بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Inter Milan Harus Mulai dari Belakang
Go Green

Clock Link

Monday, April 29, 2013

Inter Milan Harus Mulai dari Belakang



Performa Inter Milan di musim 2012/2013 ini tidak sebanding dengan nama besar klub Milan itu. Hingga pekan ke-34 Serie A, Inter masih tercecer di peringkat tujuh klasemen sementara dengan raihan 53 poin.

Pasukan Andrea Stramaccioni itu membukukan 16 kali menang, lima imbang dan 13 kali kalah, dengan catatan gol memasukkan 51 buah dan 46 kali kemasukkan. 

Inter Milan terpaut sembilan angka dari peringkat tiga klasemen sementara yang juga musuh satu kota, AC Milan. Untuk bisa melaju ke Liga Champions musim depan, Italia mendapat jatah tiga klub. Artinya ada tiga klub teratas di klasemen akhir yang akan masuk ke kompetisi antar klub terbaik di Eropa tersebut.

Bukan hanya di Serie A perjalanan Inter Milan terseok-seok. Nerazzuri sudah tersingkir di Piala Italia dan Liga Europa. Yang membuat klub milik pengusaha minyak, Massimo Moratti, tersebut resmi tanpa gelar musim ini.

Dengan sisa empat laga lagi di Serie A - dengan potensi meraih 12 poin - Nerazzuri masih punya peluang masuk tiga besar. Tapi melihat kenyataan yang ada saat ini, Inter Milan dan fansnya harus realitis.

Inter Milan sudah kehilangan 15 pemain secara bergantian karena cedera sebelum musim berakhir. Yang paling aktual ialah kapten Javier Zanetti yang cedera achilles tendon saat La Beneamata kalah 0-1 dari Palermo, Minggu (28/4) WIB malam. Pemain Argentina berusia 39 tahun itu diperkirakan harus absen selama delapan bulan dan baru kembali sekitar Desember 2013 atau Januari 2014.

ke-14 pemain lainnya yang sudah pernah masuk atau sedang di ruang operasi untuk menjalani rehabilitasi medis ialah Diego Milito, Antonio Cassano, Rodrigo Palacio, Matias Silvestre, Esteban Cambiasso, Dejan Stankovic, Yuto Nagatomo, Walter Gargano, Fredy Guarin, Walter Samuel, Gaby Mudingayi, Joel Obi, Luca Castelazzi dan Ibrahima Mbaye.

Tim medis dan pelatih fisik Inter adalah yang paling bertanggung jawab terhadap badai cedera itu. Pelatih fisik seharusnya mampu mempersiapkan fisik dan stamina pemain sesuai kebutuhan tim serta kemampuan pemain bersangkutan. Sedangkan tim medis mestinya lebih kreatif dan cekatan membantu pemulihan cedera para pemain.

Apalagi pemain-pemain yang cedera sebagian besar adalah tulang punggung Inter musim ini. Otomatis kini Stramaccioni hanya bisa mengandalkan sebagian besar pemain muda belum berpengalaman untuk mengarungi sisa empat pertandingan Serie A.

Kegagalan Inter untuk bersaing di level tertinggi kompetisi lokal dan Eropa musim ini disebabkan dari tiga faktor. Pertama karena badai cedera pemain-pemain yang sudah disebutkan di atas. Kedua miskinnya sosok pelatih cerdas dan berkharisma sepeninggal Jose Mourinho pada Mei 2010 lalu.

Usai Inter Milan Treble pada 2010 lalu, tidak ada lagi sosok pelatih yang cerdas dan berkharisma yang mampu membawa kembali kejayaan Inter. Lima pelatih - termasuk Andrea Stramaccioni- setelah era Jose Mourinho terbukti gagal.

Ketiga ialah kebijakan transfer Inter Milan yang sering salah. Inter menjual banyak pemain yang berperan penting di era Mourinho, seperti Samuel Eto'o, Wesley Sneijder, Thiago Motta, Lucio, Julio Cesar dan Maicon.

Plus beberapa pemain yang sebenarnya masih punya kualitas, antara lain Diego Forlan, Giampaolo Pazzini dan Coutinho, juga dilepas ke klub lain. Termasuk dua penyerang muda Inter, Samuele Longo (21 tahun) dan Marko Livaja (20) yang dipinjamkan ke klub lain dengan alasan untuk menambah jam terbang. Padahal kalau pelatih dan manajemen mau sabar, kedua pemain tersebut bisa menjadi kartu as Inter.

