بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Jakarta Patut Tiru Surabaya
Go Green

Clock Link

Saturday, May 25, 2013

Jakarta Patut Tiru Surabaya


Petugas kebersihan menyapu daun-daun kering dan sampah yang yang ada di Taman Pelangi Surabaya, Minggu (23/8).

JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta boleh unggul dalam jumlah "pohon beton" atau bangunan komersial tinggi dan pusat gaya hidup. Namun. profil ibukota negara ini terkesan kering, angkuh dan tidak humanis. 

Berbeda dengan Surabaya, ibukota provinsi Jawa Timur ini memang kalah dalam pembangunan fisik properti komersial. Namun, Surabaya unggul sebagai kota besar ramah lingkungan dan humanis.

Walikota Surabaya, Tri Rismawati, mengatakan Surabaya saat ini mengembangkan penataan yang tersebar ke seluruh penjuru kota. Dengan demikian, warga kotanya bisa beraktifitas di wilayahnya masing-masing atau dekat dengan tempat tinggalnya.


"Pembangunan tidak diaglomerasikan di satu titik, melainkan menyebar. Selain itu, di setiap titik strategis kota kami mengembangkan sentra komunitas untuk digunakan sebagai tempat aktifitas warga," ujar Rismawati dalam presentasi Seminar Nasional Arsitek untuk Bumi di Jakarta, Rabu (22/5/2013).

Di setiap titik strategis seluruh wilayah kota itu dibangun pula taman-taman, lengkap dengan akses wi-fi, jalur pedestrian, dan sepeda sebagai ruang terbuka hijau di luar ruang rekreasi, lapangan olahraga, dan pemakaman. Tak heran, saat ini Surabaya mampu menghasilkan ruang terbuka hijatu (RTH) sebanyak 22,26 persen atau 171,68 hektar dari total luas wilayah kota. Angka itu jauh di atas RTH di Jakarta yang masih berkutat pada angka 14 persen.

Itulah sebabnya, saat ini Surabaya mendapat predikat sebagai "kota untuk warganya". Tak kalah penting, kota ini juga digelari the most green and livable city in Indonesia.

Menurut Risma, konsep "kota warga" tak hanya bergantung pada alokasi RTH, namun juga harus mampu melayani warganya dalam penyediaan "kail kehidupan". Warga tidak dianggap sebagai obyek dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), melainkan subyek yang diharapkan bisa menentukan tujuan hidupnya.

Terkait hal itu, pemerintah kota Surabaya memfasilitasi warganya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhannya. Contoh nyatanya, pemerintah kota menyediakan fasilitas pentas seni di setiap taman kota.

Di taman kota itu, warga yang memiliki keahlian seni musik dapat menunjukkan keahliannya setiap hari. Mereka diberi apresiasi senilai Rp 2,5 juta per bulan dari pemerintah kota. Hasilnya, saat ini di Surabaya hampir tidak bisa dijumpai pengamen atau pun pengemis.

http://properti.kompas.com/index.php/read/2013/05/22/13500114/Pak.Jokowi....Jakarta.Harus.Belajar.dari.Surabaya.

No comments:

Post a Comment