بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Menikmati Wisata di Kota Banjarmasin
Go Green

Clock Link

Sunday, October 28, 2012

Menikmati Wisata di Kota Banjarmasin

sumber: http://www.kaskus.co.id/reputation.php?p=625704645


Pasar Terapung 

Pasar Terapung adalah Objek Wisata Unggulan Kota Banjarmasin yang telah terkenal ke seluruh Indonesia bahkan hingga mancanegara. Pasar Terapung sudah ada sejak dahulu, sejak masa perdagangan masih menggunakan sistem barter hingga sekarang. Karena semua aktivitas transaksi jual beli diadakan di atas sungai, maka Pasar ini dinamakan Pasar Terapung

Jika anda berkunjung ke Kota Banjarmasin, maka tidak lengkap rasanya kalau anda tidak menyinggahi Pasar Terapung. Pasar Terapung adalah pasar tradisional yang berada di Sungai Kuin, atau tepatnya di Muara Sungai Kuin Kota Banjarmasin yang dapat ditempuh selama 1- 2 jam perjalanan dengan klotok (perahu bermesin). Para pedagang yang berjualan disini umumnya menggunakan jukung (perahu dalam bahasa Banjar) atau Klotok (perahu bermesin).





Rumah Banjar 

Rumah adat Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi karena bentuk pada bagian atapnya yang begitu lancip dengan sudut 45º.

Bangunan Rumah Adat Banjar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar di bawah kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam, dan mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang.

Sebelum memeluk agama Islam Sultan Suriansyah tersebut menganut agama Hindu. Ia memimpin Kerajaan Banjar pada tahun 1596–1620.

Pada mulanya bangunan rumah adat Banjar ini memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan.

Namun perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan di samping kiri dan kanan bangunan dan agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi.


Bangunan tambahan di samping kiri dan kanan ini tamapak menempel (dalam bahasa Banjar: Pisang Sasikat) dan menganjung keluar.

Bangunan tambahan di kiri dan kanan tersebut disebut juga anjung; sehingga kemudian bangunan rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah Ba-anjung.
Sekitar tahun 1850 bangunan-bangunan perumahan di lingkungan keraton Banjar, terutama di lingkungan keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai bentuk bangunan lain.
Namun Rumah Ba-anjung adalah bangunan induk yang utama karena rumah tersebut merupakan istana tempat tinggal Sultan.
Bangunan-bangunan lain yang menyertai bangunan rumah ba-anjung tersebut ialah yang disebut dengan Palimasan sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan kesultanan berupa emas dan perak.
Balai Laki adalah tempat tinggal para menteri kesultanan, Balai Bini tempat tinggal para inang pengasuh, Gajah Manyusu tempat tinggal keluarga terdekat kesultanan yaitu para Gusti-Gusti dan Anang.

Selain bangunan-bangunan tersebut masih dijumpai lagi bangunan-bangunan yang disebut dengan Gajah Baliku, Palembangan, dan Balai Seba.

Pada perkembangan selanjutnya, semakin banyak bangunan-bangunan perumahan yang didirikan baik di sekitar kesultanan maupun di daerah-daerah lainnya yang meniru bentuk bangunan rumah ba-anjung.

Sehingga pada akhirnya bentuk rumah ba-anjung bukan lagi hanya merupakan bentuk bangunan yang merupakan ciri khas kesultanan (keraton), tetapi telah menjadi ciri khas bangunan rumah penduduk daerah Banjar




Makanan Khas Banjar 

Keunikan lain dari pasar terapung selain para pedagang sayuran dan buahan yang menjual barang dagangannya diatas jukung, juga terdapat keunikan lain, yaitu terdapat warung makan yang juga terapung.

Warung makannya menyediakan makanan khas dari Banjarmasin serta makanan lain. Dan yang tidak boleh dilewati tentunya adalah harus menikmati Soto Banjar nya.

Soto Banjar ini merupakan makanan khas dari Banjarmasin yang berupa makanan berkuah. Soto ini seperti soto kebanyakan tetap berkuah, tetapi makannya tidak dengan nasi melainkan dengan lontong, karena kalau dengan nasi disini dikenal dengan nasi sop.

Dan yang bikin lebih enak makan ini soto adalah tentunya bumbu khas banjarnya,apalagi dimakan sambil goyang-goyang diatas perahu ditengah-tengah sungai yang lebar sekali dan sambil ngeliat kapal-kapal gede lewat.

Untuk Sotonya sendiri selain ada lontong dan kuah juga dilengkapi dengan irisan-irisan daging ayam dan bihun, dan tentunya es teh manisnya.

Tapi bagi mereka yang takut dengan air, sebaiknya harus dipikrkan lagi untuk makan sambil ngapung ini, karena kemungkinan tidak akan berselera walaupun makannya enak banget

Soto Banjar: 




Masjid Raya Sabilal Muhtadin 

Masjid Raya Sabilal Muhtadin adalah sebuah Masjid Raya yang terletak di Kelurahan Antasan Besar, kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Di dalam kompleks mini juga terdapat kantor MUI Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di tepi barat sungai Martapura dan dibangun pada tahun 1981.[1] Di Masjid ini akan diselenggarakan Seleksi Tilawatil Quran Nasional (STQN) Ke XXI 2011 pada tanggal 4-11 Juni 2011.[2]
Sabilal Muhtadin, nama pilihan untuk Mesjid Raya Banjarmasin ini, adalah sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap Ulama Besar alm. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710 — 1812 M) yang selama hidup-nya memperdalam dan mengembangkan agama Islam di Kerajaan Banjar atau Kalimantan Selatan sekarang ini. Ulama Besar ini tidak saja dikenal di seluruh Nusantara, akan tetapi dikenal dan dihormati meliwati batas negerinya sampai ke Malaka, Filipina, Bombay, Mekkah, Madinah, Istambul dan Mesir.