Kebijakan penjualan dan pembelian pemain itu biasanya dilakukan oleh Direktur Olahraga Klub, Marco Branca. Yang tentunya atas sepengetahuan dan seizin pemilik klub, Moratti. Sayangnya kemampuan Branca menganalisis kemampuan calon pemain yang akan dibeli atau dijual dan kebutuhan tim ternyata mengecewakan.

Alasan manajemen menjual pemain-pemain itu bermacam-macam. Mulai dari gajinya yang terlalu besar - yang tidak seimbang dengan keuangan klub, tidak kunjung fit karena cedera kambuhan sampai tidak sesuai dengan skema permainan pelatih.

Ironisnya pemain-pemain pengganti yang dibeli kualitasnya tidak bisa menutupi kekurangan di tim. Tercatat hanya gelandang Matteo Kovavic, Fredy Guarin serta penyerang Antonio Cassano dan Rodrigo Palacio yang bisa dibilang lumayan sumbangannya untuk tim. Kiper asal Slovenia, Samir Handanovic malah yang layak diberi satu acungan jempol karena konsisten bermain bagus menahan gempuran tim lawan.

Manajemen Inter pun sepertinya menyadari kesalahan mereka selama dua setengah tahun terakhir, terutama dalam kebijakan transfer. Perbaikan pun sudah dimulai untuk menyongsong musim depan, meski musim ini masih berjalan.

Sudah ada lima pemain baru dikontrak yang sudah dikonfirmasi oleh salah satu Direktur klub, Marco Fassone. Yaitu pemain sayap timnas Uruguay U-20, Diego Laxalt; lalu bek Argentina, Hugo Campagnaro, yang diperoleh secara gratis karena kontraknya sudah habis di Napoli; mantan pemain Primavera Inter, Marco Andreolli, yang sebelumnya menjadi bek Chiveo Verona; kemudian satu lagi pemain sayap berpaspor Argentina yang sebelumnya memperkuat klub Tigre,Ruben Botta; dan yang paling menjanjikan adalah transfer Mauro Icardi, penyerang berusia 20 tahun yang pernah menimba ilmu di akademi La Masia milik Barcelona. Icardi sudah menyumbang sembilan gol untuk Sampdoria musim ini, yang juga musim Serie A perdananya.

Tapi untuk klub berskala Inter, lima pemain di atas tidak cukup. Kelima pemain itu belum memiliki kaliber besar untuk membawa Inter bisa bersaing, minimal di kompetisi domestik.
Perlu pemain-pemain bintang dengan mental juara yang mesti direkrut oleh manajemen. Terutama untuk lini pertahanan.

Kelemahan Inter Milan musim ini dan dua musim sebelumnya adalah barisan bek yang lemah, lamban dan tidak taktis.

Di era Roberto Mancini, Inter punya duet Ivan Cordoba dan Marco Materazzi. Kecepatan dan kelugasan milik Cordoba dipadu dengan kemampuan menghalau bola-bola atas dan 'kenakalan' milik Materazzi ikut berperan menjadikan Nerazzuri menguasai Serie A pada periode 2004-2008. 

Pertahanan Inter semakin kuat setelah Mourinho mendatangkan Lucio untuk diduetkan dengan Walter Samuel. Duo bek Amerika Latin itu menjadi simbol pertahanan terbaik Eropa di masanya. Lucio dan Samuel sukses memperagakan cara bertahan dengan skema permainan zona maupun man to man marking (menempel satu-dua pemain dengan ketat).

Hasilnya banyak penyerang top dibuat frustrasi oleh dua bek kekar itu.

Plus dua bek sayap, Maicon di kanan dan Maxwell di kiri. Keduanya benar-benar menjadikan Inter atraktif dalam menyerang tapi tetap rapat saat kehilangan bola.

Namun setelah Maxwell hengkang, Inter sedikit goyah di sisi kiri. Christian Chivu, yang aslinya bek tengah, tidak bisa menjadi bek kiri yang agresif membantu menyerang dan cekatan menghalau atau menutup celah di sektor kiri pertahanan.

Musim depan Inter seharusnya membenahi lini belakangnya dengan serius. Nama-nama seperti Mats Hummels (Borussia Dortmund), Vincent Kompany (Manchester City), Branislav Ivanovic, David Luiz (Chelsea) atau Daniel Agger (Liverpool) bisa menjadi opsi. 

