بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: Jokowi Di Komik Batman
Go Green

Clock Link

Wednesday, January 30, 2013

Jokowi Di Komik Batman




KOMPAS.com - Alkisah, "Little Jakarta" adalah bagian dari Gotham City. Kota korup yang menjadi latar dari cerita komik superhero Batman. Syahdan, di sudut kota itu terpasang baliho bergambar Jokowi-Ahok berkemeja kotak-kotak. Lho?

Gambaran itu bukan mengada-ada. Cerita berlatar Little Jakarta itu muncul dalam cerita komik Batgirl dari The New 52! bernomor 9: Night of The Owls, terbitan DC Comics, Mei 2012. Batgirl, anak dari Komisaris Polisi James Gordon yang kemudian menjadi rekanan Batman memberantas kejahatan, digambarkan tengah bertarung melawan musuhnya di sudut Little Jakarta. Selain baliho kampanye Jokowi-Ahok, lanskap kota diwarnai pula oleh gambar Monumen Nasional alias Monas, warung soto ayam, dan warung padang.

Siapakah otak dari penggambaran cerita komik legendaris yang mendunia itu? Dialah Ardian Syaf (33), pria asal Desa Tenggur, Kecamatan Rejotangan, Tulungagung, Jawa Timur. Dari rumahnya di Desa Tenggur itulah komik Batgirl #9 digarap Aan, panggilan akrabnya.

Tanpa berkoar-koar soal go international, Aan adalah salah satu potret komikus asal Indonesia yang beberapa tahun terakhir berkiprah di industri komik global. Penerbitan besar asal Amerika Serikat, DC Comics (kini milik Warner Bros), bahkan telah dua kali mengontrak Aan secara eksklusif.

”Gail Simone (penulis naskah komik untuk DC Comics) tahun lalu mengirim naskah Batgirl dengan latar Jakarta, saya dibebaskan membuat gambaran. Waktu itu Jokowi sudah dinyatakan maju untuk DKI 1, saya kebetulan simpati, jadi ikut kampanye sedikit, he-he-he,” ujar Aan tentang penggambaran sosok Jokowo- Ahok di komik Batgirl itu.

Pada baliho itu, Aan menulis ”Jokowi DKI 1”. Namun, pada hasil akhir komik, ternyata tulisan tersebut tertutup balon kata. Dalam industri komik cerita di AS, sebuah komik digarap oleh beberapa orang. Ada yang berperan sebagai penciller seperti Aan yang menerjemahkan naskah ke dalam bahasa gambar, ada yang berperan sebagai colorist atau pewarna, sebagai inker, sebagai penulis naskah cerita, dan sebagai letterer yang mengisi balon kata. Model ini disebut metode ban berjalan. Semua orang tersebut bekerja terpisah, bahkan dari sejumlah negara.

Jaya di komik global

Masih ada sederet komikus Indonesia lainnya yang juga berkiprah di panggung global industri komik seperti Aan. Sebut saja Admiranto Wijayadi atau Admira Wijaya asal Malang, Jawa Timur; Sunny Gho, Garrie Gastonny, Sami Basri, Arif Prianto, Sakti Yuwono, Ifansyah Noor, Jessica Kholinne, dan lain-lain. Ketika berperan sebagai penciller, nama- nama mereka tertera di sampul buku komik cerita yang kemudian beredar di seantero dunia.

Sunny Gho, pendiri studio komik dan agensi Stellar Labs di Jakarta, mengatakan, ada sekitar 50 komikus Indonesia yang terserap dalam industri komik dunia saat ini. Mereka menggambar untuk sejumlah penerbitan komik mapan, seperti DC Comics dan Marvel. Kedua penerbitan inilah yang menciptakan sederet superhero legendaris, seperti Superman, Batman, Spiderman, X-Men, Iron Man, The Captain America, Hulk, dan Green Lantern.

Aan, misalnya, di antaranya pernah mengerjakan komik Superman/Batman, Green Lantern, Brightest Day, Blackest Night: Batman #1-3, dan Brightest Day Aftermath. Sementara Admira (36) pernah menggarap Justice League Group Shoot, Hercules ”The Thracian War”, dan segera menggarap viral campaign untuk film Superman yang akan diluncurkan tahun 2013, Man of Steel. Goresan gambar Admira yang cenderung realis mengingatkan pada goresan artis komik terkenal Alex Ross.

Dikagumi

Para komikus Indonesia, termasuk Aan, disegani dan dikagumi, baik di dalam maupun di luar negeri. Tengok saja saat pergelaran festival komik @ameri-Con dalam rangka ulang tahun ke-2 pusat kebudayaan @america di Pacific Place, 18-20 Januari lalu, Aan tak henti-henti dikerumuni penggemarnya, tua dan muda, orang Indonesia ataupun ekspatriat. Mereka minta berfoto bersama, meminta tanda tangan Aan di sampul komik koleksi atau di kaus, serta minta digambarkan salah satu tokoh superhero.

