بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Nelayan Sulit Temui Ikan Sejak Pulau Reklamasi Digarap
Go Green

Clock Link

Tuesday, October 17, 2017

Nelayan Sulit Temui Ikan Sejak Pulau Reklamasi Digarap


VIVA - Polemik proyek Pulau Reklamasi di Teluk Jakarta mengemuka lagi. Janji Gubernur-Wakil Gubernur DKI yang baru dilantik, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, menolak proyek itu ditagih para nelayan terdampak. Di satu sisi, pemerintah menegaskan bahwa proyek itu kewenangan pusat. 

Polemik Pulau Reklamasi itu dipilih sebagai tema pada program Indonesia Lawyers Club atau ILC di tvOne pada Selasa malam, 17 Oktober 2017. Tiga nelayan terdampak diberikan kesempatan pertama menyampaikan unek-uneknya, apa yang mereka rasakan setelah adanya megaproyek tersebut.

Didin, nelayan Muara Angke, mengaku dilahirkan dari keluarga nelayan. Pada tahun 1960-an, orang tuanya terusir dari Ancol gara-gara proyek reklamasi di sana. Keluarga Didin lalu pindah ke Muara Angke. Dia merasa jadi korban reklamasi sejak bocah. "Saya melaut di Muara Angke sudah lama," katanya.

Ihwal Pulau Reklamasi di Teluk Jakarta, Didin tahu baru-baru ini, setelah aktivitas pengurukan dan pengangkutan pasir ke area proyek berjalan. "Saat pengurukan, kami belum tahu. Awalnya, ada relokasi bagan-bagan kecil, kata dinas itu menganggu alur laut. Jadi, bagan-bagan, zero-zero dan ternak kerang dibongkar semua," ujar Didin.

Setelah dibongkar, aktivitas pengurukan terjadi. Didin mencari tahu ternyata mau dibuat pulau-pulau. "Di situ saya mulai cemas. Dan kalau melaut di sana sudah ada sekuritinya. Kami katanya tidak boleh merapat ke lokasi pengurukan pasir-pasir tersebut. Di situlah kami sudah merasa terganggu," ujarnya.

Nelayan meradang karena di area pulau-pulau yang dibangun sejak lama merupakan zona tangkap nelayan tradisional, baik nelayan Muara Angke maupun Kalibaru. "Tempat mencari ikan adanya di situ, mulai dari bibir Pantai Dadap sampai Marunda. Akhirnya kami cari solusi, tapi lama-lama semakin rumit," ujar Didin.

Dampak proyek tersebut buruk bagi nelayan. Nelayan tidak bisa melepas jaring karena ada pasir yang ditimbun jadi pulau. Karena itu, untuk mendapatkan ikan harus ke tengah dan itu membutuhkan perahu besar dan enambah ongkos operasional. "Karena ketika pasir dipasang, yang naik terlebih dahulu sampah," katanya.

Dampak lain adalah menghilangnya ikan-ikan yang sebelumnya mudah didapat. "Contohnya sekarang yang sudah tidak, kerang hijau di Teluk Jakarta sudah tidak ada, rebon sudah tidak ada, ikan teri sudah harus ke tengah, kepiting sudah tidak. Kepiting ada itu semua dari luar daerah," jelas Didin.

Tahir, nelayan Kalibaru, mengungkapkan dampak sama seperti diutarakan Didin. Area tangkap nelayan di daerahnya sama, yakni di seluas pulau-pulau megaproyek tersebut. "Ketika pasir dibuang ke laut, pusaran air sebagai tempat habitat biota laut terbendung. Akhirnya ikan-ikan di sana menjauh," ucapnya.

Ketua Nelayan Muara Anke, Iwan Chamidi, menjelaskan, ketika moratorium terkait Proyek Reklamasi dicabut oleh pemerintah, nelayan sangat marah. "Bagaimana mungkin kami bisa melawan reklamasi ini. Karena itu sesuai janji Anies-Sandi yang katanya menolak reklamasi, kami tunggu janji dia," ujarnya.

No comments:

Post a Comment