Sektor bek sayap juga jangan luput. Inter membutuhkan pemain yang cepat, disiplin, berani melewati hadangan pemain lawan dan bagus umpan silangnya. Aleksandar Kolarov (Manchester City), Filipe Luis (Atletico Madrid), Bacary Sagna (Arsenal) atau Marcel Schmelzer (Borussia Dortmund) diprediksi akan membuat skema permainan Inter lebih cepat.

Inter saat ini juga kekurangan sosok gelandang bertahan yang berkualitas. Esteban Cambiasso sudah terlalu lamban karena faktor usia. Walter Gargano, Fredy Guarin atau Zdravko Kuzmanovic belum menunjukkan permainan yang konsisten dan visioner.

Inter butuh satu atau dua gelandang bertahan yang dibekali dengan kemampuan olah bola dan kecerdasan mengumpan yang baik. Ditambah memiliki daya jelajah yang luas di lapangan. Seperti Arturo Vidal di Juventus, Xabi Alonso di Real Madrid atau Bastian Schweinsteiger di Bayern Muenchen. 

Mereka paling depan menjaga lini pertahanan dan bisa membangun serangan dari belakang. Gelandang-gelandang seperti itu juga menjadi kunci permainan yang mengutamakan penguasaan bola atau saat eksekusi bola-bola mati.

Javi Martinez (Bayern Muenchen), Ilkay Gundogan (Borussia Dortmund) atau Ignacio Camacho (Malaga) adalah contoh pemain gelandang bertahan bertalenta masa depan yang cocok untuk Inter. La Beneamata punya potensi di sosok Matteo Kovavic, tapi ia masih 18 tahun. Gelandang Kroasia itu butuh rekan yang lebih berpengalaman untuk bahu membahu menopang lini tengah Inter.

Dan yang terakhir ialah perbaikan untuk lini depan. Peran Cassano dan Palacio sebenarnya akan lebih efektif jika Inter memiliki penyerang dengan karakter eksekutor di kotak penalti. Pemain yang bisa mengonversi umpan atau bola liar menjadi gol. Pemain yang cerdik memanfaatkan sedikit lubang di pertahanan lawan. Dan pemain yang mampu membuka ruang untuk rekannya jika ia dijaga ketat.

Diego Milito memang masih berkualitas, tapi ia sudah 33 tahun dan rentan cedera. Inter butuh dua atau tiga penyerang lagi untuk karakter seperti ini.

Mario Gomez (Bayern Muenchen) atau Edin Dzeko (Manchester City) adalah jaminan mutu. Jika mau menambah daya gedor lewat sayap, Thomas Mueller atau Mario Mandzukic (Bayern Muenchen) juga bisa dibeli oleh manajemen. Pemain seperti mereka bukan hanya bisa mencetak gol atau memberiassist, tapi juga berfungsi menahan serangan tim lawan atau menggangu pemain gelandang lawan.

Juga menarik lagi Samuele Longo dan Marko Livaja untuk dijadikan bagian penting dan proyek masa depan Inter.

Harga dan gaji sebagian besar pemain-pemain di atas memang tidak murah. Jika Inter tak sanggup membeli mereka, setidaknya bisa mencari pemain yang memiliki tipe yang mirip dengan harga dan gaji yang terjangkau tapi jam terbang minim.

Inter juga mesti menjual pemain-pemain yang masa berlakunya sudah usai atau tidak lagi bermanfaat untuk tim. Seperti Luca Castelazzi, Christian Chivu, Matias Silvestre, Alvaro Pereira, Dejan Stankovic, Ricardo Alvarez, Esteban Cambiasso dan Tomasso Rochi. 

Menjual mereka juga bagian dari membangun ulang Inter agar skuat tidak gemuk dan tetap efektif sekaligus penyegaran untuk memberi kesempatan kepada pemain baru dan Primavera.

Yang terakhir ialah Moratti dan Inter Milan sebaiknya lebih meningkatkan kualitas kurikulum dan staf pelatih akademi pemain mudanya agar bisa memasok pemain-pemain yang dibutuhkan oleh klub di masa depan. Inter jangan lagi melakukan kesalahan dengan melepas pemain muda potensialnya ke klub lain hanya karena tidak cocok dengan skema satu pelatih saja - seperti Andrea Pirlo yang dijual ke AC Milan. 

Kehebatan Barcelona, Manchester United, Bayern Muenchen atau Borussia Dortmund selama beberapa tahun terakhir juga karena andil besar akademi pemain muda mereka.

No comments:

Post a Comment