بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Jabar Nomor Satu Kasus Penodaan Agama
Go Green

Clock Link

Sunday, April 28, 2013

Jabar Nomor Satu Kasus Penodaan Agama

Jabar Nomor Satu Kasus Penodaan Agama    

TEMPO.CO, Yogyakarta - Jawa Barat merupakan wilayah yang paling banyak memunculkan kasus penodaan agama dan rumah ibadah. Data ini dimuat dalam Laporan Kehidupan Beragama 2013 oleh Center for Religious and Cross Culture Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada yang dipublikasikan pada Kamis, 25 April 2013.

Laporan itu juga menyimpulkan kasus penodaan agama lebih sering mampir ke pengadilan. Selama 2012, tercatat ada sembilan kasus. "Pada konflik rumah ibadah, mediasi lebih banyak dipilih. Sayang prosesnya tak banyak berhasil," kata Direktur Program CRCS Zainal Abidin Bagir.

Zainal mengatakan, salah satu kesimpulan utama laporan itu adalah pentingnya melembagakan mediasi sebagai solusi konflik. "Kalau tetap tak ada terobosan, bakal terus bermunculan kasusnya, terutama di isu penodaan agama dan konflik rumah ibadah," ujarnya.

Untuk itu, pemerintah perlu segera membentuk lembaga mediator resmi konflik keagamaan di banyak daerah rawan. Menurut peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM, Syamsu Rizal Panggabean, mediasi lebih menjanjikan penyelesaian konflik yang mendidik ketimbang instrumen hukum. "Sampai sekarang belum ada yang resmi, sementara kapasitas pemda maupun polisi sebagai mediator sangat rendah," kata Syamsu pada acara yang sama.

Dia mengatakan instrumen hukum terbukti lemah di banyak kasus. Misalnya, konflik rumah ibadah Gereja HKBP Filadelfia Bekasi dan GKI Taman Yasmin Bogor, keputusan Mahkamah Agung justru diabaikan. "Kasus ini menunjukkan pula dalam isu konflik agama tata kelola pemerintahan terlihat buruk, sebab kepala daerah yang menolak eksekusi putusan MA," kata dia.

Rizal menilai mediasi yang berjalan justru diwarnai proses negosiasi yang timpang. Pemerintah daerah atau polisi memihak salah satu kelompok. "Tajul Muluk (tokoh Syiah Sampang) mengaku saat mediasi pernah diminta polisi menandatangani peryataan tobat," kata dia.

Mediator, kata dia, mesti mampu mendorong aktor yang terlibat, baik mayoritas maupun minoritas, untuk menjalankan komunikasi sosial yang tak memicu ledakan konflik. "Kasus Syiah Sampang, ekskalasi konflik makin memuncak ketika perang argumentasi terjadi lewat toa (pengeras suara) masjid," ujar Rizal.

No comments:

Post a Comment