بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم Rochmany's Blog: 13 Pertandingan Kenangan Sepak Bola Indonesia Dengan Tim Luar Negeri
Go Green

Clock Link

Saturday, December 8, 2012

13 Pertandingan Kenangan Sepak Bola Indonesia Dengan Tim Luar Negeri

http://www.kaskus.co.id/thread/509779d95b2acf84620000a0


Once upon a time Seiring dengan adanya semangat kebangsaan pada dasawarsa 20-an, Ir.Soeratin Sosrosoegondo mendirikan Persatuan sepakbola seluruh Indonesia atau yang kita kenal dengan PSSI in something a place, yang tujuan utamanya adalah untuk mewadahi kegiatan sepakbola di Nusantara dan sebagai suatu alat perjuangan bangsa di masa penjajahan.
Sejak saat itu PSSI mulai dikhawatirkan oleh pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Maka sebagai bentuk untuk menandingi PSSI nya pak Soeratin, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Nederlandsh Indische Voetbal Unie (NIVU) tahun 1936. Menjelang Piala Dunia di Prancis tahun 1938, dibuatlah perjanjian kedua belah pihak untuk mengirim perwakilan. Dikarenakan tidak menghendaki bendera yang dipakai tim maka Ir.Soeratin membatalkan secara sepihak kesepakatan, tapi NIVU tetap mengirim perwakilannya dengan bendera Hindia Belanda.Dan tim tersebut adalah perwakilan Asia pertama sepanjang sejarah Piala Dunia, yang kemudian menjadi bagian dari cikal bakal timnas Indonesia dimasa depan.


Timnas Hindia Belanda

Sayangnya pada saat penampilan pertama di babak penyisihan pialadunia, 5 Juni 1938, timnas tak berkutik dihadapan Hongaria (Tim yang akhirnya menjadi runer-up). Di Stadion Auguste Delaune, Reims disaksikan sekitar 9.000 penonton timnas kita harus mengakui keunggulan Hongaria dengan skor meyakinkan 6-0, dan memaksa timnas angkat koper lebih awal. Pengalaman yang bagus sebenarnya buat sebuah tim yang baru terlahir..
Jejak perjalanan Timnas Indonesia pun dimulai, sebagai tim yang disegani dikawasan Asia. Diawali dengan kemampuan Timnas merah-putih menembus semi final Asian games 1954 di Manila, walaupun harus mengakui keunggulan timnas Taiwan kala itu dengan skor 4-2. Kemudian pada Olimpiade Melbourne 1956, Indonesia mengirimkan tim sepak bola. Catatan manis mulai ditorehkan, timnas garuda mampu menembus babak perempat final. Di perempat final timnas garuda sudah harus melakukan duel class of titans dengan favorit juara, timnas Uni Soviet. Sempat menahan imbang 0-0 di match pertama, tapi dimatch ke 2 yang merupakan ulangan, timnas kita dipermak dengan skor 4-0.
Sejak saat itu Timnas Indonesia beserta klub-klub dibawah naungan PSSI menyandang predikat “Macan Asia”, sebuah masa keemasan yang menjadi sejarah masa lalu diera 60-80an. Bahkan dulu kompetisi Galatama kita ditiru formatnya oleh kompetisi J-Legaue Jepang, dari masalah manajeman sampai kompetisi Jepang benar-benar belajar dari PSSI. Bayangkan untuk tim Asian All-Star 1966-70, timnas menyumbang empat pemain seperti Soetjipto Soentoro, Jacob Sihasale, Iswadi Idris dan Abdul Kadir. Jepang dan Korsel yang saat ini menjadi langganan Piala dunia pun saat itu tak ada apa-apanya dibandingkan timnas kita. Apalagi yang namanya Thailand, Singapura bahkan Malaysia mereka bukan level buat timnas kita. Sepakbola kita sudah terbiasa bertanding dalam sebuah turnamen maupun ujicoba dengan tim-tim elite dunia. Meskipun sekarang keadaanya benar-benar terbalik dari masa itu, dimana timnas kita sekarang “tertinggal langkah” oleh tim seperti Thailand, Singapura dan Malaysia. Bahkan jangan samakan dengan Jepang maupun Korsel untuk saat ini.
Dan berikut 13 pertandingan sepakbola Indonesia menghadapi timnas luar maupun klub elite dunia dari era galatama, perserikatan sampai sekarang yang menurut saya dapat dijadikan sebuah memorable match.


