بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Mengupas Keberadaan Situs Purbakala Gilimanuk
Go Green

Clock Link

Tuesday, January 8, 2013

Mengupas Keberadaan Situs Purbakala Gilimanuk

http://id.wikipedia.org/wiki/Situs_Purbakala_Gilimanuk

http://warmaunud.multiply.com/journal/item/2

http://melancaran.blogspot.com/2008/08/museum-manusia-purba-gilimanuk-bali.html


LOKASI DAN LINGKUNGAN SITUS


Gilimanuk adalah nama suatu tempat pelabuhan penyeberangan kapal ferry dari Pulau Jawa ke Bali. Mungkin tidak banyak masyarakat awam yang tahu kalau di wilayah ini dahulu (masa pra-Hindu) mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan sejarah di Bali. Di wilayah ini telah ditemukan suatu situs kompleks kubur dari masa prasejarah yang lokasinya terletak di tepi pantai (teluk), tepatnya berada di Desa Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana dan berjarak sekitar 1 km arah tenggara dari pelabuhan penyeberangan.

Situs Gilimanuk pertama kali ditemukan tahun 1960-an yang mana ditemukan kerangka dalam tempayan serta berbagai manik-manik, gerabah, serta barang-barang perunggu yang merupakan sisa kegiatan masyarakat pada masa prasejarah Indonesia sekitar 2000 tahun yang lalu (menjelang masa Hindu-Buddha).Situs ini menunjukkan budaya penguburan yang sama dengan banyak situs purbakala lain di Indonesia, yaitu jenazah yang dimasukkan dalam tempayan. Situs lain yang menunjukkan budaya ini misalnya Situs Purbakala Plawangan.

Secara geomorfologis, Situs Gilimanuk yang mempunyai luas sekitar 53 hektar dan dibatasi oleh Gunung Prapat Agung yang terletak disebelah barat daya, sedangkan di sebelah selatannya terdapat rumah penduduk Desa Banjararum. Di sebelah timur situs ini terdapat areal hutan bakau dan di sebelah baratnya dibatasi oleh Selat (teluk) Bali.

Quote:RIWAYAT DAN LATAR BELAKANG


R.P. Soejono, Ahli Prasejarah Indonesia Pertama

Riwayat dan latar belakang penemuan Situs Gilimanuk tidak dapat dilepaskan dari peran dan sekaligus pelopor penelitian situs ini, yaitu Prof. Dr. R.P. Soejono yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Cabang Dinas Purbakala di Bedaulu, Bali. Informasi awal tentang keberadaan situs ini bermula dari hasil laporan para pekerja DPU pada tahun 1961 yang sedang melakukan pembuatan jalan raya antara Gilimanuk – Singaraja (di Dukuh Cekik, sekitar 6 km dari Gilimanuk) dimana mereka menemukan sejumlah besar pecahan periuk (kereweng) dan beberapa beliung persegi. Atas dasar laporan tersebut, kemudian pada tahun 1962 dilakukan penelitian. Dari hasil penelitian tersebut telah ditemukan sejumlah fragmen tulang-tulang manusia dan hewan, berbagai macam kereweng berhias dan polos, serta benda-benda logam dan manik-manik yang didapatkan secara berserakan pada salah satu tebing pinggiran pantai yang sedang mengalami pengikisan.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka kemudian pada tahun 1964 dilakukan suatu penelitian secara besar-besaran yang melibatkan beberapa tenaga ahli dan gabungan mahasiswa dari 3 universitas yaitu: Universitas Udayana, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Indonesia. Penelitian kemudian dilanjutkan pada tahun 1973, 1977, 1979, 1984, 1985, 1986, 1990 dan sampai sekarang penelitian di situs ini masih terus berlanjut serta ditangani oleh Balai Arkeologi Denpasar. Secara umum, Situs Gilimanuk yang merupakan kompleks kubur (nekropolis) dari masa prasejarah ini telah ditemukan lebih dari 300 individu rangka manusia beserta benda-benda bekal kuburnya yang antara lain berupa: gelang dan perhiasan dari kerang, tanah liat bakar (cawan, periuk, mangkuk, pedupaan, kendi), manik-manik (kaca, kerang, terakota, batu kalsedon dan emas), benda-benda perunggu dan besi (gelang, anting, cincin, mata tajak, mata tombak, mata pisau, mata pancing), sisa-sisa hewan (unggas, anjing, dan babi).