Kisah Admira lain lagi. Dia tak pernah tahu bahwa di Jepang namanya dikenal dan dikagumi penggemar komik Amerika. Sampai ketika November 2012 seorang pemilik agensi komik di Jepang khusus mengunjungi Admira ke Malang dan meminta tanda tangannya di atas semua sampul komik karya Admira. ”Dia datang bawa bir dan kami mengobrol dua hari selama dia di sini,” cerita Admira, yang juga mendirikan studio komik Chekydot di Malang.

Seorang komikus tentu mengawali kariernya dari cinta. Aan, pria sederhana lulusan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang, pernah berbagi cerita di panggung @ameri-Con soal awal kegandrungannya akan komik. ”Waktu kelas I SD saya mengirim jawaban TTS (teka teka silang) di majalah Bobo dan mendapat hadiah komik. Sejak itu langsung jatuh cinta pada komik dan bercita-cita ingin menjadi komikus,” kenang Aan.

Aan bercerita, lingkungan di desanya amat sederhana, hanya petani dan peternak. Tidak ada tempat kursus menggambar. Alhasil, Aan kecil belajar menggambar sendiri dengan memelototi gambar-gambar di komik yang dimilikinya. Sang ayah yang pegawai negeri sipil pun kerap membelikannya aneka komik yang dibeli di pasar loak saat ke kota.

Lulus kuliah, Aan membayangkan kariernya dengan menggambar ilustrasi di koran lokal atau majalah dan memperoleh honor. Menggambar untuk penerbitan komik dunia sekelas DC Comics dan Marvel jauh di luar fantasinya yang terliar sekalipun. Aan bahkan pernah bertahun-tahun sekadar menjadi tenaga tata letak untuk buku-buku lembar kerja siswa SMA, yang dibayar Rp 2.500 per lembar. Kini, DC Comics membayar Aan hingga 300 dollar AS per lembar. Belum lagi kalau menggambar sampul komik, yang dihargai lebih tinggi.

Kiprah komikus Indonesia ini di panggung global niscaya berkat internet. Aan dan Admira, misalnya, bercerita, mereka mengirimkan lamaran dan contoh gambar mereka di situs forum komik dunia digitalwebbing.com dan deviantart.com. ”Saya sebelumnya hanya menggambar storyboard untuk sinetron dan iklan,” ujar Admira, lulusan Sinematografi Institut Kesenian Jakarta.

Ingat negeri sendiri

Meski begitu, memasang karya di internet tak serta-merta langsung mendapatkan klien. Admira harus menunggu lima bulan sebelum ditawari proyek menggambar dengan honor 15 dollar AS per karakter. Kini, dari menggambar, Admira meraup ribuan dollar AS per proyek.

Aan bahkan pernah dua tahun tak mendapatkan klien besar dan hanya mengerjakan proyek tanpa honor. Sampai akhirnya Aan ditawari secara eksklusif menggarap komik Dresden Files dari penerbit Dabel Brothers di AS. Sejak itu, namanya mulai dikenal industri komik internasional. Aan dan Admira lalu ditawari bergabung dengan agensi di Spanyol bernama Nutopi@.

”Meski begitu, komikus Indonesia yang bagus-bagus ini harus tetap ingat rumah. Kita sama-sama bangun lagi komik Indonesia,” kata Sunny Gho, penggagas komik online gratis Makko.

Saat mendirikan Stellar Labs, sekitar 1 tahun 6 bulan lalu, Sunny Gho bertekad tak hanya menggarap komik-komik pesanan penerbit asing. Sunny optimistis, meski pasar Indonesia dikepung komik manga, komik Indonesia suatu saat akan kembali bergairah. Terlebih, mengingat bakat dan kemampuan para komikus Indonesia yang terbukti diakui dunia internasional.

”Problem industri komik Indonesia memang kompleks. Mulai terkait dengan penerbitnya, distribusi, perilaku konsumen atau pembaca, sampai kemampuan komikusnya untuk tepat waktu secara reguler. Problem ini memang tidak terjadi di komik humor atau strip, tetapi di industri komik cerita yang harus terbit reguler,” kata Sunny.

Kini, melalui komik online Makko di www.makko.co, Sunny mencoba meretas problem komik konvensional tanpa harus bergantung pada penerbitan besar dan distribusi toko buku.(Sarie Febriane)


Sketsa asli: 



http://megapolitan.kompas.com/read/2013/01/27/08575380/Jokowi-Basuki.di.Kota.Batam

No comments:

Post a Comment