1 Vs Dynamo Moscow (USSR/Rusia)-1970


PSSI 1970

Untuk list pertama saya sengaja memilih match ini, saat timnas Garuda menghadapi Dynamo Moscow 14 Juni 1970. Saat itu Dynamo Moscow membawa kiper legendaris dan terbaik dunia Lev Yashin. Pada pertandingan tersebut timnas kita dipaksa menyerah dengan skor tipis 0-1. Dalam match itu sebenarnya Indonesia mendapatkan beberapa peluang emas melalui trio Soetjipto Soentoro, Iswadi Idris dan Jacob Sihasale tapi seperti yang kita ketahui bahwa penjaga utama pertahanan Dynamo Moscow saat itu adalah sosok legendaris Lev Yashin


2 Vs Feyenord Rotterdam (Belanda)-1965


Feyenord 1965

Ini adalah tur pertama timnas kita keluar negeri, Pada 9 Juni 1965 timnas garuda bertandang ke Rotterdam Belanda untuk menghadapi Feyenord yang saat itu dikapteni oleh Guus Hidink. Walaupun sempat unggul cepat dimenit kedua babak pertama melalui sang kapten Soetjipto Soentoro, sampai babak pertama berakhir, dibabak kedua feyenord dapat membalik keadaan menjadi 6-1. Yang saat itu kabarnya memang sengaja untuk kemengan Feyenord karena adanya faktor politik dan wasit.


3 Vs Sv Werder Bremen (Jerman)-1965


PSSI 1965 Germany

Ini adalah tur kedua timnas kita, dan untuk kali ini tim Garuda bertandang ke Jerman Barat menghadapi juara bertahan saat itu, Werder Bremen. Walaupun timnas kita bisa mencetak banyak goal, timnas kita tetap harus mengakui keunggulan tim tuan rumah dengan skor 6-5. Dalam match ini Soetjipto Soentoro berhasil mencetak hatrick pada menit 30, 41 dan 58, yang membuat dia bersama rekannya Max Timisela mendapat pujian dan tawaran bermain di werder Bremen oleh sang pelatih Gunther Brocker yang notabene selain melatih Bremen dia adalah kepala pelatih timnas Jerman Barat saat itu. Namun saat itu ditolak dengan alasan bahwa mereka akan lebih senang bermain untuk negara mereka sendiri dan untuk persiapan menghadapi Asean Games 1966.


4 Vs Santos Fc (Brazil)-1975

Pertandingan yang dihadiri sekitar 80.000 penonton saat itu, yang mempertemukan timnas Garuda dengan Santos Fc yang diperkuat legenda sepak bola, Pele. Pertandingan tersebut berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Santos. Goal Indonesia dicetak oleh Risdianto pada menit 30 dan 71. Sedangkan 3 goal balasan Santos dicetak oleh Jedes, Edu dan Pele dari titik putih. Sayang pertandingan ini tidak ada dokumentasi resminya dalam bentuk foto.

5 Vs Ajax Amsterdam (Belanda)-1975


Ajax Amsterdam 1975

Pertandingan ini adalah salah satu match dari turnamen segitiga Timnas Indonesia Tamtama, Ajax dan Manchester United tahun 1975. Pada pertandingan ini Timnas Indonesia harus mengakui keunggulan Ajax 4-1, yang akhirnya menjadi juara turnamen ini.
Selain partisipasi dalam match di turnamen ini, saat itu Ajax juga melakukan beberapa uji coba dengan klub-klub PSSI. Yang pertama adalah tim gabungan PSSI wilayah 1 (Juara antar regional PSSI 1974) , stadion Teladan (Sabtu, 4 Juni 1975). Dimana saat itu tim PSSI wilayah 1 berhasil unggul dengan skor meyakinkan 4-2.
* Setelah match tersebut, dalam beberapa kesempatan Bapak kita yang terhormat Djohar Arifin Husin (saat belum jadi Ketum PSSI) mengatakan bahwa tim PSSI wilayah satu yang mengalahkan Ajax adalah PSMS Medan karena sebagian besar tim bermaterikan pemain PSMS Medan.
Pertandingan berikutnya, Senin 9 Juni 1975 stadion Utama Senayan, Jakarta. Ajax menjajal kekuatan Persija Jakarta. Persija mampu menahan imbang 1-1 melalui goal striker andalan timnas saat itu, Risdianto menit 21’ yang kemudian dibalas oleh Jhony Rep, tiga menit berselang.
Dan untuk pertandingan terakhir Ajax menyambangi Stadion Gelora 10 November Surabaya (Rabu, 11 Juni 1975), untuk menghadapi Persebaya Surabaya. Pertandingan sendiri berakhir untuk kemenangan Ajax dengan skor 3-2. Padapertandingan ini gol-gol Persebaya dicetak oleh Jacob Sihasale dan Rudi Bahalwan, sedangkan Gol dari Ajax dicetak oleh Ruud Geels (2 gol) dan Rene Notten.


