tepung itu direbus dalam air mendidih selama beberapa menit. Setelah masak, diangkat dan ditiriskan sebelum dimasukkan ke mangkuk untuk ditambahkan penyedap rasa, kecap, dan bumbu lainnya.

Campuran kecap pada Mie Nuklir ini tergolong cukup banyak hingga menimbulkan warna kuah yang hitam dengan cita rasa manis. Namun percayalah, rasa kecap itu akan segera tergusur dengan rasa pedas yang luar biasa. Apalagi jika menu yang kita pilih adalah Mie Nuklir dengan level Sarjana ke atas. Dipastikan sejak suapan pertama keringat akan mengucur disertai sensasi lidah terbakar karena kepedasan. Rasa pedas ini akan semakin bertambah ketika disusul dengan suapan kedua dan seterusnya.

Tempo yang berkesempatan menjajal Mie Nuklir dengan tingkat kepedasan SD saja sudah cukup berkeringat. Padahal jumlah cabai yang dihaluskan bersama kuah mie tak lebih dari lima biji saja. Namun demikian, menurut Sandi, para remaja khususnya pelajar justru banyak yang memilih level Profesor dengan 30 cabai. Ketika kepedasan, mereka akan saling ejek dan menertawakan. "Bisa dibilang uji nyali," tutur Sandi sambil tersenyum.

Diperlukan kemahiran mengukur kuantitas cabai untuk meramu Mie Nuklir sesuai tingkat kepedasannya. Sebab, cabai yang dicampurkan bukan lagi dalam bentuk bijian, namun cairan lembut dari cabai yang diblender. Cairan cabai itu diletakkan dalam stoples besar yang biasa digunakan menyimpan kerupuk.

Pada awalnya, Sandi harus menggunakan sendok kecil untuk mengukur jumlah cabai. Satu buah cabai setara dengan satu sendok kecil. Ketika mendapat pesanan Mie Nuklir dengan level Profesor, dia harus menambahkan 30 kali sendok cabai. Namun sekarang pria bertato ini sudah mampu mengukur jumlah cabai hanya dengan menggunakan sendok biasa. Khusus untuk tingkat Profesor disiapkan sendok besar seukuran sendok sayur untuk mengambil cairan cabai.

Meski tak pernah sepi dari kunjungan pelanggan, pengelola Mie Nuklir tak mematok mahal untuk menu mereka. Satu porsi Mie Nuklir dihargai hanya Rp 4.000. Porsi yang ditawarkan cukup mengenyangkan untuk pengganti sarapan atau makan siang. Dalam sehari, warung ini memasak tidak kurang dari 250 mangkuk mie. Setiap 50 mangkuknya membutuhkan 5 kilogram cabai segar. Ini berarti, dalam sehari, cabai yang dibutuhkan warung ini mencapai 25 kilogram. Meski harga cabai melonjak, pengelola Mie Nuklir mengaku tak pernah menaikkan harga.

Pemilik Mie Nuklir, Diana Puspita Sari, menambahkan, konsep yang ia bawa adalah mie sehat dan organik. Ia mencampurkan jamur sehat di sela-sela sisiran ayam pada mie itu. Untuk menjaga kualitas rasa, Diana melarang mie sisa hari ini dimasak lagi untuk esok harinya. "Kalau dimasak lagi buat besok, rasanya sudah beda. Pembeli yang peka pasti tahu bedanya," kata Diana yang juga membuka cabang Mie Nuklir 2 di Jalan Kalimantan, Kota Blitar.

No comments:

Post a Comment