Jembatan Barito 

Jembatan Barito adalah jembatan yang menghubungkan tepi barat sungai Barito (Kecamatan Anjir Muara) dan tepi timur Sungai Barito di (Kecamatan Alalak dekat Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia. Jembatan ini memiliki panjang 1.082 meter yang melintasi Sungai Barito selebar 800 meter dan Pulau Bakut selebar 200 meter. Jembatan ini terdiri dari jembatan utama sepanjang 902 meter, dan jembatan pendekat 180 meter, dengan lebar 10,37 meter. Ketinggian ruang bebas jembatan utama 15 - 18 meter, sehingga bisa digunakan untuk lalu lintas perairan.
Jembatan Barito sering disebut pula jembatan Pulau Bakut, sesuai nama delta (pulau kecil) yang ada di bawahnya atau jembatan pulau Bakumpai, sesuai nama daerah tepi barat sungai Barito (sungai Banjar).
Jembatan ini pertama kali diresmikan pada tahun 1997 oleh Presiden Soeharto.




Pulau Kembang 

Pulau Kembang bukanlah Pulau yang isinya di penuhi kembang-kembang atau bunga-bunga. Pulau Kembang adalah Sebuah Pulau yang di dalamnya dihuni ribuan Monyet berhidung panjang atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Bekantan”. Pulau kembang merupakan sebuah delta yang terletak di tengah Sungai Barito yang termasuk di dadalam wilayah administrative kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, Kotamadya Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Pulau kembang terletak di sebelah Barat Kota Banjarmasin.

Pulau kembang sama halnya seperti Pulau Komodo. Perbedaanya Pulau Komodo merupakan habitatnya para komodo, sedangkan Pulau Kembang Habitatnya “Bekantan” atau Monyet berhidung panjang. Pulau kembang termasuk salah satu tempat wisata unggulan kota Banjarmasin Kalimantan Selatan. Ada yang mengatakan apabila anda berkunjung ke Banjarmasin tapi belum pergi ke Pasar terapung dan Pulau Kembang, anda masih belum layak di katakana Pernah berkunjung di Banjarmasin.

Untuk dapat pergi ke Pulau Kembang tidak terlalu sulit. Letaknya berdekatan Pasar terapung Muara Kuin. Biasanya wisatawan yang ingin mengunjungi pulau kembang akan dibawa ke pasar terapung Muara Kuin terlebih dahulu menggunakan Klotok (Perahu kecil bermesin), kemudian setelah dari pasar terapung baru menuju pulau kembang.

Jangan kaget bila sudah sampai di dermaga Pulau kembang, Anda akan di sambut puluhan Bekantan. Tapi jangan takut, bekantan di pulau kembang tidak buas karena sudah terbiasa dengan kehadiran manusia. Yang perlu diingat apabila pergi ke Pulau kembang lebih baik barang-barang seperti Kaca Mata, Handphone atau pernak pernik lainnya di simpan dalam tas. Karena bisa di copet bekantan di sana. Biasanya bekantan yang ada di sana akan menaiki bahu wisatawan dan apabila ada aksesoris yang menarik bisa di colongnya.




Museum Wasaka 

Museum Wasaka atau juga dikenal dengan Waja Sampai Kaputing terletak di Jalan Sultan Adam Komplek H Andir, Kampung Kenanga Ulu RT 14 Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kalimantan Selatan. Museum ini berada di tepian sungai Martapura, berdampingan dengan kokohnya sebuah jembatan yang panjang dan besar, yang bernama Jembatan 17 Mei, atau lebih di kenal dengan Jembatan Banua Anyar. Museum yang diresmikan pada 10 November 1991 ini, terdapat kurang lebih 400 benda bersejarah di periode Perang Kemerdekaan. Menurut salah seorang penjaga museum disana, sebetulnya banyak koleksi lain yang merupakan peninggalan Perang Banjar, Perintis Kemerdekaan, Perang Kemerdekaan, Pengisian Kemerdekaan, hingga periode Orde Baru. Namun, karena tempat atau museumnya tidak memadai, terpaksa yang ditampilkan hanya koleksi benda-benda di periode Perang Kemerdekaan, sebagaimana yang disebutkan di atas tadi. Beberapa benda yang bisa dilihat di museum ini antara lain berbagai jenis senjata yang digunakan pejuang Banjar di masa revolusi fisik tahun 1945-1949. Seperti tombak, mandau, senapan, dan mortir. Disini juga terdapat peralatan-peralatan tradisional untuk memasak yang masih tersimpan baik pada waktu itu yang masih tersimpan baik. Hal lainnya, kita bisa melihat sebuah meja beserta empat buah kursi yang konon dulunya digunakan sebagai tempat pejuang Kalsel untuk bermusyawarah. Di sekitar kursi tersebut, tepatnya di dinding di sekeliling kursi, terdapat deretan foto gubernur, mulai dari gubernur yang paling pertama, hingga yang menjabat sekarang. Dari arsitektur bangunannya adalah salah satu khas rumah tradisional Banjar berupa tipe Bubungan Tinggi. 

Beberapa koleksi di Museum Wasaka Banjarmasin



No comments:

Post a Comment