6 Vs Manchester United (Inggris)-1975

Ini adalah match pertama dari Turnamen segitiga Timnas Indonesia, Ajax dan MU. Dan berikut susunan skuad ke dua tim.
PSSI Tamtama: Ronny Paslah, Sutan Harhara, Oyong Liza, Suaib Rizal, Iim Ibrahim, Anjas Asmara, Nonon, Waskito, Junaedi Abdillah, Risdianto, Andi Lala.
Manchester United: Alex Stepney, Alex Forsyth, Arthur Albiston, Gerry Daly, Jimmy Nicoll, Jim McCalliog, Trevor Anderson, Sammy McIlroy, Stuart Pearson, David McCreery, Anthony Young.


MU 1975

Flash backdulu, pada awal Mei 1975, Wiel Coerver ditunjuk sebagai pelatih baru timnas senior, yang dulu disebut Indonesia Tamtama. Coerver bukan seorang pelatih yang minim prestasi. Pada musim 1973/1974, dia sukses membawa Feyenord sebagai klub pertama asal Belanda yang meraih titel Piala UEFA. Didampingi asisten pelatih, Wim Hendriks, Coerver diharapkan membawa Indonesia lolos ke Piala Dunia 1978. Lantas, laga melawan Ajax dan Manchester United dalam turnamen segitiga dijadikan ajang pemanasan sebelum Pra Olimpiade 1976 melawan Korea Utara. Pertandingan PSSI Tamtama melawan MU merupakan partai pembuka. Tommy "The Doc" Docherty membesut The Red Devils sejak akhir musim 1972. Dia mampu menyelamatkan MU dari jurang degradasi, tapi musim berikutnya gagal. MU terpaksa memainkan musim 1974/1975 di Divisi Dua. Waktu itu, trio emas George Best, Denis Law, dan Bobby Charlton sudah meninggalkan MU. Denis Law pindah ke Manchester City pada musim 1973/1974. Penyebab terdegradasinya MU pada musim itu karena gol Denis Law dalam derby Manchester.
Dalam partisipasinya di turnamen segitiga, MU ternyata mengecewakan pengurus PSSI maupun masyarakat penggemar sepakbola sejak mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma. Mereka tidak mendatangkan seluruh pemain intinya seperti yang telah dijanjikan. Rombongan mereka hanya 14 orang yang terdiri dari 12 pemain, seorang pelatih, dan seorang manajer. Dulu, MU bermain ala kadarnya, asal tidak kebobolan. Ketika terjadi pergantian pemain di babak kedua, yang masuk sebagai pengganti adalah pemain bertubuh gendut bernama Tommy Docherty, yang tidak lain dan tidak bukan adalah sang manajer. Tugas "The Doc" dihadapan 70.000 penonton kala itu adalah untuk mengganggu pergerakan trio penyerang Indonesia, yaitu Waskito, Risdianto, dan Andi Lala. Tak heran, hanya dalam waktu 5 menit, Docherty terkena kartu kuning dari wasit Kosasih Kartadireja. Pada akhirnya, pertandingan berakhir seri 0-0 karena gawang Ronny Pasla juga jarang dihajar tembakan penyerang MU 


7 Vs Arsenal (Inggris)-1983

The Gunners, datang dengan diperkuat kiper legendaris Pat Jennings, dua pemain nasional Inggris Kenny Sansom, dan Graham Rix serta si legenda hidup David O’Leary, datang ke negeri Indonesia dengan tujuan utama berlibur ke Bali. Mereka menang 3-0 atas PSMS Plus di Medan, 5-0 atas PSSI Selection di Senayan, namun yang terjadi kemudian, tepatnya pada 17 Juni 1983 saat lawan juara Galatama, Niac Mitra di Surabaya, sungguh mengejutkan. Arsenal takhluk dengan skor 0-2.


