Hukum Arisan Qurban – Pertama, hukum ibadah qurban adalah sunnah mu’akkadah, dan ia sebagai ibadah yang paling dicintai Allah swt di bulan Dzulhijah.
Nabi saw bersabda, “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya idul Adha yang lebih dicintai Allah melebihi dari menyembelih hewan qurban.” (HR. Timridzi dan Ibnu Majah). Dan konsekuensi hukum sunnah adalah; tidak apa-apa jika tidak melakukan, dan bernilai pahala dengan melakukannya.
Kedua, namun karena keutamaan yang berlimpah, selain tiap helainya adalah pahala, dan sangat dicintai Allah, bahkan, karena saking utamanya melakukan ibadah qurban, maka bagi orang yang memiliki kelapangan rezeki ditekankan untuk melaksanakan ibadah qurban.
Terlebih Rasul saw pernah mengancam, “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad). Dapat kita pahami, berqurban adalah bagi yang memiliki kelapangan rezeki, mampu untuk berqurban.
Ketiga, sejatinya arisan qurban dapat kita pahami dalam dua maksud, yang pertama adalah bentuk dari hutang kepada sesama. Dan kedua adalah saling tolong menolong dalam kebaikan. Berhutang karena ibu dan teman-teman satu komplek mengumpulkan sejumlah uang, kemudian dipasrahkan secara suka rela kepada yang “menang” dengan cara diundi. Nah, orang yang menang dan mendapat giliran ini sejatinya ia berhutang kepada seluruh anggota yang ikut arisan. Mengenai hukum berkurban dengan berhutang, sebagian ulama ada yang memperbolehkan bahkan menganjurkan berqurban meskipun dengan berhutang. Hal ini karena keutamaannya yang luar biasa dan waktunya pelaksanaan yang terbatas (4 hari dalam setahun). Maka boleh berhutang dengan catatan ada keyakinan penuh beberapa waktu kemudian dapat membayarnya.
No comments:
Post a Comment