بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ اارَّØ­ِيم Rochmany's Blog: Ada Korupsi Pengadaan Al Quran
Go Green

Clock Link

Friday, June 29, 2012

Ada Korupsi Pengadaan Al Quran


sumber: http://www.metrotvnews.com/read/tajuk/2012/06/29/1182/Ada-Korupsi-Pengadaan-Al-Quran/tajuk



MENTERI Agama dan Wakil Menteri Agama kaget ketika dikatakan ada korupsi pada pengadaan Al Quran. Sebagai mantan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang menangani proyek pengadaan Al Quran, Wamen Agama tidak percaya korupsi itu ada karena anggarannya sangat terbatas.

Namun Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad hari Jumat menegaskan bahwa korupsi itu memang ada dan terjadi pada pengadaan Al Quran. Tersangkanya adalah anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Zulkarnain Djabar.

Dari penyelidikan tertutup yang dilakukan KPK diketahui, Zulkarnain bekerja sama dengan pejabat Ditjen Bimas Islam untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dalam pengadaan Al Quran untuk tahun 2011 dan 2012. Zulkarnain bisa membantu Kementerian Agama untuk mempengaruhi Badan Anggaran DPR agar ada penetapan anggaran pengadaan Al Quran. KPK menduga Zulkarnain menerima imbalan miliar rupiah dari PT AAAI apabila membantu memenangkan tender tersebut.

Selain melakukan korupsi pada pengadaan Al Quran, Zulkarnain dituduh terlibat dalam proyek laboratorium komputer di Kementerian Agama pada tahun 2011. Zulkarnain diduga bekerja sama dengan kerabatnya DP yang memenangkan tender dan karena itu DP juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Fakta terbaru ini menunjukkan betapa korupsi sudah benar-benar sistemik. Anggota DPR lagi-lagi menjadi motor dari praktik korupsi. Hak budget yang melekat pada DPR dijadikan pintu masuk untuk melakukan korupsi.

Abraham Samad belum menjelaskan, siapa saja yang bekerja sama dengan Zulkarnain di DPR dalam merekayasa korupsi. Demikian pula pejabat Ditjen Bimas Islam yang ikut terlibat dalam proyek pengadaan Al Quran.

Untuk itu kita mendesak agar penyelidikan terus dilanjutkan. Kita harus bongkar sampai ke akar-akarnya pelaku korupsi di Kementerian Agama, apalagi ketika itu terjadi pada pengadaan Al Quran. Sungguh keterlaluan kalau kitab suci pun dipakai sebagai pintu masuk untuk korupsi.

Sejauh yang kita tahu, pengadaan Al Quran merupakan proyek yang sudah berlangsung lama. Setiap tahun pemerintah menganggarkan untuk mencetak sekitar dua juta Al Quran untuk dibagikan ke masjid-masjid dan pesantren-pesantren.

Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Arab Saudi dan melihat tempat percetakan Al Quran di sana, Presiden terkagum-kagum dengan tempat percetakan Al Quran yang ada. Namun Presiden merasa bangga bahwa kertas yang dipakai untuk mencetak Al Quran di Arab Saudi itu berasal dari Indonesia.

Ketika kembali ke Indonesia, Presiden sempat menanyakan percetakan Al Quran di Indonesia. Ternyata kertas yang kita pergunakan justru berasal dari impor. Presiden sempat meminta agar percetakan Al Quran menggunakan produk dalam negeri. Namun permintaan Presiden itu tidak pernah bisa dijalankan.

Fakta terakhir ini kita ungkapkan untuk menunjukkan bahwa yang namanya proyek selalu dianggap sebagai kesempatan. Dan kesempatan itu terutama dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Mereka rela mengorbankan kepentingan nasional untuk kepentingan pribadi.

Untuk itulah KPK harus bersungguh-sungguh dalam melakukan penyelidikan. Semua fakta yang didapatkan KPK selama ini mengonfirmasikan bahwa praktik korupsi di Kementerian Agama bukanlah fiksi, tetapi sebuah kenyataan.

KPK tidak perlu ewuh pakewuh ketika pelaku ternyata anggota DPR. Selama ini KPK tidak pernah terganggu oleh siapa pun yang melakukan korupsi dan mereka menegakkan hukum seperti apa adanya.

Partai Golkar tentunya harus mendukung juga langkah KPK. Bahkan mereka harus berada di depan untuk menegakkan etika partai dan berani menghukum anggota yang menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan rakyat.

Sebagai partai yang paling dewasa, Partai Golkar harus menjadi contoh. Selama ini partai selalu berkelit atas nama praduga tidak bersalah dan cenderung membela anggotanya secara membabi-buta. Padahal tugas partai untuk menegakkan aturan dan menjaga perilaku anggotanya.

Kasus yang melibatkan anggota DPR semakin mencoreng citra lembaga legislatif. Ini juga merupakan pekerja rumah yang harus diselesaiakn DPR dan partai politik. Jangan sampai lembaga itu dipakai sebagai tameng untuk melakukan perbuatan tercela.

No comments:

Post a Comment