Niac Mitra VS Arsenal 1983

Menurut Kompas waktu itu, banyak yang mencibir kekalahan Arsenal sengaja dibuat. Salah satunya lantaran mainnya jam 2 siang, atau diusirnya Alan Sunderland oleh wasit Ruslan Hatta. Publik Stadion 10 November menyebut dua pemain Singapura, kiper David Lee dan Fandi Ahmad, sebagai pahlawan kota pahlawan. Fandi, yang usai membela Niac Mitra ditransfer ke Groningen, membuat gol di menit 37, sebelum ditutup Joko Malis di menit 85.
Data dan Fakta Niac Mitra VS Arsenal (2:0) tanggal : 16 Juni 1983 Stadion 10 November, Surabaya pencetak gol: Fandi Ahmad 37, Joko Malis 85 Susunan Pemain:
Niac Mitra : David Lee, Budi Aswin, Wayan Diana, Tommy Latuperissa, Yudi Suryata, Rudy Keltjes, Rae Bawa/Yusul Male, Joko Malis, Hamid Asnan/ Syamsul Arifin, Fandi Ahmad, Dullah Rahim/ Yance Lilipaly
Arsenal : Pat Jennings, Colin Hill/Stewart Robson, David O’Leary, Chris Whyte/Lee Chapman, Kenny Samson, Brian Talbot, Alan Sunderland, Paul Davis, Brian McDermott, Raphael Meade/ Terry Lee, Graham Rix.


8 Vs PSV Eindhoven (Belanda)-1988

Tim legendaris asal Belanda, PSV Eindhoven pada Maret 1988 pernah berkunjung ke Indonesia dalam rangka tur Asia bersama Phillips. Dalam turnya ini, PSV Eindhoven dihadapkan dengan beberapa tim papan atas Indonesia. PERSIB, yang saat itu menjadi tim yang paling bergengsi di tanah air diberi kesempatan melayani PSV Eindhoven dalam friendly match di Stadion Siliwangi. Yang menarik perhatian, saat itu PSV dihuni pemain-pemain kelas dunia. Sebut saja Ruud Gullit, Ronald Koeman, Wim Kieft, dan Eric Gerets yang pernah menjadi kapten timnas Belgia. Bahkan Ruud Gullit saat itu tengah dalam proses kepindahan ke AC Milan yang akhirnya tercatat sebagai pemecah rekor pemain termahal dunia kala itu.


Persib-PSV 1988

PERSIB, yang pada 1986 menjuarai kompetisi perserikatan harus berjuang keras meladeni Eric Gerets dkk. Maklum para punggawa Maung Bandung kalah segalanya, secara teknis maupun postur badan. Seperti umumnya orang Asia, para pemain PERSIB kalah tinggi dibanding pemain PSV. “Kami selalu ketinggalan langkah dari para pemain PERSIB. Bisa diibaratkan, satu langkah Ruud Gullit sebanding dengan tiga langkah pemain PERSIB. Tapi saya bangga bisa berhadapan dengan Gullit, setidaknya saya telah berusaha untuk menghadangnya sebelum memasuki daerah pertahanan PERSIB,” ujar Adeng Hudaya, libero sekaligus kapten Maung Bandung. Bisa ditebak, Ruud Gullit Cs. pun menang mudah. Hasil akhir dari pertandingan ini 4-0 untuk PSV Eindhoven. Gol-gol yang dijaringkan PSV umumnya hasil shooting jarak jauh. Keempat gol PSV Eindhoven dijaringkan oleh Willy van de Kerkhof (1), Eric Gerets (1), dan Ruud Gullit (2). Tim PERSIB yang saat itu ditukangi oleh Nandar Iskandar dan Indra Tohir menggunakan formasi 4-3-3. “Para pemain Eindhoven memiliki tendangan yang keras dan akurat. Man to man marking yang dijalankan pemain PERSIB tidak bisa berjalan optimal, ini dikarenakan postur tubuh yang beda jauh. Bahkan di-body charge pun malahan kita yang tersungkur,” kenang Adeng. Sukowiyono,gelandang yang saat itu tampil sebagai starter PERSIB mengatakan formasi yang diterapkan pelatih sebenarnya efektif untuk mengimbangi pergerakan Ruud Gullit c.s. namun harus diakui pemain PERSIB kalah fisik. Walaupun kalah kelas, pemain PERSIB tidak gentar. Adeng Hudaya dkk. sangat bersemangat memberikan perlawanan kepada lawannya. Buktinya, setelah membobol gawang PERSIB empat kali di babak pertama, usai turun minum PSV tak bisa menambah gol. “Terlepas dari hasil akhir, bagi saya pertandingan ini jadi pengalaman berharga bagi kami, kapan lagi bisa berhadapan dengan pemain kelas dunia seperti Ruud Gullit Cs.,”ungkap Suko.


