بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Peneliti Perempuan Indonesia Raih L'Oreal-UNESCO FWIS 2012
Go Green

Clock Link

Tuesday, April 10, 2012

Peneliti Perempuan Indonesia Raih L'Oreal-UNESCO FWIS 2012

sumber: http://health.detik..com/read/2012/04/04/103410/1884684/763/sidrotun-naim-si-dokter-udang-pemenang-loreal-unesco-fwis-2012?d8833health

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/483321/

http://edukasi.kompas.com/read/2012/04/04/14111976/Peneliti.Perempuan.Indonesia.Raih.Penghargaan.Internasional


Sidrotun Naim, peneliti perempuan Indonesia peraih Loreal-UNESCO FWIS Internasional 2012. 

Biodata: Nama : Sidrotun Naim, S.Si, M.Mar.ST, PhD Tempat tanggal lahir : Sukoharjo, Jawa Tengah 29 Mei 1979 Status : Menikah dengan Dedi Priadi dan dikarunia 1 anak, Elhurr (6 tahun) Pendidikan : S3 : Arizona University, Amerika Serikat S2 : Master of Marine Studies, University of Queensland, Australia S1 : Sekolah Ilmu Teknologi & Hayati, Institut Teknologi Bandung Prestasi : Pemenang L'Oreal National Fellowship 2009 Pemenang L'Oreal-UNESCO FWIS Internasional 2012

Awalnya Sidrotun Naim memiliki cita-cita untuk jadi dokter manusia, tapi karena saat itu kondisinya tidak memungkinkan maka ia pun memilih fakultas biologi dan kini justru menjadi dokter udang.

"Cita-cita saya dari dulu pengen jadi dokter manusia, tapi enggak kesampaian dan jadinya dokter udang. Karena waktu masuk S1 kakak saya ada 6 dan yang masih kuliah 4 jadi terlalu berat untuk masuk kedokteran," ujar Sidrotun Naim, S.Si, M.Mar.ST, PhD disela-sela acara temu dengan pemenang L'Oreal-UNESCO for Women in Science International 2012 di Restoran Bunga Rampai, Jakarta, Selasa (3/4/2012). 


Ketertarikannya mempelajari penyakit udang muncul saat ia bekerja dalam program WWF Indonesia-Aceh sebagai Konsultan Program Kelautan. Kala itu ia bertemu dengan para ahli di berbagai bidang, namun selama di Indonesia ia tidak pernah bertemu dengan ahli patologi udang padahal Indonesia salah satu negara penghasil udang terbesar.

Terlebih ada berbagai penyakit yang bisa menyerang udang dan dapat berdampak buruk terhadap kesejahteraan para penambak, seperti penyakit white spot syndrome serta virus IMNV.

Tambak udang adalah salah satu mata pencaharian utama lebih dari 6 juta penduduk di wilayah pesisir Indonesia. Hal ini mendorong Naim untuk memfokuskan penelitiannya pada udang agar bisa mengoptimalisasi industri tambak udang.

Perempuan yang mendapatkan S2 sebagai Master of Marine Studies dari University of Queensland, Australia ini memang memiliki keingianan kuat untuk membantu mayarakat melalui sains. Hal ini karena semakin ia mengenal dunia sains maka ia semakin memahami betapa menarik dan dinamisnya dunia ini.

Dalam penelitian yang dilakukan Naim di Harvard Medical School, Boston, AS memfokuskan penelitiannya pada virus yang bisa membunuh hingga 70 persen populasi udang yaitu Infectious Myonecrosis Virus (IMNV).

Ia meneliti struktur dan fungsi genetis dari virus IMNV ini termasuk bagaimana virus ini menyerang daya tahan tubuh udang, pola penyebarannya serta faktor eksternal yang terkait seperti suhu air.

"Yang dihasilkan dari penelitian ini bisa dibilang 'vaksin' karena udang itu enggak punya antibodi. Tapi didesain untuk menghambat atau memblok reseptor sehingga virus tidak bisa menempel atau tidak saling mengganggu," ibu dari 1 anak yang bernama Elhurr (6 tahun).

Naim berharap hasil penelitiannya ini bisa membantu para penambak udang dalam menemukan solusi budidaya udang dengan lebih baik, serta ia berharap sekembalinya ia ke Indonesia bisa membangun laboratorium penelitian udang pertama di negara ini.

"Sekarang saya masih menyelesaikan S3 yang rampung akhir tahun ini, lalu mau postdoc. Setelah selesai saya disuruh pulang dan mengajar di universitas sama pak menteri," ujar istri dari Dedi Priadi ini.

Sidrotun Naim merupakan peneliti perempuan yang berhasil mewakili Indonesia yang mendapatkan pengakuan di tingkat internasional atas kontribusinya bagi dunia melalui ajang L'Oreal-UNESCO For Women In Science International. Bersama dengan 14 perempuan peneliti muda lain dari 5 benua di seluruh dunia, ia berhasil menerima penghargaan ini.

"Kiat-kita suksesnya itu kita harus komitmen pada apa yang kita kerjakan, harus punya minat dan passion. Temukan sesuatu yang menarik lalu kerjakan dengan sungguh-sungguh dan tanggung jawab," ujar perempuan berusia 33 tahun ini.

Keinginannya untuk belajar di luar negeri sudah ada ketika ia kecil. Dulu sang bapak suka mendengarkan radio luar negeri dan ia pun sering mendengarkan. Ketika mendengar suara di radio yang membacakan berita dari berbagai kota di luar negeri membuat ia berimajinasi bahwa suatu hari nanti ia ingin belajar di luar negeri.

"Saya berharap bisa berkontribusi lebih banyak pada industri udang di Indonesia, kita kembangkan bersama-sama. Untuk dunia penelitian lebih mempopulerkan sains di dunia perempuan," ujar Naim. 

”Visi jangka panjang saya melalui penelitian ini sangat sederhana, yakni ingin mendirikan laboratorium penelitian penyakit udang di Indonesia. Sebagai salah satu negara penghasil udang terbesar di dunia,saat ini Indonesia belum memiliki ahli patologi udang yang bisa membantu mengatasi masalah pertambakan udang dan meningkatkan produktivitas sekaligus mendorong naiknya perekonomian para petambaknya,”kata Naim saat bertemu dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PP&PA Linda Amalia Sari di Jakarta kemarin. 

Poin selanjutnya adalah persoalan klasik, masalah kesejahteraan. Ia mengatakan, profesi peneliti di negara seperti, Jepang dan Malaysia pendapatannya sangat besar. Selain itu fasilitas riset pun lebih memadai sehingga membuat para peneliti Indonesia memilih bekerja di luar negeri. 

No comments:

Post a Comment