HASIL PENELITIAN


Dari sejumlah temuan rangka manusia yang ditemukan di Situs Gilimanuk ini secara nyata telah memperlihatkan suatu sistem atau pola penguburan yang jelas sangat berbeda dengan tradisi penguburan pada masyarakat Bali sekarang dimana umumnya dilakukan dengan cara ‘Ngaben’ (dibakar), sehingga tidak meninggalkan bekas-bekas atau jasadnya. Hal ini sesuai dengan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Bali sekarang yang mayoritas memeluk agama Hindu. Keberadaan kompleks kubur di Situs Gilimanuk yang sangat unik tersebut secara nyata telah menimbulkan suatu tanda tanya besar dan teka-teki misterius yang masih belum terjawab secara tuntas.

Berdasarkan pengamatan terhadap sistem penguburan yang berlangsung di Situs Gilimanuk secara garis besar dibagi menjadi 4 kategori menurut polanya; yaitu Pola-1 adalah kubur pertama (primary burial), Pola-2 adalah kubur kedua (secondary burial), Pola-3 adalah kubur campuran atau gabungan antara Pola-1 dan 2 dengan berbagai variasi, dan Pola-4 adalah penguburan dengan tempayan yang sifatnya khusus, karena menggunakan tempayan sepasang untuk mengubur tulang-tulangkubur kedua (double jars burial).

Berdasarkan data demografi dan hasil identifikasi anatomis terhadap sejumlah 227 individu rangka manusia yang ditemukan dalam kegiatan ekskavasi di Gilimanuk dari tahun 1964-1985 telah memperlihatkan hasil bahwa sekitar 177 individu dapat diketahui umurnya dan 115 individu dapat diketahui jenis kelaminnya. Populasi penduduk di situs kubur Gilimanuk diperkirakan mencapai sekitar 300 orang (pada waktu itu) yang menempati areal seluas 53 km.


SISTEM PENGUBURAN


Konsepsi kepercayaan yang paling menyolok dalam kaitannya dengan upacara kematian adalah sistem penguburan, terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh masyarakat. Sistem penguburan tersebut biasanya dilakukan dengan penyertaan bekal kubur (funeral gift) berbentuk benda-benda pusaka, senjata, perhiasan dan mungkin juga makanan yang diletakkan dalam periuk-periuk sekitar mayat. Bekal kubur tersebut kadang-kadang juga berupa binatang (anjing, babi) dan manusia yang khusus dikorbankan dengan maksud agar arwahnya dapat ikut serta dengan roh si mati ke alam baka. Kehidupan di alam arwah dipandang sama keadaannya dengan dunia orang hidup, oleh karena itu kesejahteraan arwah harus tetap terjamin untuk menjaga kelangsungan hubungan dengan orang-orang yang ditinggalkan.

Dari berbagai bentuk pola kubur dan penyertaan benda-benda kubur yang ditemukan di Gilimanuk secara nyata hal tersebut jelas memperlihatkan suatu bentuk atau sistem penguburan yang sangat erat hubungannya dengan status sosial orang yang dikuburkan . Beberapa contoh sistem penguburan menarik yang mungkin mempunyai kaitan dengan stastus sosial di situs ini antara lain adalah temuan kubur tempayan sepasang yang disertai dengan bekal kubur manusia yang dibunuh dengan sengaja dan diletakkan dibawahnya, serta temuan tulang leher manusia yang terpotong (dipenggal?) dalam sebuah cawan, kemudian ada lagi rangka manusia yang disertai dengan rangka anjing, atau beberapa rangka manusia yang diberi bekal kubur berupa tutup mulut dan tutup mata dari suasa, perhiasan dari emas, kapak-kapak perunggu, mata tombak, manik-manik, gigi taring (seri) anjing yang dilubangi (sebagai kalung), dan sebagainya. Semua ini memperlihatkan suatu bentuk penghormatan terhadap orang-orang tertentu, seperti misalnya terhadap golongan pemimpin atau orang-orang yang mempunyai pengaruh besar.