Minta Diganti

Gara-Gara Gullit Duel Persib kontra PSV Eindhoven memang bak pertarungan antara David dengan Goliath, pasalnya sebagai tim amatir, Persib harus berhadapan lawan klub elit Liga Belanda yang juga disegani di pentas sepakbola Eropa. Tak heran hanyak kejadian lucu yang terjadi di lapangan hijau. Pemain belakang PERSIB kocar-kacir menghadapi tekanan beruntun dari lawannya.Tendangan maupun sundulan kelas dunia yang amat bertenaga mengagetkan kiper PERSIB yang dijaga Wawan Hermawan. Baru separuh babak gawang PERSIB sudah kemasukan empat gol. “Wawan Hermawan sempat menahan bola yang ditendang keras Ruud Gullit. Lucunya, saat Wawan mencoba menahan laju bola malahan badan Wawan yang terbawa masuk ke gawang PERSIB,” kata Adeng sambil tertawa. Senada dengan Adeng, Dede Rosadi yang saat itu turut andil membela Maung Bandung berkisah, para pemain Eindhoven tidak hanya memiliki tendangan yang keras, heading-nya pun membuat kiper Wawan tercengang. “Saking kerasnya heading Ruud Gullit, membuat Wawan ciut. Ia bilang sundulannya saja keras apalagi tendangannya. Di babak kedua Wawan meminta kepada pelatih untuk diganti oleh kiper cadangan yang saat itu dipercayakan kepada Erik Ibrahim,” ujar Dede mengenang. 


9 Vs Ac Milan (Italia)-1996

Persib sebagai juara Kompetisi Perserikatan terakhir 1993-1994 mendapatkan hadiah, berupa kesempatan menjajal AC Milan, di Stadion Senayan Jakarta. Ketika itu, AC Milan yang disebut-sebut sebagai "The Dream Team" menjuarai Piala Champions 1994 melalukan tur Asia. Persib diperkuat Robby Darwis, Yudi Guntara, Dede Iskandar dll., sedangkan Milan menurunkan Dejan Savicevic, Sebastiano Rossi, Marcel Desailly, Marco Simone, Gianlugi Lentini. Persib memang kalah telak 8-0, tetapi pelatih Milan Fabio Capello ketika itu memberikan pujian kepada salah satu pemain Persib, yaitu Yudi Guntara.

 



Persib VS AC Milan

* Ditahun yang sama Indonesia juga mendapat kunjungan dari tim Italia lainnya SS Lazio dan UC Sampdoria yang bertanding dengan Tim Bintang Liga Indonesia.


10 Vs Timnas Uruguay-1974

Timnas Uruguay pernah singgah ke Indonesia tahun 1974 untuk melakoni laga uji coba dengan Tim Merah-Putih. Mereka datang ke Jakarta kala itu untuk melakoni laga persahabatan untuk memperingati HUT PSSI. Tanggal dan waktu uji coba diplot pada 19 April di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan. Disaksikan sekitar 60 ribu penonton, timnas Indonesia secara mengejutkan menaklukkan negara asal Amerika Latin itu dengan skor 2-1. Uruguay datang dengan tim yang dipersiapkan untuk tampil di Piala Dunia 1974. Majalah Tempo terbitan 4 Mei 1974 mengulas aksi Sutan Harhara dkk yang sukses mematikan gaya permainan individual ala Amerika Latin milik Uruguay. 


