Liputan6.com, Manado - Penjualan daging ular piton menghebohkan dan menimbulkan pro-kontra di tengah warga Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Namun, hingga Selasa siang tadi, daging ular piton tetap ada di sejumlah pasar swalayan di Manado.
Pantauan Liputan6.com di salah satu pasar swalayan di Manado, misalnya, potongan-potongan daging ular piton masih ada di bagian penjualan berbagai jenis daging. Daging ular terletak berderetan dengan daging tikus, babi hutan, dan kelelawar. Setiap kilogram daging ular piton dihargai Rp 60 ribu.
Sejumlah pembeli juga tampak sibuk memilih daging ular piton. "Ini memudahkan kami untuk mendapatkan daging ular, ketimbang harus mencarinya ke pasar tradisional," ucap Lita Aruperes, warga yang ditemui Liputan6.com di Manado, Selasa (4/7/2017) siang.
Sutan, salah satu petugas shop di pasar swalayan tersebut mengatakan, mereka selama ini tetap menjual daging ular piton sama seperti daging lainnya. "Kan silakan pembeli yang memilih, apa yang menjadi kebutuhan mereka," ujar dia.
Adapun pantauan di supermarket lainnya tidak ditemukan adanya penjualan daging ular piton. "Sudah beberapa pekan memang kami tidak menjual lagi daging ular piton," tutur salah satu petugas yang sedang melayani konsumen.
Manajer store supermaket tersebut, Hendra, menyebutkan, sejak beberapa hari terakhir memang mereka tidak lagi menjual daging ular piton.
"Kami mendapat pasokan daging ular piton dari Kota Tomohon," ujar Hendra saat ditemui di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut, Selasa siang tadi.
Hendra juga belum bisa memastikan apakah ke depannya stok daging ular piton itu bisa tersedia untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Sementara itu, Kepala BKSDA Provinsi Sulut, Agustinus Rante Lembang mengatakan, memang jenis ular piton yang diburu di Sulut tidak termasuk dalam satwa liar yang dilindungi.
"Namun, memang pemanfaatannya ada ketentuan yang mengatur. Untuk itu, kami sudah menyurat ke supermarket-supermarket tentang bagaimana prosedur penjualan daging satwa liar seperti ular piton," Agustinus memungkasi.
No comments:
Post a Comment