MANUSIA PENDUKUNG DAN PERTANGGALAN (KRONOLOGI)

Homo Sapiens

Berdasarkan hasil analisis anatomi terhadap beberapa temuan rangka manusia dari situs kubur Gilimanuk yang dilakukan oleh Bio-Paleoantropologi (UGM), maka berhasil diketahui bahwa manusia pendukung situs ini adalah termasuk jenis manusia modern (spesies Homo Sapiens-sapiens). Sedangkan ciri ras yang paling dominan ditemukan adalah Mongoloid walaupun kecenderungan ciri-ciri ras Australomelanesoid masih terlihat. Dari hasil analisis pertanggalan absolut karbon 14 (C-14) yang dilakukan di laboratorium Groningen (Belanda) menunjukkan bahwa okupasi Situs Gilimanuk berlangsung selama 200 tahun, yaitu kira-kira pada abad kedua hingga keempat Masehi atau pada akhir masa prasejarah (masa perundagian – paleometalik). Pertanggalan absolut tersebut berkisar antara 1650±55 BP - 2020±165 BP
SISA-SISA FAUNA

Pemberdayaan sumber daya fauna (baik hewan darat maupun air) ternyata sudah dilakukan oleh masyarakat pendukung Situs Gilimanuk sejak dulu. Bukti-bukti tersebut diperoleh melalui sejumlah temuan tulang-tulang hewan dari hasil penggalian yang sangat melimpah. Pemanfaatan hewan darat ini antara lain terdiri dari jenis babi, anjing, ayam, tikus dan kelelawar, sedangkan dari jenis hewan air umumnya berasal dari biota marin jenis kerang-kerangan dan ikan. Binatang-binatang tersebut kemungkinan dimanfaatkan sebagai konsumsi atau makanan sehari-hari disamping untuk keperluan upacara-upacara tertentu dalam penguburan (misalnya sebagai bekal kubur). Dari sisa-sisa tulang binatang tersebut, seringkali juga dimanfaatkan untuk peralatan dan perhiasan.


KESIMPULAN

Situs Gilimanuk merupakan salah satu situs kompleks penguburan (necropolis) di tepi pantai (pesisir) yang berasal dari masa akhir prasejarah sebelum masuknya pengaruh Hindu (pra-Hindu) di Bali. Dari beberapa data temuan yang dihasilkan melalui penelitian (ekskavasi), setidaknya hal tersebut telah memberikan suatu bukti dan petunjuk tentang adanya corak budaya atau tradisi asli (lokal) yang berkembang pada waktu itu sebelum terkena pengaruh unsur-unsur dari luar. Temuan rangka-rangka manusia yang dikuburkan baik secara langsung (tanpa wadah) maupun memakai wadah tempayan (bersusun) beserta benda-benda bekal kuburnya telah memperlihatkan suatu gambaran tentang adanya sistem penguburan yang berlatar belakang pemujaan arwah leluhur dan pengkultusan individu. Dan dari hasil identifikasi temuan rangka tersebut telah diketahui golongan anak-anak yang mempunyai umur antara 1-10 tahun ternyata mempunyai tingkat kematian yang sangat tinggi.

Sistem penguburan pada masa akhir masa prasejarah (perundagian) di daerah tepi pantai (pesisir) atau sekitar tepi sungai ternyata tidak hanya terdapat di Situs Gilimanuk saja, dan ternyata di wilayah-wilayah lainnya di Indonesia juga ditemukan, diantaranya adalah Situs Muara Betung (Sumatera Selatan), Anyer (Jawa Barat), Plawangan (Jawa Tengah), Melolo dan Lambanapu (Sumba Timur), Lewoleba (Flores) dan lain-lain.


MUSEUM MANUSIA PURBA GILIMANUK


Museum Manusia Purba Gilimanuk, berdiri di lahan seluas 5 hektar, dengan bangunan berlantai tiga. Masing-masing lantai terdapat benda purbakala yg berbeda-beda. Pada lantai satu terdapat sarkofagus dan kerangka manusia purba. Kerangka manusia purba ini ditemui dalam bentuk atau mengambil posisi menyerupai bayi dalam kandungan. Hal ini dikaitkan dengan kepecayaan saat itu dimana kehidupan manusia terdiri dari tiga siklus, yaitu lahir, hidup dan mati. Sedangkan pada lantai dua tersimpan tajak perunggu yang digunakan untuk pertanian dan berburu. Tajak ini beserta manik-manik, gerabah dan kapak, dipakai sebagai bekal untuk berburu. Sementara itu di lantai tiga Museum dijumpai perlengkapan dapur seperi gerabah, piring, kerang serta aksesoris seperti manik-manik dan anting, Penemuan kerang menandakan bahwa jaman perundagian tersebut tersebut, manusia telah mengkonsumsi kerang.

Museum Manusia Purba ini selain dikunjungi untuk penelitian, juga kerap dikunjungi para siswa ketika musim liburan. Tentunya diharapkan masyarakat bisa lebih memberdayakan keberadaan musium ini.


Siawa Mengunjungi Museum Manusia Purba Gilimanuk

No comments:

Post a Comment