Indonesia VS Uruguay 1974

"Saat itu kami tidak mengalami kesulitan berarti menghadapi mereka. Gaya permainan hampir sama dengan kita, mengandalkan umpan-umpan pendek dan sesekali bermain individu duel satu lawan satu. Beruntungnya kala itu timnas Indonesia dihuni banyak pemain yang memiliki skill individu bagus," kata Sutan. Dalam pertandingan uji coba tersebut timnas Indonesia yang diasuh Djamiat diperkuat Rusdianto, Ronny Paslah, Abdul Kadir, Anwar Ujang, Nabon dan Waskito. Kendali permainan dipegang Indonesia. Tim asuhan Juan Alberto Schiaffino kala itu kerap direpotkan dengan serangan dari sektor sayap. Merasa malu dengan kekalahan itu, Uruguay pun meminta pertandingan ulang sehari setelah kekalahan. Mereka sukarela tampil gratis tanpa dibayar. "Kami sih mau saja walau kondisi fisik lelah karena berpikir kesempatan bermain melawan tim luar negeri bisa menaikkan reputasi," ujar Sutan. Sayangnya, pada laga ulang timnas Indonesia kalah 2-3. Walau begitu hal tersebut tak menghilangkan kebanggaan para pemain. "Kami telah memberi pelajaran berharga kepada mereka untuk tidak meremehkan tim-tim yang kelasnya dibawah," ucap Sutan.
Pada tahun 2010 kedua tim bertemu kembali di stadion GUBK, seperti yang sama-sama kita ketahui saat Itu Indonesia sudah benar-benar kalah jauh secara kwalitas dan tekhnik. Sebagai juara ke-3 piala dunia 2010, Uruguay mampu melibas Indonesia dengan skor telak 1-7. (comeback istimewa dari Uruguay setelah tertinggal lebih dahulu lewat gol Boaz Salossa).


11 Vs Jerman Timur 1964


East Germany 1964

29 Oktober 1964. Pada tahun 1964, tim nasional Jerman Timur (Republik Demokrasi Jerman) tercatat dua kali berkunjung ke Indonesia, yaitu bulan Januari dan Oktober. Dalam dua kunjungannya itu, Jerman Timur selalu memilih Persib menjadi salah satu tim yang dihadapinya. Menurut catatan Novan Herfiyana, seorang kontributor data sepak bola Indonesia untuk situs rsssf.com, pada pertemuan pertama, Persib hanya kalah 0-2. Namun, pada pertemuan kedua di Stadion Siliwangi Bandung pada tanggal 29 Oktober 1964, Persib benar-benar menjadi bulan-bulanan salah satu kekuatan sepak bola di Eropa Timur dengan skor telak 1-7. Pada pertemuan kedua ini, formasi pemain Persib yang tampil adalah Jus Etek (kiper); Masri, Ishak Udin, Kaelani, Sunarto, Fattah/Ismail, Omo Suratmo, Wowo Sunaryo/Fattah, Djadjang Haris, Hendra, dan Andi Achmad/Otong. Sementara timnas Jerman Timur tampil dengan formasi Weigang (kiper) Geisler, Walter, Seehans, Rooke, Pankau, Litsewitz, Beckhaus, Stoker, Engelhardt, dan Bauchsdiess.
* Selain Jerman Timur, pertandingan yang pernah dilakukan Persib dengan timnas negara luar adalah saat melawan Timnas Italia U-21, 27Juni 1977. Dengan skor 3-1 untuk kemenangan Persib. (Persib: Max timisella, Risnandar, Nandar Iskandar. Italia U-21: Pasinato)
* Jago juga ya Persib ini banyak mendapat kunjungan tim-tim besar, mungkin mereka banyak yang milih Persib karena pengen liburan kepuncak kali ya 


12 Vs Bayern Muenchen (Jerman)-2008

Timnas Indonesia mendapat kunjungan dari klub raksasa Jerman, Bayern Muenchen, 21 Mei 2008. Sebuah pertandingan yang membawa nama sebuah sponsor tim Bayern Munchen yaitu produk asuransi Allianz dengan disaksikan sekitar 70.000 penonton yang hadir langsung di stadion. Apa pasal? menjadi salah satu dari Cukup banyak antusiasme penonton pada match ini, dikarenakan dengan adanya tiga nama besar yg dibawa Bayern Munchen dalam tur Asia, penjaga gawang legendaris Jerman, Sahrul khan eh maksud saya Oliver Kahn, Ze Roberto dan legenda Belanda Van Bommel.
Di menit awal Munchen langsung menggebrak pertahanan timnas. Hasilnya sebuah heading dari Breno Borges menyambut tendangan bebas dari pojok kiri pertahanan timnas berhasil menggetarkan gawang Jendri Pitoy di menit ke-20. Pemain asal Brazil berusia 18 tahun itu pun membawa keunggulan Munchen 1-0. Jans Schaldraf berhasil menggandakan keunggulan Munchen di menit ke-23 lewat sontekan lemah yang mengecoh Pitoy. Di menit ke-28 Bambang Pamungkas beradu head-to-head dengan Oliver Kahn, namun sayang tendangan kerasnya berhasil digagalkan kaki Oliver Kahn. Akhirnya Schaldraf membuat gol kedua sekaligus mempertegas keunggulan Munchen 3-0 dengan gol yang dicetak menyambut umpan tendangan bebas yang secara cepat dilakukan melewati pemain bertahan Indonesia.


Beppe VS Mr.Kahn

Di babak kedua timnas Indonesia mencoba mengambil inisiatif menyerang. Namun kuatnya pertahanan Munchen mampu membendung gelombang serangan Bambang Pamungkas dkk. Dan akhirnya pada menit ke-62 sundulan kepala khas ala Bepe menyambut umpan silang Elie Aiboy dari sayap kanan penyerangan Indonesia mampu merobek gawang Munchen untuk memperkecil ketertinggalan menjadi 1-3. Namun kedudukan menjadi 4-1 lewat hattrick Jan Schlaudraff di menit ke-83 melanjutkan bola rebound hasil tendangan keras Tony Cruz dari luar kotak penalti dan dihalau Markus Horison yang turun di babak kedua menggantikan Jandri Pitoy. Akhirnya Tony Cruz membenamkan timnas dengan gol penutup di menit 87. Skor akhir 5-1 untuk kemenangan Bayern Munchen atas timnas Indonesia.


13 Vs Internazionale Milan (Italia)-2012

Last but no the least untuk match yang terakhir, saya memilih partai Indonesia lawan Internazionale Milan yang baru beberapa bulan ini berlangsung, dimana selain inter ditahun ini Indonesia juga mendapat kunjungan dari tim lainya seperti LA Galaxy dengan David Beckhamnya yang membuat wanita sampai dengan syahrini salah tingkah, QPR tim yang sebagian besar sahamnya milik juragan Malaysia dan Valencia salah satu tim besar dari Spanyol tapi jelas Inter Milan memang lebih memiliki nilai dan prestasi dari tim-tim tersebut selain itu antusiasme penonton juga lebih besar dari pada saat kedatangan tiga tim tadi, dimana yang salah satunya diwarnai dengan kejadian mati lampu di Gelora Utama Bung Tomo, Surabaya (match QPR).
Partai melawan Inter ini sendiri adalah Sebuah agenda tour match dari inter milan ke Indonesia. Dengan melakukan dua kali match melawan Indonesia selection, 24 Mei 2012 (entah mengapa lebih banyak pemain asingnya yang justru dapat kesempatan daripada pemain lokal) dan Tim PSSI U-23, 26 Mei 2012. Dan Inter datang dengan membawa cukup banyak pemain seniornya yang dipadukan dengan pemain muda dari akademi mereka, dengan pemain seniornya seperti J.Zanetti, Cambiasso, Palombo, Pazzini, Militto, Maicon, Cordoba serta pemain muda masa depan mereka seperti Coutinho dan samuel Longo sukses menghibur penonton yang datang di SUGBK, yang memang didominasi oleh sebagian besar Interisti.


Diego Militto dikejar Diego Michels 


Dimatch yang pertama Inter Milan berhasil mengalahkan tim Indonesia selection yang banyak mengandalkan pemain-pemain asingnya dengan skor meyakinkan 0-3. Sedangkan di match ke 2, Timnas U-23 bisa lebih memberi perlawanan, meskipun harus kalah dengan skor 2-4, setidaknya Garuda muda bisa mencetak dua gol ke gawang Inter Milan yang dijaga Castelazzi melalui Patrick Wanggai dan Yoshua Pahabol. Sekaligus match ini menandai perpisahan salah satu legenda Inter Milan, Ivan Cordoba.
* Oh ya, dalam match ini seingat saya saat menyaksikan di TV, si Okto banyak sekali melakukan aksi drible mencoba mengelabuhi Maicon dengan aksinya, tapi selalu gagal melewati dan menghentikan Maicon. Dan salah satu adegan lucunya saat Okto mencoba menggunakan gaya Cristiano Ronaldonya dengan gocekan kiri kanan kiri kanan, berhasil dihentikan Maicon yang Cuma berdiri santai dengan menggunakan satu kaki saja. Pelajaran deh buat pemain Muda kita agar lebih tahu kapan saatnya membawa bola sendiri dan kapan saatnya untuk mengumpan.


Maicon VS Okto

No comments:

Post a Comment